tag:blogger.com,1999:blog-91040234075297313222024-03-08T06:53:54.000-08:00cerita3satu.blogspot.comUnknownnoreply@blogger.comBlogger18125tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-13044700199511534532012-03-16T02:28:00.000-07:002012-03-16T02:29:31.412-07:00video part 2<b> ne update terbaru gan.......................silahkan di download</b><br />
<b><a href="http://www.ziddu.com/download/18861466/ustaz_mata_lebam.3gp.html">- ustad mata lebam</a> </b> - <a href="http://www.ziddu.com/download/18861469/Jilbaber_masturbasi.3gp.html"> <b>jilbab masturb</b></a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18861599/jilbabsusu.3gp.html"><b>- jilbab susu</b></a> - <a href="http://www.ziddu.com/download/18861613/_wap95com_delhi_college_girl_garima.3gp.html"><b> delhi college</b></a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18861673/smu_kawin.3gp.html"><b>- SMU kawin</b></a> <b> - <a href="http://www.ziddu.com/download/18861792/kereta_.3gp.html">kereta 1</a></b><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18861806/kereta_.3gp.html"><b> - kereta 2</b></a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18861807/Perawan_Cina.3gp.html">- <b>perawan cuy</b></a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18861677/lolita331.3gp.html"><b>- lolita</b> </a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18861614/jangan_tiru_yang_ini.3gp.html"><b>- tiruan</b></a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18861604/jilbabfarida.3gp.html">- <b>farida</b></a><br />
<b><a href="http://www.mediafire.com/download.php?28ekd04c116p080">coool 1</a> <a href="http://www.mediafire.com/download.php?9f6g2z9mshabc7z"> cool 2 </a> <a href="http://www.mediafire.com/download.php?de96yuj0m1udq9e">cool 3</a> <a href="http://www.mediafire.com/download.php?3rc198a93812q4i">coool 4</a></b><br />
<b><a href="http://www.mediafire.com/download.php?j2r2ierxx62lwca">best 1</a> <a href="http://www.mediafire.com/download.php?tz1nnvv5k62ejgx"> best 2</a> <a href="http://www.mediafire.com/download.php?28ekd04c116p080">best 3</a> <a href="http://www.mediafire.com/download.php?nlhwaf4nl7slbui"> best 4</a></b><br />
<b> <a href="http://www.mediafire.com/download.php?xzkotdzdb7kex8z">good 1</a> <a href="http://www.mediafire.com/download.php?cdua73g1u4a828z">good 2</a></b>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-21589471991118137922012-03-14T04:30:00.000-07:002012-03-14T04:30:08.562-07:00video part 1<a href="http://www.ziddu.com/download/18856160/jil_pelajar_dikerjain.3gp.html">pelajar dikerjain</a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18856562/jilbabcrootdimulut.3gp.html">jilbab crot dimulut</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18856162/Opis_Kayuria_02.wmv.html">opis kayuria</a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18856506/Tudung_Hisap2.3gp.html">tudung hisap2</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18856194/airterjun2.flv.html">air terjun</a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18856463/Kocokin_Pake_Sabun_NUDE3GP.blogspot.com.3gp.html"> kocok pakai sabun</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18856211/adilla_batu.3gp.html">adilla batu malang</a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18856423/Ngeliat_Jilbaber_Kencing.3gp.html">intip jilbab dikamar mandi</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18856249/jilbabdidoggydiwc.3gp.html%20">jilbab doggie di wc </a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18856304/Seks_Dlm_warnet.3gp.html">warnet nikmat</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18856303/jailed_2.3GP.html%20">jailed 2</a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18856250/OLIVIAJILBABSMUCANTIK.3gp.html"> jilbab smu cantik</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18856422/jilbabsmumesumwarnet3.flv.html">jilbab mesum diwarnet</a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18856212/Opis_Kayuria_01.wmv.html"> opis kayuria</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18856462/jilbabnur.3gp.html">jilbab nur intan</a> <a href="http://www.ziddu.com/download/18856195/jilbab_berdiri.3gp.html"> jilbab gaul</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18856505/jilbabMLberdiri.3gp.html">jilbab ml berdiri</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18856560/yatishowpussy.3GP.html">yanti show memek</a>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-14193856082465494742012-03-12T21:36:00.003-07:002012-03-13T00:10:31.137-07:00video skandal cwek berjilbab part 1 download sepuasnya gan..............ane kasih link downloadnya neh........................cekidot<br />
sementara segini dulu gan tunggu posting berikuntya <br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18851127/jilbab_tante.3gp.html">jilbab tante</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18851132/Jilbab_diperkosa_asli_.3gp.html">jilbab diperkosa</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18851133/warnet.flv.html">jilbab di warnet</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18851141/remas_dada_tante.avi.html">jilbab diremas dada</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18851143/jIlbab_putih.3gp.html">jilbab putih</a><br />
<a href="http://www.ziddu.com/download/18851829/CamBajuMerahjilbabPutih.wmv.html">CamBajuMerahjilbabPutih</a><br />
<a href="http://www.blogger.com/%20http://www.ziddu.com/download/18851830/ustazahyati.3gp.html">ustadzah yati</a>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-82133722193013353332012-03-12T20:51:00.007-07:002012-03-14T05:20:28.473-07:00ayah boleh mendapatkanku jika inginBerdiri di depan pintu rumahku, Mirna mendekatkan kepalaku ke arahnya dan berbisik di telingaku, "Ayah boleh mendapatkanku jika ingin."<br />
<br />
Dia memberiku sebuah kecupan ringan di pipi, dan berbalik lalu berjalan menyusul suami dan anaknya yang sudah lebih dulu menuju ke mobil. Yoyok menempatkan bayinya pada dudukan bayi itu, dan seperti biasanya, terlalu jauh untuk mendengar apa yang dibisikkan istrinya terhadap ayahnya. Mirna melenggang di jalan itu dengan riangnya seperti seorang gadis remaja yang menggoda saja. Yoyok tak mengetahui ini juga, ini hanya untukku.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Mungkin kamu mengira aku terlalu mengada-ada soal ini, tapi nyatanya apa yang Mirna lakukan itu tidak hanya sekali saja. Dan sejak aku tak terlalu terkejut lagi, aku jauh dari rasa bosan soal itu. Aku merasa ada getaran pada penisku, dan pikiran yang wajar 'andaikan' berputar di benakku.<br />
<br />
Mirna adalah seorang wanita yang mungil, tapi ukurannya itu tak mampu menutupi daya tarik seksualnya. Sosoknya terlihat tepat dalam ukurannya sendiri. Dia mempunyai rambut hitam pekat yang dipotong sebahu, yang dengan alasan tertentu dia biasanya mengikatnya dengan bandana. Dia memiliki energi dan keuletan yang sepengetahuanku tak dimiliki orang lain. Cantiklah kalau ingin mendeskripsikannya. Dia selalu sibuk, selalu terburu-buru tapi selalu kelihatan manis. Dia masuk dalam kehidupan kami sejak dua tahun lalu, tapi dengan cepat sudah terlihat sebagai anggota keluarga kami sekian lamanya.<br />
<br />
Yoyok anakku bertemu dengannya saat dia masih di tahun pertamanya kuliah. Mirna baru saja lulus SMU, mendaftar di kampus yang sama dan ikut kegiatan penataran mahasiswa baru. Kebetulan Yoyok yang bertugas sebagai pengawas dalam kelompoknya Mirna. Seperti mereka bilang, cinta mereka adalah cinta pada pandangan pertama.<br />
<br />
Mereka menikah di usia yang terbilang muda, Yoyok 23 tahun dan Mirna 19 tahun. Setahun kemudian bayi pertama mereka lahir. Aku ingat waktu itu kebahagian terasa sangat menyelimuti keluarga kami. Suasana waktu itu semakin mendekatkan kami semua. Mirna sangat jenaka, selalu tersenyum riang, dan juga menyukai bola. Dia sering menggoda Yoyok, mereka benar-benar pasangan serasi. Dia selalu menyemangatinya. Yoyok memerlukan itu.<br />
<br />
Yoyok dan Mirna sering berkunjung kemari, membawa serta anak mereka. Mereka telah mengontrak rumah sendiri, meskipun tak terlalu besar. Aku pikir mereka merasa aku membutuhkan seorang teman, karena aku seorang tua yang akan merasa kesepian jika mereka tak sering berkunjung. Di samping itu, aku memang sendirian di rumah tuaku yang besar, dan aku yakin mereka suka bila berada di sini, dibandingkan rumah kontrakannya yang sempit.<br />
<br />
Ibu Yoyok telah meninggal karena kanker sebelum Mirna masuk dalam kehidupan kami. Sebenarnya, tanpa mereka, aku benar-benar akan jadi orang tua yang kesepian. Aku masih sangat merindukan isteriku, dan bila aku terlalu meratapi itu, aku pikir, kesepian itu akan memakanku. Tapi pekerjaanku di perkebunan dan kunjungan mereka, telah menyibukkanku. Terlalu sibuk untuk sekedar patah hati, dan terlalu sibuk untuk mencari wanita dalam hidupku lagi. Aku tak terlalu memusingkan kerinduanku pada sosok wanita. Tak terlalu.<br />
<br />
Bayi mereka lahir, dan menjadi penerus keturunan keluarga kami. Kami sangat menyayanginya. Dan kehidupan terus berjalan, Yoyok melanjutkan pendidikannya untuk gelar MBA, dan Mirna bekerja sebagai teller di sebuah bank swasta. Kunjungan mereka padaku tak berubah sedikit pun, cuma bedanya sekarang mereka sering membawa beberapa bingkisan juga. Tentu saja, di samping itu juga perlengkapan bayi, beberapa popok, mainan dan makanan bayi.<br />
<br />
Beberapa bulan lalu Mirna dan bayi mereka datang saat Yoyok masih di kelasnya. Dia duduk disana menggendong bayinya di lengannya. Dia sedang berusaha untuk menidurkan bayinya. Aku tak tahu bagaimana, tapi pemandangan itu entah bagaimana menggelitik kehidupan seksualku.<br />
<br />
"Jadi, ayah, kapan ayah akan segera menikah lagi?" dia bertanya dengan getaran pada suaranya.<br />
<br />
<br />
"Aku tak tahu. Aku kelihatannya belum terlalu membutuhkan kehadiran seorang wanita dalam hidupku. Lagipula, aku telah memiliki kalian yang menemaniku."<br />
<br />
<br />
"Aku tidak bicara tentang teman. Aku sedang bicara soal seks." matanya mengedip ke arahku saat dia bicara.<br />
<br />
<br />
"Apa?"<br />
<br />
<br />
"Ayah tahu, seks." dia hampir saja tertawa sekarang.<br />
<br />
<br />
"Saat pria dan wanita telah telanjang dan memainkan bagiannya masing-masing?"<br />
<br />
<br />
"Ya, aku tahu seks," aku membela diri.<br />
<br />
<br />
"Lagipula kamu pikir darimana suamimu berasal?"<br />
<br />
<br />
"Yah, aku hanya khawatir ayah sudah melupakannya. Maksudku, apa ayah tak merindukannya?"<br />
<br />
<br />
"Terima kasih atas perhatianmu, tapi aku sudah terlalu tua untuk hal seperti itu."<br />
<br />
<br />
"Hei! Pria tak pernah bosan dengan hal itu. Setidaknya begitulah dengan puteramu."<br />
<br />
<br />
"Anakku jauh lebih muda dariku, dan dia mempunyai seorang isteri yang cantik."<br />
<br />
<br />
"Terima kasih, tapi aku masih tetap menganggap ayah membutuhkannya," dia menekankan suaranya pada kata 'ayah'.<br />
<br />
<br />
"Terima kasih sudah ngobrol," kataku, masih terdengar sengit.<br />
<br />
Ada sedikit jeda pada perbincangan itu, saat dia masih menekan kehidupan seksualku. Aku pikir bukanlah urusannya untuk mencampuri hal itu meskipun kadang aku membayangkannya juga. Dia pandang bayinya, yang akhirnya tertidur, dan memberinya sebuah senyuman rahasia, sepertinya mereka berdua akan berbagi sebuah rahasia besar. Masih memandangnya, tapi dia berbicara padaku..<br />
<br />
"Ayah boleh memilikiku jika ayah menginginkanku."<br />
<br />
<br />
"Apa!!?"<br />
<br />
<br />
"Aku serius." Mirna menatapku.<br />
<br />
<br />
"Ayah boleh memilikiku. Ayah adalah seorang pria yang tampan. Ayah membutuhkan seks. Di samping itu, aku bersedia, kan?"<br />
<br />
Aku pikir dia sedang bercanda. Tapi wanita yang menggoda ini tidak sedang main-main. Tapi tetap saja tak mungkin aku melakukannya dengan isteri dari anakku.<br />
<br />
"Terima kasih atas tawarannya, tapi kupikir aku akan menolaknya." suaraku terdengar penuh dengan keraguan saat mengucapkannya.<br />
<br />
Mirna mencibirkan bibir bawahnya, aku tak bisa menduga apa yang sedang dirasakannya. Dia tetap terlihat menawan, dan aku merasa Yoyok sangat beruntung. Dia bicara dengan pelan..<br />
<br />
"Lihatlah, Yoyok tak akan tahu. Maksudku, aku tak akan mengatakannya kalau ayah juga begitu. Dan bukannya aku menawarkan diriku pada setiap lelaki yang kutemui. Aku bukan wanita seperti itu dan aku bisa mengatur untuk sering berkunjung kemari. Dan aku tahu ayah menganggapku cukup menggoda, kan, sebab aku sering melihat ayah memandangi pantatku."<br />
<br />
Aku tak mungkin menyangkalnya. Mirna mungkin tak terlalu tinggi, tapi dia memiliki bongkahan pantat yang indah di atas kedua kakinya.<br />
<br />
"Ya, pantatmu memang indah. Tapi itu bukan berarti kalau aku ingin berselingkuh dengan menantuku sendiri." Dia berhenti sejenak, tapi Mirna tak akan menyerah begitu saja.<br />
<br />
<br />
"Yah, tapi jangan lupa, Ayah boleh mendapatkanku jika ingin."<br />
<br />
Dan itulah awal dari semua ini..<br />
<br />
Seiring minggu yang berlalu, entah di sengaja atau tidak, dia seakan selalu menggodaku, membuat puting susunya menyentuh dadaku saat dia menyerahkan bayinya padaku. Atau dia masukkan jarinya di mulutnya saat Yoyok tak melihat, dan menghisapnya dengan pandangan penuh kenikmatan padaku. Suatu waktu dia duduk di lantai dengan kaki menyilang dan sedang bermain dengan bayinya, dia memandangku tepat di mata, tersenyum, dan menyentuh pangkal pahanya di balik celana jeansnya. Aku tak akan melupakan itu. Dan dia entah bagaimana selalu menemukan cara untuk berduaan denganku walaupun sesaat, dan dia memberiku ciuman singkat yang penuh gairah, tepat di bibir. Itu semua dilakukannya berulang-ulang.<br />
<br />
"Ayah boleh mendapatkanku jika ingin," dia berbisik di belakang Yoyok saat suaminya itu sedang memasukkan DVD pada player.<br />
<br />
<br />
"Ayah boleh mendapatkanku jika ingin," dia berbisik saat mendekat untuk menyodorkan minuman padaku.<br />
<br />
<br />
"Ayah boleh mendapatkanku jika ingin," dan dia selalu kembali membisikkannya setiap kali dia berpamitan.<br />
<br />
Sekarang, aku bukanlah terbuat dari batu, dan aku tak akan bilang tingkah lakunya itu tidak memberikan pengaruh terhadapku. Mirna sangat manis dan mungil, dan melahirkan bayinya tak membuatnya berubah seperti kebanyakan wanita. Dia tetap langsing, dan manis, dan dia menawarkan dirinya untuk kumiliki. Tapi aku tak akan memulai tidur dengan menantuku sendiri, tak peduli semudah apapun itu. Setidaknya itulah yang tetap kukatakan pada diriku sendiri.<br />
<br />
Beberapa minggu yang lalu kami semua berkumpul di rumahku untuk melihat pertandingan bola. Aku mengambil beberapa kaleng minuman dan sedang berada di dapur untuk menyiapkan beberapa makanan ringan saat Mirna muncul dari balik pintu itu.<br />
<br />
"Hai!" sapanya, membuka pintu dan masuk ke dapur.<br />
<br />
<br />
"Ayah sudah siap untuk pertandingan nanti?"<br />
<br />
<br />
"Hampir. Aku sedang membuat makanan untuk keluarga besar kita, dan aku punya beberapa wortel untuk cucuku. Aku pikir dia akan suka dan warnanya sama dengan kesebelasan yang akan bertanding nanti, kan?"<br />
<br />
<br />
"Aku pikir dia tak akan peduli. Di samping itu bukankah ada hal lebih baik yang bisa ayah kerjakan untukku?" Mirna tertawa.<br />
<br />
<br />
"Jangan menggodaku. Aku seorang kakek dan aku akan lakukan apa yang menurutku akan disukai oleh cucuku."<br />
<br />
Aku memandangnya. Mirna berdiri di sana memakai bandana merah kesukaannya diatas rambutnya yang sebahu. Dia memakai kaos yang sedikit ketat yang tak sampai ke pinggangnya, dan pusarnya mengedip padaku di balik kaosnya. Kancing jeansnya membuatnya kelihatan seperti anak-anak di era bunga tahun 60-an, dan dia memakai sandal dengan bagian bawah yang tebal yang mana menjadikannya lebih tinggi tiga inchi. Kuku kakinya dicat merah senada dengan lipstiknya, dan itu menjadi mencolok dengan sangat menarik di balik denimnya.<br />
<br />
Dia selalu suka mengenakan perhiasan, dan dia memakainya pada leher, telinga, pergelangan tangan dan bahkan di jari kakinya. Dia membuatku berandai-andai jika saja aku masih remaja, jadi aku dapat memacari gadis sepertinya. Mungkin suatu waktu nanti aku harus pergi ke kampus dan mencari gadis-gadis. Khayalanku terhenti saat menyadari kalau Yoyok dan bayinya ternyata tidak mengikutinya masuk.<br />
<br />
"Mana anggota keluargamu yang lainnya?" aku bertanya ingin tahu.<br />
<br />
<br />
"Mereka akan segera datang. Yoyok pergi ke toko perkakas untuk membeli peralatan mesin cuci yang rusak. Dia ingin membawa serta anak kami. 'Perjalanan ke toko perkakas yang pertama bersama ayah', kurasa yang dikatakannya padaku." dia tersenyum.<br />
<br />
<br />
"Apa ayah mempermasalahkan saat pertama kalinya mengajak Yoyok ke toko perkakas?"<br />
<br />
<br />
"Aku tak ingat," aku berkata dengan garing. Mirna mendekat padaku, dan menaruh tangannya melingkari leherku.<br />
<br />
<br />
"Ini kesempatan ayah. Ayah boleh mendapatkanku jika ingin."<br />
<br />
Mirna memandangku tepat di mata dan mengangkat tubuhnya dan menciumku panjang dan keras. Aku ingin mendorongnya, tapi aku tak tahu dimana aku harus menaruh tanganku. Aku tak mau menyentuh pinggang telanjang itu, dan jika aku menaruh tanganku di dadanya aku pasti akan menyentuh puting susunya. Saat aku terkejut dan bingung, aku temukan diriku menikmati ciumannya. Ini sudah terlalu lama, dan aku merasa telah lupa akan rasa lapar yang mulai tumbuh dalam diriku. Akhirnya aku menghentikan ciuman itu, mundur dan melepaskan tangannya dari leherku.<br />
<br />
"Kita tak boleh melakukannya." aku mencoba menyampaikannya dengan lembut, tapi aku takut itu kedengaran seperti rajukan.<br />
<br />
<br />
"Ya kita boleh."<br />
<br />
Mirna kembali menaruh lengannya di leherku dan mendorong bibirku ke arahnya. Ada gairah yang lebih lagi di ciuman kali ini, dan akhirnya penerimaanku. Kali ini saat kami berhenti, ada sedikit kekurangan udara di antara kami berdua, dan aku semakin merasa sedikit bimbang. Mirna memandangku dengan binar di matanya dan sebuah senyuman di bibirnya.<br />
<br />
"Ayah menginginkanku. Aku bisa merasakannya. Ayah tak mendapatkan wanita setahun belakangan ini, dan ayah tak mempunyai tempat untuk melampiaskannya. Dan aku menginginkan ayah. Jadi ambillah aku."<br />
<br />
Pada sisi ini aku tak mampu berkomentar. Aku menginginkannya. Tapi aku tak dapat meniduri menantuku, bisakah aku? Tapi aku menginginkan dia. Aku merasa pertahananku melemah, dan saat Mirna menciumku lagi, aku jadi sedikit terkejut saat menyadari diriku membalas ciumannya dengan rakus.<br />
<br />
"Mm. Itu lebih baik," katanya saat kami berhenti untuk mengambil nafas.<br />
<br />
Mirna menarik tangannya dari leherku dan mulai melepaskan kancing celanaku saat menciumku kembali. Lalu dia mundur jadi dia bisa melihat saat dia melepaskan kancing jeansku, menurunkan resletingnya, dan merogoh ke dalam untuk mengeluarkan barangku. Aku terkejut saat melihat itu jadi tampak lebih besar di genggaman tangannya yang kecil. Itu sudah tak disentuh wanita selama setahun, dan bereaksi dengan cepat, menjadi keras dan cairan precumnya keluar saat dia mengocoknya dengan lembut. Mirna mundur dan duduk pada pantatnya. Saat kepalanya turun, dia menempatkan bibirnya di pangkal penisku yang basah.<br />
<br />
"Aku rasa aku menyukai bentuknya," bisiknya.<br />
<br />
Lalu kemudian dia membuka mulutnya dan dengan perlahan memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Ke dalam dan lebih dalam lagi penisku masuk dalam mulutnya yang lembut, hangat dan basah, dan aku merasa berada di dalam vagina yang basah dan kenyal saat lidahnya menari di penisku. Akhirnya aku merasa telah berada sedalam yang kumampu, bibirnya menyentuh rambut kemaluanku dan kepala penisku berada entah di mana jauh di tenggorokannya.<br />
<br />
Penisku tanpa terasa mengejang, dan pinggangku bergerak berlawanan arah dengannya, dan bersiap untuk menyetubuhi wajahnya. Tapi Mirna perlahan menjauhkan mulutnya dariku, menimbulkan suara seperti sedang mengemut permen. Saat dia bangkit untuk menciumku lagi, aku mengarahkan tanganku di antara pahanya. Aku gosok jeansnya dan dia menggeliat karenanya.<br />
<br />
"Mm, itu nikmat," katanya.<br />
<br />
<br />
"Tapi biar aku membuatnya jadi lebih mudah.", lanjutnya.<br />
<br />
Mirna melepaskan kancing celananya dan menurunkan resletingnya, memperlihatkan celana dalam katunnya yang bergambar beruang kecil. Diturunkannya celananya dan melepaskannya dari tubuhnya. Kami melihat ke bawah pada area gelap dibawah sana dimana kewanitaannya bersembunyi, dan kemudian aku sentuh perutnya yang kencang dan terus menurunkan celana dalamnya.<br />
<br />
Mirna mengerang dalam kenikmatan saat tanganku mencapai sasarannya dibalik celana dalamnya. Vaginanya serasa selembut pantat bayi, dan aku sadar kalau dia pasti telah mencukurnya sebelum kemari. Terasa basah dan licin oleh cairan kewanitaannya dan membuatku kagum bahwa itu tak menimbulkan bekas basah di luar jeansnya. Saat tanganku menyelinap ke balik bibir vaginanya dan menyentuh klitorisnya yang mengeras, dia memejamkan matanya dan menekan berlawanan arah dengan jariku.<br />
<br />
Mirna menaruh salah satu tangannya di leherku dan mendorong kami untuk ciuman intensif berikutnya saat tangannya yang lain mengocok penisku dan tanganku terus bergerak dalam lubang basahnya. Saat kami berhenti untuk bernafas, Mirna mundur dan mengatakan sesuatu yang mengejutkan..<br />
<br />
"Yoyok datang!"<br />
<br />
Aku segera melepasnya dan menuju jendela. Ya, mobil Yoyok terlihat di jalan sedang menuju kemari. Mirna pasti melihatnya melewati bahuku saat kami saling mencumbui leher. Tiba-tiba perasaan bersalah datang menerkam karena hampir saja ketahuan. Aku tak percaya apa yang hampir saja kami lakukan. Dengan tergesa-gesa aku kenakan kemabali celanaku, tapi Mirna menghentikanku dan menangkap tanganku dan melanjutkan kocokannya.<br />
<br />
"Hei, tidak boleh. Tak semudah itu ayah boleh mengakhirinya. Aku telah menunggu terlalu lama untuk ini."<br />
<br />
<br />
"Tapi Yoyok hampir datang! Dia akan melihat kita!" Mirna mengeluarkan penisku dan berjalan ke arah meja dapur.<br />
<br />
<br />
"Ini perjanjiannya," katanya.<br />
<br />
<br />
"Aku tak akan mengadu pada Yoyok tentang apa yang baru saja kita lakukan kalau ayah dapat dapat mengeluarkan seluruh sperma ayah yang panas dalam vaginaku sebelum dia sampai kemari." Sambil berkata begitu, dia menurunkan celananya hingga lutut dan membungkuk di meja itu.<br />
<br />
<br />
"Dia segera datang!" hampir saja aku teriak.<br />
<br />
<br />
"Tidak." Mirna membentangkan kakinya sejauh celananya memungkinkan dan dia memandangku lewat bahunya.<br />
<br />
<br />
"Dia harus menggendong bayi dan mengeluarkan semua barangnya. Biasanya dia memerlukan beberapa menit. Sekarang kemarilah dan setubuhi aku."<br />
<br />
Mirna telah telanjang dari pinggang hingga kaki, dan dia memohon padaku agar segera memasukkan diriku dalam tubuhnya. Aku menatap dua lubang yang mengundang itu. Pantatnya begitu kencang dan aku tak terusik saat melihat lubang anusnya yang berkerut kemerahan, dan di bawahnya, bibir vaginanya yang merah, terlihat mengkilap basah. Kakinya tak sejenjang model, tapi lebih kecil dan terasa pas, dan aku membayangkan bercinta dengannya beberapa jam. Tanggannya bergerak ke belakang di antara pahanya dan menempatkan tangannya pada vaginanya. Dengan dua jarinya dilebarkannya bibir vaginanya hingga terbuka, dan aku dapat melihat lubang merah mudanya mengundang penisku agar segera masuk.<br />
<br />
"Ayo," katanya.<br />
<br />
<br />
"Ambil aku."<br />
<br />
Aku tak tahu apa dia sedang bercanda saat mengatakannya. Yoyok atau bukan, rangsangan ini lebih dari cukup untuk mereguk birahinya. Aku melangkah ke belakang menantuku dan menempatkan penisku di kewanitaannya. Saat aku mendorong penisku melewati lubang surganya yang sempit, aku dapat merasakan jari Mirna menahannya agar tetap terbuka, dan dia melenguh saat aku memegang pinggangnya dan memasukkan penisku padanya.<br />
<br />
Mirna telah sangat basah hingga aku dengan mudah melewati vagina mudanya yang sempit. Aku mulai mengayunkan barangku di dalamnya, sebagian didorong oleh nafsu akan tubuh menggairahkannya dan sebagian oleh rasa takut jika Yoyok memergoki kami. Mirna mengerang, dan aku dapat merasakan jarinya menggosok kelentit dan bibir vaginanya sendiri. Nafasnya mulai tersengal, dan setelah beberapa goyangan dariku, dia segera orgasme. Suara rengekan pelan keluar dari bibirnya saat dia mencengkeram pinggiran meja dengan kuat, dan letupan orgasmenya menggoncang kami berdua saat aku menghentaknya.<br />
<br />
Itu cukup untuk menghantarku. Aku tak berhubungan dengan wanita dalam setahun ini, dan aku belum pernah mendapatkan yang sepanas Mirna. Aku menahan nafas dan mendorong seluruh kelaki-lakianku ke dalam dirinya. Kami mematung, dan kemudian spermaku menyemprot dengan hebat jauh di dalamnya. Serasa aku telah mengguyurnya dengan sperma yang panas. Dia mengerang dalam nikmat, menggetarkan pantatnya di seputar penisku saat aku mengosongkan persediaan benihku. Dia melemah seiring dengan habisnya spermaku, dan kami akhirnya berhenti bergerak, kecuali untuk mengambil nafas.<br />
<br />
Takut Yoyok akan datang sebelum kami sempat melepaskan diri, aku keluarkan diriku darinya dengan bunyi plop yang basah, lalu mundur menjauh dan mengenakan celanaku. Mirna masih tetap berbaring tertelungkup di atas meja merasakan kehangatan sperma, pantat telanjangnya masih tetap memanggilku. Aku lihat spermaku dan cairannya mulai meleleh keluar dari vaginanya. Aku palingkan muka dan melihat Yoyok hampir sampai di pintu belakang, bayi di tangan yang satu dan belanjaan di tangan lainnya. Aku berbalik dan memohon pada Mirna.<br />
<br />
"Ayolah!" kataku.<br />
<br />
<br />
"Kamu telah dapatkan keinginanmu. Dia hampir sampai kemari."<br />
<br />
Mirna bangkit, tatapan matanya masih kelihatan linglung. Dia bergerak ke depanku, menjadikanku sebagai penghalang dari pandangan suaminya saat dia dengan tergesa-gesa memakai celananya.<br />
<br />
"Apa kalian sudah siap untuk pertandingannya?" tanya Yoyok sambil membuka pintu.<br />
<br />
<br />
"Ya," aku menjawab dari balik punggungku saat aku diam untuk menghalangi Mirna yang menaikkan resletingnya. Setelah dia selesai, aku segera berbalik untuk menyambut Yoyok.<br />
<br />
<br />
"Ini," katanya, menyodorkan bayinya padaku dan meletakkan belanjaannya di atas meja dapur.<br />
<br />
<br />
"Urus ini, aku akan mengambil popok bayi."<br />
<br />
Yoyok melangkah ke pintu yang masih terbuka, dan aku menghampiri Mirna. Dia masih terlihat sedikit linglung.<br />
<br />
"Tadi hampir saja," kataku.<br />
<br />
<br />
"Mari, biar aku yang menggendongnya."<br />
<br />
Aku berikan bayinya. Mirna memberiku pemandangan seraut wajah dari seorang wanita yang puas sehabis bercinta, dan memberiku ciuman yang basah.<br />
<br />
"Masih ada satu hal lagi yang harus kuketahui," katanya.<br />
<br />
<br />
"Apa itu?"<br />
<br />
<br />
"Kalau aku ingin lagi, bisakah aku mendapatkannya besok?"<br />
<br />
Dan dia melenggang begitu saja tanpa menunggu jawabanku yang hanya melongo bengong. Dia yakin kalau aku akan bersedia..Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-64405338438670995412012-03-12T20:51:00.006-07:002012-03-14T05:18:38.726-07:00ayahku tercintaPertama kali aku ingin mengenalkan diriku sebagai Caroline. Aku sekarang ingin menceritakan pengalaman pertamaku sehingga aku menjadi menyukai berhubungan seks dengan laki-laki yang lebih tua 10-15 tahun dariku. Aku adalah seorang wanita yang berusia 20 tahun di tahun 2000 ini. Ibuku adalah asli orang Indonesia karena dia dilahirkan di Bandung sedangkan ayahku adalah pendatang dari Shanghai sehingga aku bisa berkomunikasi dalam banyak bahasa dan logat termasuk bahasa Mandarin dan bahasa Sunda. Aku boleh berbangga karena banyak sekali cowok-cowok di kampusku yang mengejarku bahkan ada yang terang-terangan ingin menjadikanku sebagai pacar mereka mungkin disebabkan karena wajahku yang seperti campuran Cecilia Cheung (mesti nonton FLY TO POLARIS jika ingin tahu siapa dia) dan almarhum Nike Ardilla, tetapi aku menolak mereka karena aku ingin menuruti semua perintah orang tuaku untuk memilih kuliah daripada pacaran.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Di antara ayah dan ibuku, aku sangat mengagumi ayahku karena dia termasuk orang yang gigih bekerja dari situasi yang tidak memiliki apa-apa menjadi seseorang yang bisa dianggap cukup kaya dan mewah. Tentu saja, aku sebagai anaknya bahagia dan salut kepada jiwa pantang menyerah ayahku itu. Hal ini membuatku menjadi semakin akrab dan menumbuhkan keinginan untuk mencari kekasih seperti ayahku. Mungkin hal ini pula yang membuatku tetap single karena tidak ada laki-laki di kampusku yang seperti dia. Sejujurnya rata-rata laki-laki di kampusku di Universitas **** (edited) yang aku kenal tidak mempunyai prinsip pemikiran masa depan bahkan ada beberapa dari mereka lebih menyukai kenikmatan Narkoba yang membuatku menjadi benci dengan mereka.<br />
<br />
Pada suatu hari menjelang hari raya, ibuku pergi bersama temannya untuk pergi keluar negeri dan aku hanya di rumah bersama ayahku (oh ya, sebelum aku lupa, kami sekeluarga memiliki agama yang berbeda dan aku sendiri tidak tahu bagaimana bisa terjadi). Sebelum pergi ke luar negeri, ibuku menyuruh ayahku untuk menjagaku dan dirinya sendiri.<br />
<br />
Setelah kepergian ibuku ke luar negeri bersama temannya, ayahku menjadi lebih sering mengurung diri dan dia jarang sekali keluar rumah sampai suatu ketika, aku iseng-iseng mengintip kegiatannya sehingga terjadi hal yang indah tersebut. Suatu sore, aku curiga sama ayahku karena selama seharian dia tidak keluar dari kamarnya dan aku takut terjadi apa-apa dengannya, sehingga aku memutuskan untuk mengintip dari pintu kamarnya. Ketika aku membuka pintu itu sedikit demi sedikit, aku sempat terbengong ketika mendengar dan melihat ayahku sedang menonton Blue Film dengan posisi setengah telanjang. Kulihat dengan jelas bahwa ayahku sedang mengocok dengan penuh ritme kemaluannya yang tidak begitu terlihat olehku karena dia sedang membelakangiku.<br />
<br />
Desahan ayahku yang bercampur oleh suara TV membuatku mengalami perasaan gelisah (mungkin aku menjadi terangsang barangkali ya) sehingga pintu menjadi terbuka lebar dan ayahku cepat-cepat menghentikan aksinya dan mematikan TV. Dia sempat marah karena aku mengganggu aktifitasnya. Aku merasa bersalah dan aku menanyakan apa yang bisa kuperbuat untuknya. Akhirnya dia menjawab bahwa aku mesti dihukum dengan menuruti kemauannya dan aku tentu saja menolaknya karena bagaimanapun dia adalah ayah kandungku. Melihat penolakanku, ayahku tampaknya kesal dan hanya mencuekiku saja dan kembali menonton film itu tanpa peduli bahwa anaknya satu-satunya berada di dekatnya.<br />
<br />
Selama film itu berlangsung, aku hanya diam saja dan aku tampaknya sudah terbuai dengan film itu karena aku sempat menelan ludahku berkali-kali dan aku merasakan celana dalamku sudah basah oleh cairan kewanitaanku apalagi disaat aku kembali melihat ayahku mengocok kemaluannya yang semakin lama semakin besar. Entah setan dari mana, aku tiba-tiba saja memeluknya dari samping dan menempelkan payudaraku di tangannya. Ayahku berhenti dan memandangku, dia tidak menolak, tidak berkomentar apapun. Dari dekat wajahnya sudah tampak guratan-guratan kulit tuanya, dihiasi kumis yang mulai tampak uban satu dua. Tampaknya beliau salah tingkah harus bersikap apa, aku kan anaknya.<br />
<br />
Beliau tampak memandangiku dan perlahan-lahan menggerakkan tangannya menjamah payudaraku dan meremasnya perlahan sekali. Aku jadi agak risih, meskipun tidak menolak juga. Dia menangkupkan telapak tangannya di gunung itu dan menekannya sambil meremasnya. Caranya agak lain tetapi entah kenapa aku merasakan sesuatu yang lain yang mulai mengaliri tubuhku.<br />
<br />
Untuk orang seumur ayahku kemaluannya mungkin terlihat masih kokoh. Panjangnya mungkin sekitar 17 atau 18 cm, agak tebal kulitnya, terus ada urat besar di sisi kiri dan kanan yang terlihat seperti ada cacing di dalam kulitnya. Kepala batangnya tampak kompak (ini istilahku!), penuh dan agak berkerut-kerut. Garis lubangnya tampak seperti luka irisan di kepala kemaluannya. Aku memegangnya perlahan, terasa ada sedikit kedutan terutama di bagian uratnya. Lingkaran genggamanku tampak tak tersisa memenuhi lingkaran batangnya. Ternyata beliau memang hebat meski sudah berumur. Aku mulai menggerakkan tanganku mengocok batangnya itu, saat itu yang terpikir segeralah beliau ejakulasi terus menyelesaikan urusan lainnya.<br />
<br />
Eh tidak tahunya setelah beberapa lama, ayahku bangkit dan mendorongku perlahan-lahan sehingga berbaring di ranjang. Beliau bangkit dan mengunci pintu. Aduh jangan.. jangan.. Entah terpengaruh apa, aku sudah tidak ingat lagi batasnya. Ayahku perlahan-lahan menggerayangi tubuhku dimulai dari payudaraku. Beliau menarik kaos ketat dan bra-ku ke atas sehingga berada di atas gundukan payudaraku yang menyebabkan payudaraku terlepas dan tanpa perlindungan. Jemarinya mulai meremas-remas payudaraku dan memilin-milin putingnya. Saat itu separuh tubuhku masih belum total terhanyut tetapi ternyata ayahku jagoan juga dan mungkin karena alasan ini ibuku menyayanginya. Dalam waktu mungkin kurang dari 10 menit aku mulai mengeluarkan suara mendesis yang tak bisa kutahan. Kulihat dia tersenyum. Dan menghentikan aktivitasnya. Tiba-tiba aku merasakan sabuk celanaku dibuka. Belum selesai berpikir aku merasakan hawa dingin AC di kulit pahaku yang artinya celanaku telah lepas. Beberapa saat kemudian aku merasakan tarikan lembut di pahaku yang berarti celana dalamku pun telah dilepas. Aku masih terhanyut oleh rasa nikmat dari ayahku di payudaraku tadi dan tak tahu harus bagaimana.<br />
<br />
Tiba-tiba aku merasakan sepasang jemari menjembeng (membuka ke kiri dan ke kanan) bibir-bibir kemaluanku. Dan yang dahsyat lagi aku merasakan sebuah benda tumpul dari daging mendesak di tengah-tengah bentangan bibir itu. Aku mulai sedikit panik karena tidak mengira akan sejauh ini tetapi tentu saja aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku sendiri yang memulainya tadi dan juga aku sangat mengagumi ayahku dan sangat menyayanginya. Sementara itu batang kemaluan ayah kandungku mulai mendesak masuk dengan mantap. Untuk orang seusia dia, boleh juga. Aku mulai merasakan perasaan penuh di kemaluanku dan semakin penuh seiring dengan semakin dalamnya batang itu masuk ke dalam liangnya. Sedikit suara lenguhan kudengarkan dari beliau ketika seluruh batang itu amblas masuk.<br />
<br />
Aku sendiri tidak mengira batang sebesar dan sepanjang tadi bisa masuk seluruhnya. Rasanya seperti terganjal dan untuk menggerakkan kaki saja rasanya agak susah. Sesaat keherananku yang sama muncul ketika melihat film biru dimana adegannya seorang cewek berada di atas cowoknya dan bisa bergerak naik turun dengan cepat. Padahal ketika seluruh batang kemaluan itu masuk, bergerak sedikit saja terasa aneh bagiku. Beberapa saat kemudian ayahku mulai menarik perlahan batang kemaluannya dan aku merasakan gesekan yang terasa agak geli di dinding lubangku. Sedikit demi sedikit aku mulai merasa nyaman. Beliau terus bergerak dan sayang belum sampai 10 gerakan tusuk dan tarik, beliau menarik batang kemaluannya dan mengocoknya sendiri dan mengarahkannya ke meja yang tidak jauh dari ranjangnya. Sementara aku sendiri masih dalam kondisi menggantung, ketika semprotan-semprotan ganas itu terlontar seperti semprotan pemadam kebakaran. Ayahku tampak melenguh-lenguh tertahan ketika dari ujung kemaluannya menyemprot-nyemprotkan tak kurang dari 8 kali semprotan cairan putih kental, padahal tangannya hanya bergerak mengocok sekali untuk dua kali semprotan. Tampak dahsyat sekali yang dialami ayahku. Sementara aku sendiri betul-betul masih menggantung, posisiku bahkan belum berubah, mengangkang di ranjang, sehingga dari sebelah meja kerja ayahku pastilah selangkanganku tampak terlihat jelas.<br />
<br />
Ayahku duduk di ranjang di depanku sambil memegangi kepala kemaluannya yang tampak memerah. Diliriknya selangkanganku terus di rebahkannya dirinya di sana. Beberapa saat berlalu. Tiba-tiba di tengah kegamanganku, kesadaran moralku muncul. Aku bangkit dan mengambil pakaianku, memakainya cepat-cepat, merapikan rambut, terus duduk menunduk. Dan berucap, "Aku minta maaf Pi, aku nggak sengaja!" Ayahku hanya tersenyum kepadaku dan langsung menjawab ucapanku tadi, "Bantuin aku membersihkan ini, ya!" dia mengambil kain dan tissue dan mulai membersihkan sisa-sisa di atas meja dan sofa tadi. Aku mengambil tissue dan mulai ikut membersihkan, sekali aku memandanginya dan tanpa sadar beliau memandang balik dan kami saling berpandangan beberapa lama.<br />
<br />
Setelah bersih aku berniat keluar kamarnya untuk mandi. Entah kenapa, dia membukakan pintu, dan sebelumnya dia membisikkan kata-kata ini. "Terima kasih anakku sayang, maaf Papi terlalu cepat, mungkin habis kamu mandi aku bisa memperbaikinya, kamu mandi dulu gih dan Papi juga mau mandi nih." Hahh.. habis mandi? Ya.. ampun..! Masih dengan perasaan menggantung, aku berjalan menyusuri ruang tengah itu dan menuruni tangga untuk menuju ke kamar mandi untuk mandi. Setiap gerak langkah kakiku menggesekkan perasaan geli dan entah apa yang membuatku kadang-kadang menggelinjang sendiri. Mungkin karena sebenarnya aku pun menyimpan keinginan itu di bawah sadar sehingga -sama seperti ayahku- ketika ada penyaluran yang dibutuhkan adalah penyaluran total.Ketika aku mandi, terlupakan sudah perasaan menggantung tadi, meskipun kadang-kadang kalau secara tidak sengaja saat mandi, menyabuni selangkanganku terasa begitu nyaman. Tiba-tiba saja rasa was-was muncul di hatiku, jangan-jangan aku mengidap kelainan (maksudku ayahku kan hampir 20 tahun lebih tua dariku, dan aku bernafsu padanya!). Atau mungkin hanya karena 'itunya' Ayahku yang tampak mempesona apalagi aku baru pertama kali merasakan kemaluan laki-laki (aku kehilangan perawan ketika waktu aku masih kecil karena aku suka sekali naik sepeda dan aku pernah jatuh dari sepeda sehingga hal ini merusak perawanku dan itu mungkin kenapa aku tidak mengeluarkan darah perawan ketika berhubungan dengan ayahku). Sampai suatu saat aku merasakan beberapa jemari meraba payudara dan paha bagian dalamku. Aku segera tersadar tapi ayahku telah merangkul anak kandungnya sendiri secara erat dari belakang. Entah bagaimana aku telah berada di pangkuannya di atas toilet bowl. Pantatku terasa sedang menduduki sesuatu yang keras.<br />
<br />
Sementara tangan satunya sedang mengelus bagian paha dalamku hanya sekian centimeter dari area kemaluanku. "Pi.. jangan.. Tolong.. Pi!" Entah bagaimana kedengarannya kalimatku tadi, bernada menolak atau malah terhanyut. Yang pasti sentuhan di kedua titik tererotis dari tubuhku itu, seperti mengalirkan daya penghanyut yang dahsyat. Jadi sementara sebagian akalku menolak perbuatan papiku itu, seluruh tubuhku yang lain mulai terhanyut total. Ketika dari bibirku keluar kalimat-kalimat penolakan dan tanganku mulai bergerak memberontak, seluruh bagian yang tubuh yang lain malah pasrah dan terutama pahaku yang mulai terasa kesemutan mengiringi rasa seperti ingin kencing dari selangkanganku setiap kali jemari papiku menyapu seluruh permukaan kemaluanku yang tertutup oleh bulu-bulu pubic-ku yang banyak dan halus.<br />
<br />
Akhirnya kira-kira seperempat jam kemudian seluruh tubuhku hanyut luruh, bahkan dari bibirku keluar suara mendesis dan rengekan manja setiap kali ayahku berbuat sesuatu di bagian tubuhku tadi. Mungkin kelebihan dari mereka yang telah berumur seperti ayahku di antaranya ialah kesabarannya dalam melakukan seluruh proses hubungan intim, tidak asal ingin segera menyelipkan itunya saja seperti kebanyakan anak-anak muda dan hal ini yang akhirnya membuat saya menjadi tergila-gila bersenggama dengan orang yang berusia seperti ayahku. Aku menyandarkan punggungku di atas dadanya. Sementara itu terasa bagiku sebuah silinder panjang, keras dan hangat, berdenyut-denyut di antara kedua bongkahan pantatku.<br />
<br />
Ayahku menghentikan aktivitasnya dan berbisik lagi, "Kita ke kamar saja ya!" Beliau mendorongku berdiri dan merangkulku, terus menuntunku masuk ke dalam kamarku yang letaknya bersebelahan kamar mandi itu. Aku seperti tak berdaya mengikuti apa saja yang dilakukannya. Ada dorongan yang sangat kuat mengalahkan segala energi penolakanku. Dibaringkannya aku ditepi ranjang, separuh paha dan kakiku masih terjuntai di lantai sehingga hanya punggung sampai pantat saja yang berbaring di ranjang. Entah bagaimana rasanya laki-laki melihat seorang wanita telanjang bulat dalam keadaan pasrah (siap disenggamai) berbaring dalam posisi seperti posisiku saat itu? Yang pasti aku melihat Ayahku seperti tertegun beberapa saat memandangiku. "Kamu memang sempurna anakku sayang." Aku melihat beliau melepas kaos oblongnya sehingga dapat kulihat tubuh ceking putih itu. Dalam keadaan seperti itu kulihat bahwa dari balik celana pendeknya tampak kemaluannya sudah menegang terlihat dari mencuatnya batangnya itu sehingga terlihat menonjol. Kemudian dibukanya juga celana pendeknya itu sehingga terlihat ayunan batang panjang dan besar itu tampak memerah kepalanya tegak mengacung ke depan di antara kedua pahanya yang ceking.<br />
<br />
"Pii.." aku bahkan tidak tahu memanggilnya untuk apa. Sambil berlutut mendekatkan tubuhnya di antara pahaku, ayahku berbisik, "Sstt.. kamu diam saja, nikmati saja!" katanya sambil dengan kedua tangannya membuka pahaku sehingga selangkanganku terkuak tepat menghadap pinggulnya karena ranjangnya itu tidak terlalu tinggi. Itu juga berarti bahwa sekian saat lagi akan ada sesuatu yang akan menempel di permukaan kemaluanku. Benar saja, aku merasakan sebuah benda tumpul menempel tepat di permukaan kemaluanku. Tidak langsung diselipkan di ujung lubangnya, tetapi hanya digesek-gesekkan di seluruh permukaan bibirnya, membuat bibir-bibir kemaluanku terasa monyong-monyong kesana kemari mengikuti arah gerakan kepala kemaluannya. Tetapi pengaruh yang lebih besar ialah aku merasakan rasa nikmat yang benar-benar bergerak cepat di sekujur tubuhku dimulai dari titik gesekan itu. Beberapa saat ayahku melakukan itu, cukup untuk membuat tanganku meraih tangannya dan pahaku terangkat menjepit pinggulnya. Aku benar-benar menanti puncak permainannya.<br />
<br />
Ayahku menghentikan aktivitasnya itu dan menempelkan kepala kemaluannya tepat di antara bibir labia mayora-ku dan terasa bagiku tepat di ambang lubang kemaluanku. Aku benar-benar menanti tusukannya. Oh.. God.. please! Tidak ada siksaan yang lebih membuat wanita menderita selain dalam kondisiku itu. Yang wanita dan yang sudah pernah melakukan senggama dan menikmatinya, pasti setuju, ya nggak! Akhirnya ayahku benar-benar mendorongkan pinggulnya mendorong terkuaknya lubang kemaluanku oleh batang kemaluannya. Sedikit demi sedikit aku merasakan terisinya ruangan dalam liang kemaluanku. Aku benar-benar tergial ketika merasakan kepala kemaluannya mulai melalui area G-spot-ku, diikuti oleh gesekan dari urat-urat batangnya setelahnya. Aku hanya mengangkang merasakan desakan pinggul ayahku membuka pahaku lebih lebar lagi. "Papi..!" lagi-lagi hanya kata itu yang terucap dari bibirku. Sedikit bergetar aku ketika mengucapkannya. Saat itu seluruh batang kemaluan ayahku telah amblas masuk seluruhnya di dalam liang kemaluanku. Tanpa sengaja aku terkejang seperti menahan kencing sehingga akibatnya seperti meremas batang kemaluan ayahku.<br />
<br />
Beliau bahkan belum lagi bergerak. "Aduhh.. Caroline sayang.. kamu.. hebat sekali!" Ayahku ikutan menegang, mungkin akibat kejangan tadi. Beliau mencengkeramkan kedua tangannya di pinggulku, terasa sedikit kukunya di ujung kulitku. Tapi itu hanya rasa yang kecil saja dibandingkan apa yang terjadi tepat di tengah-tengah tubuhku saat itu. Kakiku masih menjuntai di lantai karpet kamarnya itu. Tanganku memegangi lengannya yang mencengkeram pinggulku. Aku mencakarnya ketika beliau menarik kemaluannya dan belum sampai tiga perempat panjangnya kemudian menghunjamkannya lagi dengan kuat. Aku nyaris menjerit menahan lonjakan rasa nikmat yang disiramkannya secara tiba-tiba itu.<br />
<br />
Begitulah beberapa kali ayahku melakukan hujaman-hujaman ke dalam liang terdalamku tersebut. Setiap kali hujaman seperti menyiramkan rasa nikmat yang amat banyak ke tubuhku. Aku begitu terangsang dan semakin terangsang seiring dengan semakin seringnya permukaan dinding lubang kemaluanku menerima gesekan-gesekan dari urat-urat batang kemaluan ayahku yang seperti akar-akar beringin yang menjalar-jalar itu. Mungkin karena tenaganya yang mungkin sudah tidak sekuat masa mudanya. Biasanya kalau orang bersenggama itu semakin lama semakin cepat gerakannya, ayahku malah semakin melambat sampai pada sebuah irama gerakan yang konstan tidak cepat dan tidak lambat. Tapi anehnya justru bagiku aku semakin bisa merasakan setiap milimeter permukaan kulit kemaluannya. Pada tahap ini, seperti sebuah tahap ancang-ancang menuju ke sebuah ledakan yang hebat, aku merasakan pahaku mulai seperti mati rasa seiring dengan semakin membengkaknya rasa nikmat di area selangkanganku.<br />
<br />
Aku mulai mengejang, kedua tanganku meremas-remas lengannya sesekali mencakarnya, disertai jatuhnya tetesan keringat di dada dan perutku. Aku mulai tidak terkontrol lagi, suaraku terdengar keras sekali. Aku tak perduli lagi. Aku mulai secara tak sadar seperti memerintah ayahku. "Cepatlah.. hh.. Papi.. Caroline sayang sama Papii!" sambil berkata demikian aku bangkit dari berbaringku dan menjepit pinggul ayahku dengan kedua pahaku sementara betisku kuangkat. Aku meraih pinggul ayahku dan menggerak-gerakkannya secara kasar. Ayahku seperti kedodoran menanganiku saat itu, beliau terengah-engah mengikuti gerakan tanganku di pinggulnya. Tapi seperti kuceritakan di atas, beliau luar biasa sekali saat itu. Bayangkan ini sudah hampir 20 menit, beliau terus bergerak kontinyu sampai pada suatu titik, "Ahh.. Pii.. hh.." (aku tidak bisa bercerita lagi pada bagian ini, kakiku mengejang, pinggulku terasa kesemutan rasa nikmat, nafasku memburu cepat, detak jantungku terasa cepat sekali, sementara di bawah sana aku terus merasakan gesekan-gesekan kuat dan mantap dari ayahku).<br />
<br />
Ketika usai, aku masih berbaring di ranjang tetap dengan posisi seperti tadi, tapi kali ini lemas sekali. Lemas yang sangat melegakan tubuhku, seperti separuh tubuhku telah menguap. Aku memandangi langit-langit dan masih tetap belum bisa berpikir jernih. Tiba-tiba aku mendengar bisikan dan sentuhan kulit basah di sampingku. "Caroline anakku, bantuin Papi ya.. menyelesaikan ini!" Aku melirik ke samping dan yang pertama kulihat sebuah batang mengkilat yang tegak mengacung ke atas, separuh pangkalnya tergenggam oleh tangan keriput ayahku. Beliau berbaring tepat di sampingku dan kelihatannya masih belum ejakulasi. Gila apa ini? Ayahku menarik tangan kiriku dan menggenggamkannya di batang kemaluannya itu dan mengarahkannya untuk menggerak-gerakkan kocokan. Aku mengikuti saja, tubuhku masih lemas sekali termasuk kedua tanganku. Jadi kugerakkan saja sekuat tenaga tangan kiriku menggerak-gerakkan kocokan dengan tangan kiri, pandanganku masih ke atas langit-langit. Aku tidak perduli, pokoknya aku seperti menggerakkannya dengan cepat, hingga tak berapa lama kemudian, aku merasakan raupan tangan di dadaku, dan beberapa saat kemudian suara erangan disertai tetesan cairan hangat dan lengket di perut dan seluruh dadaku. Sementara itu di telapak tangan kiriku aku merasakan seperti pompaan-pompaan cepat dan kuat yang mengalir dengan cepat dari dalam tubuh ayahku keluar dengan kuat dari ujung lubang batang kemaluannya yang karena gerakanku mengocok, mengarahkan semprotan ke atas dan jatuh di atas tubuhku. Sensasi dari rasa hangatnya aku rasakan di seluruh kulit tubuhku, diperkuat dengan suara erangan tua dari mulutnya.<br />
<br />
Setelah ia klimaks, kami akhirnya sama-sama tertidur dan saya tertidur di atas dadanya yang masih bidang, sungguh pengalaman yang tidak terlupakan. Kami akhirnya selalu melakukan perbuatan itu sampai sekarang apalagi mamiku masih berada di luar negeri sekarang jadinya kita bebas melakukannya. Papi, jika papi baca ini, Caroline sayang papi. Jika para pembaca ingin mengirimkan e-mailnya kepadaku, silakan saja akan tetapi jika ingin berhubungan seks denganku, sebaiknya lupakan saja karena aku tidak akan pernah membalas e-mail Anda. Tetapi, jika Anda berusia di atas 35 tahun ke atas, aku akan senang hati berhubungan seks dengan Anda.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-65040008045049833662012-03-12T20:50:00.008-07:002012-03-14T05:21:17.376-07:00benih papa mertuaIni berawal saat ibunya sakit dan harus masuk rumah sakit dan Paul harus terbang ke luar kota untuk urusan bisnis yang amat penting. Paul tadinya tak setuju saat Emma meminta papanya, Jack, agar menginap di rumah mereka untuk sementara untuk menemaninya pergi ke rumah sakit, mengatakan padanya bagaimana hal itu akan mengganggu pikirannya karena dia adalah titik penting dalam negosiasi kali ini.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Dan pikiran yang sangat mengganggunya itu adalah karena dia curiga sudah sejak dulu papanya ada 'perasaan lain' pada Emma istrinya. Emma merasa sangat marah pada Paul, karena sangat egois dan dengan perasaan cemburunya itu. Bukan hanya kali ini Paul meragukan kesetiaannya terhadap perkawinan mereka dan kali ini dia merasa telah berada dalam puncaknya.. Dan dia tahu dia akan membuat Paul membayar sikapnya yang menjengkelkan itu.<br />
<br />
Ketika itu terjadi, Jack tiba pada hari sebelum Paul terbang ke luar kota untuk bertemu kliennya. Dia tidak membiarkan kedatangan Jack mengganggu jadwalnya, meskipun dia akan membiarkan papanya bersama Emma tanpa dia dapat mengawasinya selama beberapa hari kedepan. Ini adalah segala yang Emma harapkan dan lebih, ketika dia menyambut Jack dengan secangkir teh yang menyenangkan..<br />
<br />
Dia bisa katakan dari perhatian Jack yang ditunjukkannya pada kunjungan itu. Mata Jack berbinar saat dia tahu Paul akan pergi besok pagi-pagi benar, dan dia mendapatkan Emma sendirian dalam beberapa hari bersamanya. Emma sangat menarik, yang sungguhpun dia tahu sudah tidak punya kesempatan terhadap Emma, dia masih berpegang pada harapannya, dan berbuat yang terbaik untuk mengesankannya, dan menggodanya.<br />
<br />
Emma tersanjung oleh perhatiannya, dan menjawab dengan mengundang bahwa mereka berdua dapat mulai untuk membiarkan harapan dan pemikiran yang telah dia kubur sebelumnya untuk mulai kembali ke garis depan itu.<br />
<br />
Sudah terlambat untuk jam kunjungan rumah sakit sore itu, sehingga mereka akan kembali lagi esok paginya sekitar jam sebelas. Emma menuangkan beberapa gelas wine untuk mereka berdua sekembalinya dari rumah sakit petang itu.<br />
<br />
"Aku harus pergi dan mandi.. Aku kira aku tidak punya waktu pagi nanti".<br />
<br />
<br />
"Oh bisakah Papa membiarkan showernya tetap hidup? Aku juga mau mandi jika Papa tidak keberatan."<br />
<br />
Emma mau tak mau nanti akan menyentuh dirinya di dalam shower, bayangan tangan Jack pada tubuhnya terlalu menggoda dan rasa marah terhadap suaminya sangat sukar untuk dienyahkan dari pikirannya.<br />
<br />
Dia belum terlalu sering mengenakan jubah mandi sutera itu sebelumnya, tetapi memutuskan untuk memakainya malam ini. Hasrat hatinya mendorongnya untuk melakukannya untuk Papa mertuanya, Paul bisa protes padanya jika dia ingin. Terlihat pas di pinggangnya dan dengan tali terikat, membuat dadanya tertekan sempurna. Itu nampak terlalu 'intim' saat dia menunjukkan kamar mandi di lantai atas. Emma meninggalkannya, dan kemudian kembali semenit kemudian.<br />
<br />
"Aku menemukan salah satu jubah mandi Paul untuk Papa" dia berkata tanpa berpikir saat dia membukakan pintu untuknya. Di dalam cahaya yang remang-remang Emma dapat melihat pantatnya yang atletis.<br />
<br />
Mereka duduk bersama di atas sofa, melihat TV. Dan setelah dua gelas wine lagi, Emma tahu dia akan mendorong 'keinginan' manapun yang Jack ingin lakukan. Dia sedikit lebih tinggi dari Paul, maka jubahnya hanya sampai setengah paha berototnya. Mau tak mau Emma meliriknya sekilas dan ingin melihat lebih jauh lagi. Dengan cara yang sama, Jack sulit percaya akan keberuntungannya untuk duduk disamping Emma yang berpakaian sangat menggoda dan benaknya mulai membayangkan lebih jauh lagi. Jack akan dikejutkan nantinya jika dia kemudian mengetahui hal sederhana apa yang akan membuat hasratnya semakin mengakar..<br />
<br />
Besok adalah hari ulang tahun Emma, dan Paul lupa seperti biasanya, alasannya bahwa tidak ada waktu untuk lakukan apapun ketika dia sedang pergi, dan dia telah berjanji pada Emma kalau dia akan berusaha untuk mengajaknya untuk sebuah dinner yang manis ketika pulang. Kenyataannya bahwa Jack tidak hanya tidak melupakan, tetapi membawakannya sebuah hadiah yang menyenangkan seperti itu, menjadikan hatinya lebih hangat lagi. Dia seperti seorang anak perempuan kecil yang sedang membuka kotak, dan menarik sebuah kalung emas.<br />
<br />
"Oh Papa.. Papa seharusnya tidak perlu.. Ini indah sekali"<br />
<br />
<br />
"Tentu saja aku harus.. Tapi aku takut itu tidak bisa membuat kamu lebih cantik cintaku.. Sini biarku kupasangkan untukmu"<br />
<br />
<br />
"Ohh Papa!"<br />
<br />
Emma merasa ada semacam perasaan cinta untuknya saat dia berada di belakangnya. Dia harus lebih dulu mengendurkan jubah untuk membiarkan dia memasang kaitan di belakang, dan ketika dia berbalik ke arahnya, Jack tidak bisa menghindari tetapi matanya mengarah pada belahan dada Emma yang menyenangkan.<br />
<br />
"Oh.. Apa rantainya kepanjangan?" ia berharap, menatap kalung yang melingkar di atas dada lezatnya.<br />
<br />
<br />
"Tidak Pa.. Ini menyenangkan" dia tersenyum, menangkap dia memandang ke sana lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan.<br />
<br />
<br />
"Oh terima kasih banyak.."<br />
<br />
Emma menciumnya dengan agak antusias dibanding yang perlu dilakukannya dan putus tiba-tiba dengan sebuah gairah dipermalukan. Kemudian Jack menangkap momen itu, menarik punggungnya seolah-olah meredakan kebingungannya dan menciumnya dengan perasaan jauh lebih dibandingkan perasaan seorang mertua.<br />
<br />
"Selamat ulang tahun sayang" katanya, saat senyuman mereka berubah jadi lebih serius.<br />
<br />
<br />
"Oh terimakasih Papa"<br />
<br />
Emma menciumnya kembali, menyadari ini adalah titik yang tak bisa kembali lagi, dan kali ini membiarkan lidahnya 'bermalas-malasan' terhadapnya. Dia baru saja mempunyai waktu untuk merapatkan jubahnya kembali saat Paul meneleponnya untuk mengucapkan selamat malam dan sedikit investigasi. Paul ingin bicara pada papanya dan memintanya agar menyimpan cintanya untuk ibunya yang sudah meninggal. Mata Emma tertuju pada Jack saat dia menenteramkan hati putranya di telepon, mengetahui dia akan membiarkan pria ini melakukan apapun..<br />
<br />
"Aku sangat suka ini Pa.." Emma tersenyum ketika telepon dari Paul berakhir. Dia menggunakan alasan memperhatikan kalungnya untuk membuka jubahnya lagi, kali ini sedikit lebih lebar.<br />
<br />
<br />
"Apa kamu pikir ini cocok untukku?"<br />
<br />
<br />
"Mm oh ya.." dia tersenyum, matanya menelusuri bagian atas gundukan lezatnya, dan untuk pertama kalinya membiarkan gairahnya tumbuh.<br />
<br />
Emma secara terbuka mempresentasikan payudaranya untuk kekasihnya, membiarkan dia menatapnya ketika dia membusungkan dadanya jauh lebih lama dibandingkan hanya sekedar untuk memandangi kalung itu. Dia mengangkat tangannya dan memegang mainan kalung itu, mengelus diantara dadanya, menatap tajam ke dalam matanya.<br />
<br />
"Kamu terlihat luar biasa dengan memakainya" dia tersenyum.<br />
<br />
Nafas Emma yang memburu adalah nyata ketika tangan kekasihnya telah menyentuhnya di sana, dan pandangannya yang memikat saat kekasihnya menyelami matanya memberi dia tiap-tiap dorongan. Mereka berdua tahu apa yang akan terjadi kemudian, sudah terlalu jauh untuk menghentikannya sekarang. Dia akan bercinta dengan Papa mertuanya. Mereka berdua juga menyadari, bahwa tidak perlu terburu-buru kali ini, mereka harus lebih dulu membiarkan berjalan dengan sendirinya, dan walaupun kemudian itu akan menjadi resikonya nanti.<br />
<br />
Emma bisa melihatnya sekarang kalau 'pertunjukannya' yang nakal telah memberi efek pada gairah kekasihnya. Gundukan yang terlihat nyata di dalam jubahnya menjadikan jantungnya berdebar kencang, dan kekasihnya menjadi bangga ketika melihatnya menatap itu, seperti halnya dia yang memandangi payudaranya.<br />
<br />
"Kamu sudah cukup merayuku.. Kamu nakal!" Emma tersenyum pada kata-kata terakhirnya, memberi dia pelukan yang lain. Pelukan itu berubah menjadi sebuah ciuman, dan kali ini mereka berdua membiarkan perasaan mereka menunjukkannya, lidah mereka saling melilit dan memukul-mukul satu sama lain. Emma merasa tali jubahnya mengendur, dan Jack segera merasakan hal yang sama.<br />
<br />
"Oh Jack.. Kita tidak boleh" dia menjauh dari kekasihnya sebentar, tidak mampu untuk hentikan dirinya dari pemandangan jubahnya yang terbuka cukup lebar untuk melihat ujung penisnya yang tak terukur membesar diantara pahanya yang kuat.<br />
<br />
"Ohh Emma.. Aku tahu.. Tapi kita harus" dia menarik nafas panjang, memandang pada perutnya untuk melihat kewanitaannya yang sempurna, telah merekah dan mengeluarkan cairannya. Detak jantung Emma bahkan jadi lebih cepat saat dia lihat tonjolannya menghentak lebih tinggi ke udara saat kekasihnya memandang bagian paling intimnya.<br />
<br />
"Oh Jack sayang.." desahnya pelan saat kekasihnya memeluknya, jubahnya tersingkap dan dia terpana akan tonjolannya yang sangat besar di bagian bawahnya. Itu sepertinya memuat dua prem ranum yang membengkak dengan benihnya yang berlimpah. Dia tidak bisa hentikan dirinya sekarang.. Dia membayangkan dirinya berenang di dalamnya.<br />
<br />
"Emma cintaku.. Betapa lamanya aku menginginkanmu.." katanya saat ia menggapai paha Emma.<br />
<br />
<br />
"Oh Jack.. Seandainya aku tahu.. Setiap kali Paul bercinta denganku aku membayangkan itu adalah kamu yang di dalamku.. Papa termanis.. Apakah aku terlalu jahat untuk katakan hal seperti itu?"<br />
<br />
<br />
"Tidak kekasihku.." jawabnya, mencium lehernya dan turun pada dadanya, dan membuka jubahnya lebih lebar lagi untuk agar tangannya dapat memegang payudaranya. Mereka berdua ingin memanfaatkan momen itu..<br />
<br />
<br />
"Apakah kamu ingin aku di sana sekarang?"<br />
<br />
<br />
"Oh Jack.. Ya.. Papa" erangnya kemudian mengangkat jubahnya dan tangannya meraih penisnya.<br />
<br />
<br />
"Aku sangat menginginkannya"<br />
<br />
<br />
"Oh Emma.. Kekasihku, apakah ini yang kamu ingin?" dia mengerang, memegang jarinya di sekitar batang berdenyutnya yang sangat besar.<br />
<br />
<br />
"Oh ya Papa.. Penismu.. Aku ingin penis Papa di dalamku"<br />
<br />
<br />
"Sayangku yang manis.. Apa kamu menginginkannya di sini?" kekasihnya melenguh, menjalankan jemarinya yang pintar sepanjang celah itu, menggodanya, membuat matanya memejam dengan nikmat. Emma hampir merintih ketika dia menatap mata kekasihnya.<br />
<br />
<br />
"Mm penis Papa di dalam vaginaku"<br />
<br />
<br />
"Ahh anak manisku tercinta" Emma menjilat jarinya dan menggosoknya secara lembut di atas ujung kejantanannya yang terbakar, membuat kekasihnya merasa ngeri dengan kegembiraan.<br />
<br />
<br />
"Kamu ingin jadi nakal kan Pa.. Kamu ingin orgasme di dalamku" Emma menggoda, meninggalkan pembesaran tonjolan yang bagus, dan mengalihkan perhatiannya kepada buah zakarnya yang membengkak.<br />
<br />
Sekarang adalah giliran kekasihnya untuk menutup matanya dengan gairah yang mengagumkan.<br />
<br />
"Kamu ingin meletakkan spermamu di dalam istri putramu.. Kamu ingin melakukan itu di dalam vagina gadis kecilmu"<br />
<br />
Dia hampir menembakkannya bahkan waktu Emma menggodanya, tetapi entah bagaimana menahan ombak klimaksnya, dan mengembalikannya pada Emma, keduanya sekarang saling memegang pinggang satu sama lainnya.<br />
<br />
"Dan kamu ingin benih Papa di dalam kandunganmu kan.. Dalam kandunganmu yang dahaga.. Membuat seorang bayi kecil di dalam kandungan suburmu" dia tidak bisa semakin dekat kepada tanda untuknya.. Emma telah memimpikan kekasihnya memberinya seorang anak, Emma gemetar dan menggigit bibirnya saat jari tangan kekasihnya diselipkan di dalam saluran basahnya.<br />
<br />
"Papa.. Oh ya.. Ya.. Tolong.. Aku sangat menginginkannya.."<br />
<br />
Paul belum pernah punya keinginan membicarakan tentang hal itu.. Emma tidak benar-benar mengetahui apakah dia ingin seorang anak, sekalipun begitu pemikiran itu menjadi sebuah gairah yang luar biasa. Bibirnya menemukannya lagi, dan tenggelam dalam gairahnya, lidah mereka melilit lagi dengan bebas tanpa kendali yang sedemikian manis.<br />
<br />
Emma membiarkan jubahnya terbuka seluruhnya sekarang, menekankan payudaranya secara lembut melawan dada berototnya, perasaan geli membuat cairannya lebih berlimpah. Jantungnya terisi dengan kenikmatan dan antisipasi, pada pikiran bahwa dia menginginkan dirinya.. Bahwa seluruh gairah Emma akan terpenuhi dengan segera.<br />
<br />
"Oh gadis manisku yang jahat" lenguhnya saat bibir Emma menggodanya.<br />
<br />
<br />
"Aku akan pergi sebentar" dia tersenyum dengan mengundang saat dia menoleh ke belakang dari pintu.<br />
<br />
<br />
"Jangan pergi" Emma melangkah ke lantai atas, jubahnya berkibar di sekitarnya lagi saat dia memandangnya.<br />
<br />
Emma tidak perlu merasa cemas, suaminya sedang berada jauh di sana dengan segala egoisme kesibukannya, dan Emma mengenal bagaimana kebiasaanya. Jantung Emma dilanda kegembiraan lebih ketika dia melepaskan jubahnya dan berjalan menuju dia.. Pada Papa mertuanya.. Telanjang dan siap untuk menyerahkan dirinya seluruhnya kepada kekasihnya.<br />
<br />
Ketika dia mendengar langkah kaki Emma pada tangga, dia lalu keluar dari jubahnya dan sekarang berlutut di atas permadani di depan perapian, menghadapinya ketika dia masuk, ereksinya semakin besar dalam posisi demikian. Emma berlutut di depannya, tangannya memegang obyek hasratnya, yang berdenyut sekilas, lembut dan demikian panas dalam sentuhannya. Matanya terpejam dalam kenikmatan murni saat Emma berlutut dan mencium ujung merah delima itu, matanya terbuka meresponnya, dan mengirim beberapa tetesan cairan lezat kepada lidah penggemarnya. Kekasihnya mengelus payudaranya dan menggoda puting susunya yang gemuk itu.<br />
<br />
"Aku sudah siap Pa.. Malam ini seutuhnya milikmu"<br />
<br />
<br />
"Emma sayang, kamu indah sekali.." kekasihnya memujinya dan dia tersenyum dengan bangga.<br />
<br />
<br />
"Oh Papa.. Kumohon. Aku sangat menginginkannya.. Aku ingin benihmu di dalamku"<br />
<br />
<br />
"Sepanjang malam cintaku.." kekasihnya tersenyum, rebah bertumpu pada sikunya lalu menyelipkan tangannya diantara paha Emma.<br />
<br />
<br />
"Kita berbagi tiap momen"<br />
<br />
Emma rebahan pada punggungnya, melebarkan lututnya membiarkan jari kekasihnya berada di dalam rendaman vulvanya.<br />
<br />
"Ohh mm Papa sayang.." Emma melenguh saat jari kekasihnya merangsang tunas kesenangannya tanpa ampun.<br />
<br />
<br />
"Mm betapa aku sangat memuja perempuan kecilku.." Kekasihnya menggodanya ketika wajahnya menggeliat di puncak kesenangan.<br />
<br />
<br />
"Ohh Papa.. Rasakan bagaimana basahnya aku untukmu"<br />
<br />
<br />
"Apa anakku yang manis sudah basah untuk penis Papa? Mm penis Papa di dalam vagina panas gadis kecilnya.. Penis besar Papa di dalam vagina gadisnya yang panas, vagina basah.." kata-katanya diiringi dengan tindakan saat dia bergerak di antara pahanya, tongkatnya berdenyut dengan bernafsu saat dia mempersiapkan lututnya.<br />
<br />
<br />
"Setubuhi aku Pa.. Masukkan penismu ke dalamku"<br />
<br />
<br />
"Sayang.. Emma yang nakal.. Buka vaginamu untuk penis Papa" tangan mereka memandu, kejantanannya membelah masuk kewanitaannya.<br />
<br />
<br />
"Papa.. Yang besar.. Itu penuh untukku kan?"<br />
<br />
<br />
"Ya putriku manis.. Sperma yang penuh untuk kandunganmu.. Apa kamu akan membuat Papa melakukan itu di dalam tubuhmu?"<br />
<br />
<br />
"Ahh ya Papa.. Aku akan membuatmu menembakkannya semua ke dalam tubuhku.. Ahh ahh ahh"<br />
<br />
Emma mulai menggerakkan pinggangnya.. Takkan menghentikan dirinya saat dia membayangkan itu. Mata mereka saling bertemu dalam sebuah kesenangan yang sempurna, mereka bergerak dengan satu tujuan, yang ditetapkan oleh kata-katanya.<br />
<br />
"Papa akan menembakkan semuanya ke dalam kandunganmu yang subur.. Sperma Papa akan membuat bayi di dalam kandunganmu Emma sayang" tangan kekasihnya mengayun pantatnya sekarang saat dia mulai menusuk lebih dalam, matanya menatap kekasihnya ketika dia menarik pantatnya yang berotot, mendorong lebih lanjut ke dalam tubuhnya.. Memberinya hadiah yang sangat berharga.<br />
<br />
Penis besarnya menekan dalam dan panjang, buah zakarnya yang berat menampar pantatnya saat dia mendorong ke dalam kandungannya. Dia tidak bisa menolong, hanya melihatnya, setiap gerakan mereka yang mendatangkan nikmat.. Membayangkan waktunya akan segera datang.. Memancar dari kekasihnya.. Berenang di dalam dirinya.. Membuatnya mengandung anaknya. Dia menggelinjang saat kekasihnya menyusu pada puting susunya yang diremas keras, tangan besarnya meremas payudaranya bersama-sama saat dia mengocoknya berulang-ulang.<br />
<br />
"Ohh Papa.. Penis besarmu membuatku orgasme.. Oohh" dia berteriak, menaikkan lututnya setinggi yang dia bisa untuk memaksanya lebih dalam ke bagian terdalam vaginanya. Kekasihnya menghentak lebih cepat, meremas pantatnya untuk membuat sebuah lingkaran yang ketat pada vaginanya.. Momen yang sempurna mendekat dengan cepat saat dia menatap mata kekasihnya.<br />
<br />
"Emma sayang.. Papa juga keluar.."<br />
<br />
<br />
"Mm shh" Emma memperlambat gerakan kekasihnya, menenangkannya ketika waktunya datang..<br />
<br />
<br />
"Aku ingin menahanmu saat kamu keluar.. Saat kamu memompa benihmu ke dalam tubuhku"<br />
<br />
<br />
"Oh sayang.. Ya gadis manisku.. Tahan aku saat kukeluarkan spermaku ke dalam kandunganmu"<br />
<br />
Dia merasa itu membesar di dalam cengkramannya, urat gemuk penisnya siap untuk berejakulasi, dan kemudian menghentak dengan liar, dan dengan masing-masing semburan yang dia rasa pancarannya yang kuat menghantam dinding kewanitaannya, membasahi hamparan ladangnya yang haus kekeringan. Bibir mereka bertemu dalam lilitan sempurna, tangisan Emma membanjiri kekasihnya kala kekasihnya menyembur dengan deras ke dalamnya. Punggung Emma melengkung, mencengkeram penisnya sangat erat saat ombak kesenangan menggulungnya. Dia ingin menahannya di sana untuk selamanya..<br />
<br />
"Ohh Ohh aahh.. Papa melakukannya.. Isi aku.. Aahh" jantung mereka berdegup sangat keras ketika mereka berbaring bersama, terengah-engah, sampai mereka bisa berbicara.<br />
<br />
<br />
"Oh Tuhan, Emma.. Aku sangat menginginkanmu.."<br />
<br />
Dan untuk beberapa hari ke depan, tak ada sepatah katapun yang sanggup melukiskan momen itu..Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-71189407144019990422012-03-12T20:50:00.007-07:002012-03-14T05:17:46.254-07:00bersetubuh dengan ibu kandungSekarang aku kuliah di salah satu PTS terkenal di Bandung, dan tinggal di rumah di kawasan sejuk dan elite di kawasan Bandung utara dengan ibu, adik dan pembatuku. Sejak SMA aku dan adikku tinggal bersama nenekku di Bandung, sementara ibu dan ayahku tinggal di Surabaya karena memang ayah mempunyai perusahaan besar di wilayah Jawa Timur, dan sejak nenek meninggal ibu kemudian tinggal lagi bersama kami, sedangkan ayah hanya pulang sebulan atau dua bulan sekali seperti biasanya sebelum nenekku meninggal. Sebenarnya kami diajak ibu dan ayahku untuk tinggal di Surabaya, namun adik dan aku tidak mau meninggalkan Bandung karena kami sangat suka tinggal di tempat kami lahir.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Saat itu aku baru lulus SMA dan sedang menunggu pengumuman hasil UMPTN di Bandung, dan karena sehari-hari tidak ada kerjaan, ibu yang saat itu sudah tinggal bersama kami, meminta aku untuk selalu menjemputnya dari tempat aerobik dan senam setiap malam. Ibuku memang pandai sekali merawat tubuhnya dengan senam/aerobik dan renang, sehingga walaupun usianya hampir 39 tahun, ibuku masih terlihat seperti wanita 27 tahunan dengan tubuh yang indah dengan kulit putih mulus dan dada yang masih terlihat padat dan berisi walaupun di wajahnya sudah terlihat sedikit kerutan, tetapi akan hilang bila ibu berdandan hingga kemudian terlihat seperti wanita 27 tahunan. Aku mulai memperhatikan ibuku karena setiap aku jemput dari tempat senamnya ibuku tidak mengganti pakaian senamnya dulu setelah selesai dan langsung pulang bersamaku, dan baru mandi dan berganti pakaian setelah kami sampai di rumah. Karena setiap hari melihat ibuku dengan dandanan seksinya, otak ku mulai membayangkan hal-hal aneh tentang tubuh ibuku. Bagaimana tidak, aku melihat ibuku yang selalu memakai pakaian senam ketat dengan payudara yang indah menonjol dan pantat yang masih padat berisi.<br />
<br />
Suatu hari, saat aku telat menjemput ibuku di tempat senamnya, aku tidak menemukan ibuku di tempat biasanya dia senam, dan setelah aku tanyakan kepada teman ibuku, dia bilang ibuku sedang di sauna dan bilang agar aku menunggu di tempat sauna yang tidak jauh dari ruangan senam. Aku pun beegegas menuju ruangan sauna karana aku tidak mau ibuku menunggu terlalu lama. Saat sampai di sana, wow.. aku melihat ibuku baru keluar dari ruangan hanya dengan memakai handuk yang hanya menutupi sedikit tubuhnya dengan melilitkan handuk yang menutupi dada perut dan sedkit pahanya, sehingga paha ibu yang mulus dan seksi itu terlihat dengan jelas olehku. Aku hanya terdiam dan menelan ludah saat ibuku menghanmpiriku dan bilang agar aku menunggu sebentar. Kemudian ibuku membalikkan tubuhnya dan kemudian terlihatlah goyangan pinggul ibuku saat dia berjalan menuju ruangan ganti pakaian. Tanpa sadar krmaluanku mengeras saat kejadian tadi berlangsung. Aku berani bertaruh pasti semua laki-laki akan terpesona dan terangsang saat melihat ibuku dengan hanya memakai handuk yang dililitkan di tubuhnya.<br />
<br />
Di dalam perjalanan, aku hanya diam dan sesekali melirik ibuku yang duduk di sampingku, dan aku melihat dengan jelas goyangan payudara ibuku saat mobil bergetar bila sedang melalui jalan yang bergelombang atau polisi tidur. Ibuku berpakaian biasa dengan kaos oblong yang agak ketat dan celana panjang ketat, dan setiap aku melirik ke paha ibu terbayang lagi saat aku melihat paha ibuku yang putih mulus tadi di tempat sauna. "Bob.. kok kamu diem aja, dan kenapa celana kamu sayang?" tanya ibuku mengagetkan aku yang agak melamun membayangkan tubuh ibuku. "Enggak Mi.. enggak," jawabku gugup. Kami pun sampai di rumah agak malam karena aku telat menjemput ibuku. Sesampainya di rumah, ibu langsung masuk ke kamarnya dan sebelum dia masuk ke kamarnya, ibu mencium pipiku dan bilang selamat malam. Kemudian dia masuk ke kamarnya dan tidur.<br />
<br />
Malam itu aku tidak bisa tidur membayangkan tubuh ibuku, gila pikirku dalam hati dia ibuku, tapi.. akh.. masa bodoh pikirku lagi. Aku mencoba onani untuk "menidurkan burung"-ku yang berontak minta masuk ke sarang nya. Gila pikirku lagi. Mau mencari cewek malam sih bisa saja, tapi saat itu aku menginginkan ibuku. Perlahan-lahan aku keluar kamar dan berjalan menuju kamar ibuku di lantai bawah. Adik perempuanku dan pembantuku sudah tidur, karena saat itu jam satu malam. Otakku sudah mengatakan aku harus merasakan tubuh ibuku, nafsuku sudah puncak saat aku berdiri di depan pintu kamar ibuku. Kuputar kenop pintu nya, aku melihat ibuku tidur terlentang sangat menantang. Ibuku tidur hanya menggunakan kaos oblong dan celana pendek yang longgar. Aku berjalan mendekati ibuku yang tidur nyenyak, aku diam sesaat di sebelah ranjangnya dan memperhatikan ibuku yang tidur dengan posisi menantang. Kemaluanku sudah sangat keras dan meronta ingin keluar dari celana pendek yang kupakai.<br />
<br />
Dengan gemetar aku naik ke ranjang ibu, dan mencoba membelai paha ibuku yang putih mulus dan sangat seksi, dengan tangan bergetar aku membelai dan menelusuri paha ibuku dan terus naik ke atas. Kemaluanku sudah sangat keras dan terasa sakit karena batang kemaluanku terjepit oleh celanaku. Aku kemudian membuka celanaku dan keluarlah "burung perkasa"-ku yang sudah sangat keras. Aku kemudian mencoba mencium leher dan bibir ibuku. Aku mencoba meremas payudara ibuku yang besar dan montok, aku rememas payudara ibu dengan perlahan. Takut kalau ia bangun, tapi karena nafsuku sudah puncak aku tidak mengontrol remasan tanganku ke payudara ibuku. Aku kemudian mengocok batang kemaluanku sambil meremas payudara ibu, dan karena remasanku yang terlalu bernafsu ibu terbangun, "Bobi.. kamu.. apa yang kamu lakukan, aku ibumu sayang.." sahut ibuku dengan suara pelan aku kaget setengah mati, tapi anehnya batang kemaluan masih keras dan tidak lemas. Aku takut dan malah makin nekat, terlanjur pikirku, aku langsung mencium leher ibuku dengan bernafsu sambil terus meremas payudara ibuku. Dalam pikiranku hanya ada dua kemungkinan, menyetubuhi ibuku kemudian aku kabur atau dia membunuhku. "Cukup Bobi.. hentikan sayang.. akh.." kata ibuku. Tapi yang membuatku aneh ibu tidak sama sekali menolak dan berontak. Malah ibu membiarkan bibirnya kucium dengan bebas dan malah mendesah saat kuhisap leher dan di belakang telinganya, dan aku merasa burungku yang dari tadi sudah keras seperti ada yang menekannya, dan ternyata itu adalah paha ibuku yang mulus.<br />
<br />
"Sayang kalau kamu mau.. bilang aja terus terang.. Mami mau kok.." kata ibuku di antara desahannya. Aku kaget setengah mati, berarti ibuku sangat suka aku perlakukan seperti ini. Aku kemudian melepaskan ciumanku di lehernya dan kemudian berlutut di sebelah ibuku yang masih berbaring. Batang kemaluanku sudah sangat keras dan ternyata ibu sangat suka dengan ukuran batang kemaluanku, ibu tersenyum bangga melihat batang kemaluanku yang sudah maksimal kerasnya. Ukuran batang kemaluanku 15 cm dengan diameter kira-kira 4 cm. Aku masih dengan gemas meremas payudara ibu yang montok dan masih terasa padat. Aku membuka kaos yang ibu pakai dan kemudian sambil meremas payudara ibu aku berusaha membuka bra yang ibu pakai, dan satelah bra yang ibuku kenakan terlepas, kulihat payudara ibu yang besar dan masih kencang untuk wanita seumurnya. Dengan ganas kuremas payudara ibu, sedangkan ibu hanya mendesah keenakan dan menjerit kecil saat kugigit kecil puting payudara ibu. Kuhisap puting payudara ibu dengan kuat seperti ketika aku masih bayi. Aku menghisap payudara ibu sambil kuremas-remas hingga puting payudara ibu agak memerah karena kuhisap.<br />
<br />
Payudara ibuku masih sangat enak untuk diremas karena ukurannya yang besar dan masih kencang dan padat. "Bob kamu dulu juga ngisep susu ibu juga kaya gini.." kata ibuku sambil dia merem-melek karena keenakan puting susunya kuhisap dan memainkannya dengan lidahku. Ibu menaikkan pinggulnya saat kutarik celana pendeknya. Aku melihat CD yang ibu kenakan sudah basah. Aku kemudian mencium CD ibuku tepat di atas kemaluan ibu dan meremasnya. Dengan cepat kutarik CD ibu dan melemparkannya ke sisi ranjang, dan terlihatlah olehku pemandangan yang sangat indah. Lubang kemaluan ibuku ditumbuhi bulu halus yang tidak terlalu lebat, hingga garis lubang kemaluan ibuku terlihat. Kubuka paha ibuku lebar, aku tidak kuasa melihat pemandangan indah itu dan dengan naluri laki-laki kucium dan kuhisap lubang dimana aku lahir 18 tahun lalu. Kujilat kliteris ibuku yang membuat ibuku bergetar dan mendesah dengan kuat. Lidahku bermain di lubang senggama ibuku, dan ibuku malah menekan kepalaku dengan tangannya agar aku makin tenggelam di dalam selangkangannya.<br />
<br />
Cairan lubang kemaluan ibu kuhisap dan kujilat yang membuat ibuku makin tak tahan dengan perlakuanku, dia mengelinjang hebat, bergetar dan kemudian mengejang sambil menengadah dan berteriak. Aku merasakan ada cairan kental yang keluar dari dalam lubang kemaluan ibu, dan aku tahu ibu baru orgasme. Kuhisap semua cairan lubang kemaluan ibuku hingga kering. Ibu terlihat sangat lelah. Aku kemudian bangun dan dengan suara pelan karena kelelahan ibu bilang, "Sayang sini Mami isep kontolmu," dan tanpa di komando dua kali aku kemudian duduk di sebalah wajah ibuku, dan kemudian dengan perlahan mulut ibuku mendekat ke burungku yang sudah sangat keras. Ibuku membelai batang kemaluanku tapi dia tidak memasukkan batang kemaluanku ke mulutnya. Padahal jarak antara mulut ibuku dengan batang kemaluanku hanya tinggal beberapa centi saja. Aku sudah tidak tahan lagi dan kemudian kudorong kepala ibuku dan dengan leluasa batang kemaluanku masuk ke mulut ibu. dengan cepat dan liar ibuku mengocok batang kemaluanku di dalam mulutnya. Aku sudah tidak tahan lagi, kenikmatan yang kurasakan sangat luar biasa dan tidak dapat kulukiskan dengan kata-kata, dan akhirnya aku sudah tidak tahan lagi dan.. "Cret.. cret.. crett.." maniku kusemprotlkan di dalam mulut ibuku.<br />
<br />
Ibu kemudian memuntahkannya dan hanya yang sedikiti dia telan, dan masih dengan liar ibuku membersihkan batang kemaluanku dari sisa-sisa air maniku yang menetes di batang kejantananku. Ibuku tersenyum dan kemudian kembali berbaring sambil membuka pahanya lebar-lebar. Ibuku tersenyum saat melihat batang kemaluanku yang masih dengan gagahnya berdiri, dan seperti sudah tidak sabar untuk masuk ke dalam sarangnya yang hangat. Aku kemudian mengambil posisi di antara kedua paha ibuku, batang kemaluanku terasa berdenyut saat ibu dengan lembut membelai dan meremas batang kemaluanku yang sudah sangat keras. Dengan tangan yang bergetar kuusap permukaan lubang kemaluan ibuku yang dipenuhi bulu-bulu halus dan sisa cairan lubang kemaluan yang kuhisap tadi masih membasahi bibir lubang kemaluan ibuku yang terlihat sangat hangat dan menantang. "Ayo dong Sayang, kamu kan tahu dimana tempatnya.." kata ibuku pasrah, kemudian tangannya menuntun batang kemaluanku untuk masuk ke dalam lubang kemaluannya. Tanganku bergetar dan batang kemaluanku terasa makin berdenyut saat kepala batang kemaluanku menyentuh bibir lubang kemaluan ibu yang sudah basah, dan dengan perasaan yang campur aduk, kudorong pinggulku ke depan dan masuklah batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan ibu yang sudah agak membuka, dan tenggelam sudah batang kemaluanku ke dalam liang senggama milik ibuku.<br />
<br />
Aku merasakan sensasi yang sangat dasyat saat dinding lubang kemaluan ibu seperti memijat batang kemaluanku, gila meski aku pernah ML dengan anak ABG, lubang kemaluan ibuku terasa sangat nikmat dan luar biasa di banding dengan yang lainnya. Aku menggoyang pinggulku naik-turun diimbangi dengan goyangan pinggul ibuku yang sangat dasyat dan liar. Kami kemudian berganti posisi dengan ibu berada di atasku hingga ia dapat menduduki batang kemaluanku, dan terasa sekali kenikmatan yang ibu berikan kepadaku. Goyangan yang cepat dan liar dan gerakan tubuh yang naik turun membuat tubuhku hanyut ke dalam kenikmatan seks yang kurasakan sangat dasyat. Tibalah saat ibuku orgasme, goyangannya makin cepat dan desahannya semakin tidak karuan, aku dengan nikmat merasakannya sambil kuhisap dan meremas pauyudara ibu yang bergoyang seirama dengan naik-turunnya tubuh ibuku menghabisi aku. Ibu mengerang dan mengejang saat kurasakan ada cairan hangat yang membasahi batang kejantananku yang masih tertanam di dalam lubang kemaluan ibuku.<br />
<br />
Beberapa saat setelah ibu terkulai lemas aku merasakan bahwa aku akan mencapai puncak, dan dengan goyangan dan tusukan yang menghujam lubang kemaluan ibuku, "Cret.. crett.. cret.." air maniku menghambur di dalam lubang kemaluan ibuku. Aku merasakan nikmat yang tidak dapat kukatakan. Saat aku masih menikmati sisa-sisa kemikmatan itu, ibu mencium bibirku dan berkata, "Sayang.. Mami lupa kalo Mami enggak pake kontrasepsi. Tadi Mami mau bilang kalo kamu orgasme biar di mulut Mami aja.. tapi Mami kagok.." Aku hanya terdiam dan malah mencium bibir ibuku yang masih menindih tubuhku dengan mesra. Kemudian ibuku berbaring di sampingku, aku memeluk dia dan kami berciuman dengan mesra seperti sepasang kekasih. Kami pun tertidur karena pertempuran yang sangat melelahkan itu.<br />
<br />
Pagi harinya saat aku bangun ibuku sudah tidak ada di sebelahku, dan kemudian aku berpakaian dan menuju dapur mencari ibuku, dan kulihat ibuku tengah menyiapkan sarapan bersama adikku yang masih SMP. Aku bingung dan segan karena ibuku seakan-akan malam tadi tidak terjadi apa-apa di antara kami, padahal aku telah menyetubuhi ibu kandungku sendiri tadi malam. Seperti biasanya, aku menjemput ibuku dari tempat dia senam, dan saat perjalanan pulang kami mengobrol tentang persetubuhan kami tadi malam dan kami berjanji hanya kami yang mengetahui kajadian itu. Tiba-tiba saat mobil kami sedang berada di jalan yang sepi dan agak gelap, ibuku menyuruhku menghentikan mobil, aku menurut saja. Setelah mobil di pinggirkan, dengan ganas ibuku mengulumku. Kemudian membuka celanaku dan menghisap batang kemaluanku yang sudah keras saat ibuku mengulum bibirku tadi. Aku hanya terengah-engah merasakan batang kemaluanku dihisap oleh ibuku sambil mengocoknya, dan beberapa saat kemudian.. "Cret.. cret.. crett.." maniku menyembur di dalam mulut ibuku dan dia menelan habis maniku walaupun ada sedikit yang meleler keluar. Ibuku kemudian membersihkan sisa maniku yang menetes di tangannya dan batang kemaluannku. Tak kusangka ibuku kembali menelan calon-calon cucunya ke dalam perutnya. Tapi aku sih asyik-asyik saja ibuku mau menghisap batang kemaluanku saat kami masih di dalam mobil.<br />
<br />
Kami berciuman dan melanjutkan perjalanan pulang dan kemudian tidur seranjang dan "bermain" lagi. Kami berdua terus melakukannya tanpa sepengetahuan orang lain. Sejak persetubuhan kami yang pertama, sebulan kemudian ibuku merasa dia hamil, dan ibu bilang bahwa sebelum bersetubuh denganku, ibu sudah lebih dari 3 bulan tidak bersetubuh dengan ayahku, karena memang ayahku terlalu sibuk dengan perusahaan, dan hotel-hotelnya. Ibuku bilang ibu hamil olehku karena selain dengan ayahku dan aku, ibu belum pernah berhubungan seks dengan lelaki lain. Ibu menggugurkan kandungannya karena dia tidak mau punya bayi dari aku, aku pun tidak mau mempunyai bayi dari rahim ibuku. Tapi kami masih terus melakukannya lagi dan selalu tidur bersama bila adik dan pembantuku sudah tidur.Persetubuhan dan hubungan kami berjalan lancar selama dua tahun tanpa ada yang curiga atau mengetahuinya. Sampai suatu hari, bulan Oktober 2000 ibuku telah berumur 41 tahun tapi tubuh dan wajahnya masih tetap fit, dan seksi, walaupun ada sedikit keriput dan lipatan kecil di wajahnya, namun semua itu malah menjadikan ibuku makin sensual dan dewasa. Sedangkan aku berumur 20 tahun. Suatu hari aku dan ibuku mulai merasakan getara-getaran dan keinginan untuk bercinta lagi. Malam itu pembantu kami pulang ke kampungnya dan adik perempuanku belum pulang. Aku yang merasa bebas mulai merayu dan menggoda ibuku, dan ibu pun menanggapi rayuanku dengan sensualitas yang ibu punya. Kami kemudian telah berpelukan mesra dan berciuman dengan hotnya, sambil berciuman kami membuka pakaian kami dan tanpa sadar kami telah telanjang. Setelah melakukan oral seks yang ibuku sangat senangi, aku mulai menusuk lubang kemaluan ibuku dengan batang kejantananku yang menurut ibu makin nikmat.<br />
<br />
Aku terus menggoyang pingulku naik turun dan ibu mengimbanginya dengan goyangan pinggulnya, setelah beberapa saat ibuku mencapai orgasmenya yang kedua setelah pada oral seks tadi ibu telah orgasme. Saat itu posisiku sedang menindih tubuh ibuku yang kelelahan karena ibuku baru orgasme, aku terus menggoyang pinggulku mengocok batang kemaluanku di dalam lubang kemaluan ibu, dan mungkin karena staminanya yang mulai berkurang ibuku hanya pasrah, aku mengocok terus dan membiarkan aku menusuk lubang kemaluannya dengan batang kemaluanku yang besar. Tanpa aku sadari ibuku melirik ke arah pintu kamar dan ternyata di situ telah berdiri asyik perempuan yang sedang memperhatikan kegiatan kami. Aku kaget tapi nafsuku masih mengalahkan rasa kagetku dengan kenikmatan lubang kemaluan ibuku yang masin basah. Ibuku menyuruhku memperlambat tusukanku dan dengan masih pada posisiku menindih tubuhku ibu bilang, "Sayang.. tuh ada Vika kalau dia mau kamu terusin aja sama Vika, Mami mau istirahat dulu," aku masih menggoyang pinggulku namun sekarang dengan perlahan. Ibuku bilang, "Vika sayang, sini kita gabung aja sekalian.." ajak ibuku pada adikku. Aku pun seperti mendapat angin bilang pada asyikku, "Vik.. kalo enggak mau aku habiskan sama Mami aja.." sambil mengerang kenikmatan. Seperti dihipnotis adiku Vika yang baru masuk kuliah berjalan menuju ke arah kami berdua, dan ibu menyuruhku agar aku mencabut batang kemaluanku dari lubang kemaluannya. Saat aku cabut batang kemaluanku berdenyut karena sedang enak-enaknya dijepit, harus dicabut. Ibuku kemudian menuju Vika yang sudah berada di samping tempat tidur, kemudian menciumnya dan meremas payudara adikku itu, dan sepertinya Vika setuju dan kemudian dia naik ke ranjang dan aku pun mencium bibir Vika. Hangat dan penuh sensasi saat kucium bibir adikku.<br />
<br />
Aku mencoba meremas payudaranya yang agak kecil dibanding ibuku tapi terasa payudara Vika lebih kencang dan padat. Aku meminta dia membuka kaos ketatnya, memang Vika adalah gadis masa kini, wajahnya cantik dengan kulit yang halus dan mulus, juga putih dan bersih. Rambutnya hitam sepunggung dan tubuhnya yang tinggi semampai, lebih tinggi dari ibuku dan pinggul yang tidak terlalu besar, tapi mempunyai payudara yang serasi dengan tubuhnya yang seksi. Ukuran bra-nya mungkin 34B karena terlihat saat dia melepaskan kaosnya dan terlihat dadanya yang busung ke depan dan terlihat sangat indah. Vika tersenyum saat melihat batang kemaluanku yang besar dan berdenyut, aku mengira Vika sudah tidak perawan lagi, karena saat dia mulai menghisap batang kemaluanku dia terlihat tidak kaku dan sangat profesional. Bibir dan mulutnya yang kecil seakan tidak muat untuk melahap batang kemaluanku yang besar, hisapannya kuat dan nikmat walau tidak sekuat dan senikmat hisapan ibuku, Vika terus mengocok dan menghisap batang kemaluanku sementara aku mendesah dan meringis keenakan menikmati sedotan adikku, dan sambil kubelai rambutnya.<br />
<br />
Setelah Vika puas, aku kemudian membaringkan tubuhnya di sebelah ibuku yang hanya memperhatikan kedua anaknya berhubungan seks. Aku membuka bra Vika, dan keluarlah gunung kembar Vika yang putih dan kencang dengan puting yang masih merah segar. Kuremas gemas payudara Vika sambil kuhisap putingnya, adikku hanya melenguh dan mendesah pelan saat kuhisap dan gigit kecil puting susunnya. Aku jadi bingung, dia mau tidak kalau aku setubuhi. Aku yang tadi hampir orgasme di lubang kemaluan ibuku sudah tidak sabar lagi untuk masuk ke lubang kemaluan Vika. Dengan agak kasar kubuka celana panjangnya dan CD-nya sekaligus, Vika menjerit kecil dan ibu mengingatkanku agar tidak kasar pada adikku. Aku melihat pemandangan yang sangat indah tidak kalah indahnya saat aku pertama kali melihat pemandangan indah selangkangan milik ibuku dulu. Lubang kemaluan adikku dipenuhi bulu-bulu halus yang lebat tapi tertata rapi. Aku sudah tidak tahan lagi, kuhisap dan kujilat lubang kemaluan milik adikku itu, Vika mengejang dan bergetar saat kujilat klitorisnya, dia mulai mendesah kenikmatan, dan ternayata Vika lebih cepat orgasme dibanding ibuku. Terlihat saat kujilat dan kuhisap lubang kemaluannya, lubang kemaluannya mengeluarkan cairan kental hangat yang langsung kuhisap habis.<br />
<br />
Setelah kuhisap semua cairan lubang kemaluan adikku, aku bangun dan kemudian berlutut tepat di selangkangan Vika, aku mengangkat pinggul Vika sedikit dan dengan agak berjongkok dengan tumpuan di lututku pantat Vika, kusimpan di dadaku hingga lubang kemaluan Vika tepat berada di depan batang kemaluanku yang terus berdenyut. Dengan sedikit seret dan dorongan yang agak keras, kumasukkan batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan adikku yang masih terasa seret dan menggigit, kenikmatan otot lubang kemaluan dan seretnya liang senggama Vika memang lebih nikmat dari lubang kemaluan ibuku, namun aku merasakan sensasi yang lebih dasyat saat aku menyetubuhi ibuku. Ternyata Vika yang saat aku "garap" tubuhnya hanya diam dan mendesah kecil, saat batang kemaluanku penuh mengisi lubang kemaluannya, Vika mulai menggila. Desahannya malah semakin keras dan sensual. Tubuhnya bergoyang seperti penari ular, dan goyangan pinggulnya bergoyang sangat dasyat. Aku yang tadi akan menguasai "permainan" hampir kalah dan dikuasai oleh Vika.<br />
<br />
Beberapa saat Vika menguasai permainan kami. Dengan posisi yang sama saat kutusuk batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Vika, Vika langsung menguasai permainan, pahanya dijepitkan ke pinggangku, pinggulnya berputar membuat batang kemaluanku yang ada dalam lubang kemaluan Vika seperti dipilin-pilin nikmat. Akh.. gila juga adikku ini. Aku terus memompa pinggulku meladeni putaran pinggul Vika, dan tangannku mulai beroperasi, payudara Vika yang terus bergoyang kuremas dan kumainkan puting susu Vika dengan jariku. Vika mendesah dan terus menjerit kecil saat permainan mulai kukuasai kembali, sambil kukocok batang kemaluanku di lubang kemaluan Vika, tanganku meremas dan memainkan putin Vika. Sementara kuhisap dan ciumi biibir Vika yang sensual, tipis dan merah menantang. Sesekali kuhisap putingnya yang membuat dia merem-melek, dan posisi itu berubah dengan Vika menungging dan aku menusuk dari belakang. Dengan posisi ini aku lebih leluasa meremas payudara Vika yang menggantung, pinggulnya kembali berputar dan maju-mundur mengimbangi kocokan batang kemaluanku di dalam lubang kemaluannya yang makin basah dan nikmat. Kemudian gerakan Vika makin cepat, erangan dan desahan Vika makin kuat dan keras. Vika meraih tanganku dan meletakannya di payudaranya agar aku meremasnya dan dengan goyangan pinggul yang dasyat tubuh Vika mengejang dan bergetar, dan dia memekik tertahan dan kurasakan cairan hangat membanjiri lubang kemaluan Vika dan membasahi batang kemaluanku tanda Vika sedang orgasme, dan tiba-tiba tubuhnya yang tadi liar tergeletak lunglai. Aku melihat mata Vika terpejam saat kucium lehernya, sedangkan goyanganku pun aku perlambat agar Vika merasakan semua kenikmatan yang dia baru rasakan. Kubelai pinggangnya dan pinggulnya, dan dengan sekali gerakan kuputar tubuh Vika sehingga posisi kami kembali berhadapan tanpa aku mencabut batang kemaluanku di dalam lubang kemaluan Vika. Aku merasakan jepitan yang sangat nikmat saat kuputar tubuh adikku tadi.<br />
<br />
Kini kaki Vika kusandarkan di bahuku hingga dia benar-benar mengangkang dan dengan leluasa kuhabiskan sisa-sisa tenagaku untuk menghabisinya di dalam lubang kemaluan adikku, dan tidak lama dalam batang kemaluanku ada desakan dari dalam dan.. "Cret.. cret.. creet.." air maniku tumpah di dalam lubang kemaluan Vika, saat itu aku mendesah dan mengerang keenakan. Lalu kurebahkan tubuhku di atas tubuh Vika dan sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan itu kucium lembut dan mesra bibir Vika dan Vika pun membalas ciumanku dan kami berciuman dengan mesra. Keringat kami membasahi tempat tidur dan kemudian ada suara, "Aduh ini anak Mami, keasyikan main sampai Mami dilupain gini.." sahut mami menggoda kami berdua yang memang dari tadi lupa kalau di sebelah kami berdua ada mami yang masih telanjang dan menonton aksi kami kakak-adik bertempur. Aku langsung mencabut batang kemaluanku dari lubang kemaluan Vika yang basah kuyub, dan kemudian ibu mengulum batang kemaluanku membersihkan cairan maniku dan cairan lubang kemaluan Vika. Aku dan Vika tersenyum pada mami, dan kami kemudian berbaring di satu ranjang, dengan aku di tengah mereka. "Vik.. ternyata kamu kuda liar juga, padahal waktu gue garap body lo, lo diem aja.." godaku pada adikku, Vika hanya tersenyum dan bilang, "Mam.. makasih udah ngajak Vika gabung, kalo enggak rugi Vika enggak tau kalau Kak Bobi dasyat banget.." Kami bertiga pun tertawa, lalu ibuku bilang, "Bob, kalau Mami capek atau kalau ada Papi, kamu tidur sama Vika saja, asal jangan ribut banget saja kayak tadi.." Aku cuma senyum kecil sambil kucium adikku. "Dan kalo enggak ada Papi kita tidur bertiga aja.." ajak Vika. Aku sangat setuju dengan ajakan Vika.<br />
<br />
Kami bertiga tidur seranjang hingga pagi, dan pagi hari kami main lagi bertiga di dapur, dan mulai saat itu kami terus melakukannya sampai sekarang, dimana kami mau dan kapan kami mau kami pasti melakukannya, dengan motto kapan saja, dimana saja kami bermain. Sekitar dua bulan setelah aku main pertama kali dengan Vika, dan saat kami bersetubuh, Vika bilang kalau dia lagi hamil dua bulan, dan dia bilang dia hamil sama aku, soalnya dulu waktu pertama kali berhubungan dia itu lupa bilang kalau dia biasa main sama cowoknya, cowoknya harus pakai kondom, sedangkan dulu aku "muncratin" maniku di dalam lubang kemaluan Vika. Jadi, pertama aku hamili ibuku yang digugurkan, sekarang aku hamili adikku dan dia bilang mau digugurkan dan aku setuju sekali, soalnya aku tidak mau punya anak dari adikku dan Vika tidak mau punya anak dari aku, kakaknya. Gila!<br />
<br />
TAMATUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-82284147273295037012012-03-12T20:49:00.004-07:002012-03-14T05:25:13.750-07:00bibiku korbanku<div style="color: lime;">Saat itu aku baru lulus SMA, aku melanjutkan kuliah di Bandung. Di sana aku tinggal di rumah pamanku. Paman dan bibi dengan senang hati menerimaku tinggal di rumah mereka, karena paman dan bibiku yang sudah 4 tahun menikah belum juga punya anak sampai saat itu, jadi kata mereka biar suasana rumahnya tambah ramai dengan kehadiranku.</div><a name='more'></a><br />
<div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pamanku ini adalah adik ibuku paling kecil, saat itu dia baru berumur 35 tahun. Rumah pamanku sangat luas, di sana ada kolam renangnya dan juga ada lapangan tenisnya, maklum pamanku adalah seorang pengusaha sukses yang kaya. Selain bibiku dan pamanku, di rumah itu juga ada 3 orang pembantu, 2 cewek dan seorang bapak tua berusia setengah umur, yang bertugas sebagai tukang kebun.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Bibiku baru berumur 31 tahun, orangnya sangat cantik dengan badannya yang termasuk kecil mungil akan tetapi padat berisi, sangat serasi berbentuknya seperti gitar spanyol, badannya tidak terlalu tinggi kurang lebih 155 cm. Dadanya yang kecil terlihat padat kencang dan agak menantang. Pinggangnya sangat langsing dengan perutnya yang rata, akan tetapi kedua bongkahan pantatnya sangat padat menantang. Wajahnya yang sangat ayu itu, manis benar untuk dipandang. Kulitnya kuning langsat, sangat mulus.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kedua pembantu cewek tersebut, yang satu adalah janda berumur 27 tahun bernama Trisni dan yang satu lagi lebih muda, baru berumur 18 tahun bernama Erni. Si Erni ini, biarpun masih berumur begitu muda, tapi sudah bersuami dan suaminya tinggal di kampung, bertani katanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Suatu hari ketika kuliahku sedang libur dan paman dan bibiku sedang keluar kota, aku bangun agak kesiangan dan sambil masih tidur-tiduran di tempat tidur aku mendengar lagu dari radio.</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba terdengar ketukan pada pintu kamarku, lalu terdengar suara, "Den Eric.., apa sudah bangun..?" terdengar suara Trisni.</div><div style="color: lime;">"Yaa.. ada apa..?" jawabku.</div><div style="color: lime;">"Ini Den. Saya bawakan kopi buat Aden..!" katanya lagi.</div><div style="color: lime;">"Oh.. yaa. Bawa masuk saja..!" jawabku lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian pintu dibuka, dan terlihat Trisni masuk sambil tangannya membawa nampan yang di atasnya terdapat secangkir kopi panas dan pisang goreng. Ketika dia sedang meletakkan kopi dan pisang goreng di meja di samping tempat tidurku, badannya agak merapat di pinggir tempat tidur dan dalam posisi setengah membungkuk, terlihat dengan jelas bongkahan pantatnya yang montok dengan pinggang yang cukup langsing ditutupi kain yang dipakainya. Melihat pemandangan yang menarik itu dengan cepat rasa isengku bangkit, apalagi ditunjang juga dengan keadaan rumah yang sepi, maka dengan cepat tanganku bergerak ke obyek yang menarik itu dan segera mengelusnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Trisni terkejut dan dengan segera menghindar sambil berkata, "Iihh.., ternyata Den Eric jail juga yaa..!"</div><div style="color: lime;">Melihat wajah Trisni yang masem-masem itu tanpa memperlihatkan ekspresi marah, maka dengan cepat aku bangkit dari tempat tidur dan segera menangkap kedua tangannya.</div><div style="color: lime;">"Aahh.. jangaann Deenn, nanti terlihat sama si Erni, kan malu atuu..!"</div><div style="color: lime;">Tapi tanpa memperdulikan protesnya, dengan cepat kutarik badannya ke arahku dan sambil mendekapnya dengan cepat bibirku menyergap bibirnya yang karena terkejut menjadi agak terbuka, sehingga memudahkan lidahku menerobos masuk ke dalam mulutnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan segera kusedot bibirnya, dan lidahku kumain-mainkan dalam mulutnya, memelintir lidahnya dan mengelus-elus bagian langit-langit mulutnya. Dengan cepat terdengar suara dengusan keluar dari mulutnya dan kedua matanya membelalak memandangku. Dadanya yang montok itu bergerak naik turun dengan cepat, membuat nafsu birahiku semakin meningkat. Tangan kiriku dengan cepat mulai bergerilya pada bagian dadanya yang menonjol serta merangsang itu, mengelus-elus kedua bukit kembar itu disertai ramasan-ramasan gemas, yang dengan segera membangkitkan nafsu Trisni juga. Hal itu terlihat dari wajahnya yang semakin memerah dan nafasnya yang semakin ngos-ngosan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba terdengar suara dari arah dapur dan dengan cepat aku segera melepaskannya, Trisni juga segera membereskan rambut dan bajunya yang agak acak-acakan akibat seranganku tadi.</div><div style="color: lime;">Sambil menjauh dariku, dia berkata dengan pelan, "Tuhkan.., apa yang Trisni katakan tadi, hampir saja kepergok, Adeen genit siih..!"</div><div style="color: lime;">Sebelum dia keluar dari kamarku, kubisikan padanya, "Triis, ntar malam kalau semua sudah pada tidur kita teruskan yah..?"</div><div style="color: lime;">"Entar nanti ajalah..!" katanya dengan melempar seulas senyum manis sambil keluar kamarku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Malamnya sekitar jam 21.00, setelah semua tidur, Trisni datang ke ruang tengah, dia hanya memakai pakaian tidur yang tipis, sehingga kelihatan CD dan BH-nya.</div><div style="color: lime;">"Eeh, apa semua sudah tidur..?" tanyaku.</div><div style="color: lime;">"Sudah Den..!" jawabnya.</div><div style="color: lime;">Untuk lebih membuat suasana makin panas, aku telah menyiapkan film BF yang kebetulan dapat pinjam dari teman. Lalu aku mulai menyetel film itu dan ternyata pemainnya antara seorang pria Negro dan wanita Asia.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Terlihat adegan demi adegan melintas pada layar TV, makin lama makin 'hot' saja, akhirnya sampai pada adegan dimana keduanya telah telanjang bulat. Si pria Negro dengan tubuhnya tinggi besar, hitam mengkilat apalagi penisnya yang telah tegang itu, benar-benar dasyat, panjang, besar, hitam mengkilat kecoklat-coklatan, sedangkan ceweknya yang kelihatan orang Jepang atau orang Cina, dengan badannya kecil mungil tapi padat, kulitnya putih bersih benar-benar sangat kontras dengan pria Negro tersebut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan sigap si Negro terlihat mengangkat cewek tersebut dan menekan ke tembok. Terlihat dari samping penisnya yang panjang hitam itu ditempatkan pada belahan bibir kemaluan cewe yang putih kemerah-merahan. Secara perlahan-lahan mulai ditekan masuk, dari mulut cewe tersebut terdengar keluhan panjang dan kedua kakinya menggelepar-gelepar, serta kedua bolah matanya terputar-putar sehingga lebih banyak kelihatan putihnya. Sementara penis hitam si Negro terlihat makin terbenam ke dalam kemaluan cewenya, benar-benar suatu adegan yang sangat merangsang. Selang sejenak terlihat pantat si Negro mulai memompa, makin lama makin cepat, sementara cewe itu menggeliat-geliat sambil setengah menjerit-jerit.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aduuh.., Den. Kasian tu cewe, Negronya kok sadis benar yaah..? Iihh.., ngilu rasanya melihat barang segede itu..!" guman Trisni setengah berbisik sambil kedua bahunya agak menggigil, sedangkan wajahnya tampak mulai memerah dan nafasnya agak tersengal-sengal.</div><div style="color: lime;">"Wah.., Tris kan yang gede itu enak rasanya. Coba bayangkan kalau barangnya si Negro itu mengaduk-aduk itunya Trisni. Bagaimana rasanya..?" sahutku.</div><div style="color: lime;">"Iih.., Aden jorok aahh..!" sahut Trisni disertai bahunya yang menggigil, tapi matanya tetap terpaku pada adegan demi adegan yang makin seru saja yang sedang berlangsung di layar TV.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Melihat keadaan Trisni itu, dengan diam-diam aku meluncurkan celana pendek yang kukenakan sekalian dengan CD, sehingga senjataku yang memang sudah sangat tegang itu meloncat sambil mengangguk-anguk dengan bebas. Melihat penisku yang tidak kalah besarnya dengan si Negro itu terpampang di hadapannya, kedua tangannya secara refleks menutup mulutnya, dan terdengar jeritan tertahan dari mulutnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian penisku itu kudekatkan ke wajahnya, karena memang posisi kami pada waktu itu adalah aku duduk di atas sofa, sedangkan Trisni duduk melonjor di lantai sambil bersandar pada sofa tempat kududuk, sehingga posisi barangku itu sejajar dengan kepalanya. Segera kupegang kepala Trisni dan kutarik mendekat ke arahku, sehingga badan Trisni agak merangkak di antara kedua kakiku. Kepalanya kutarik mendekat pada kemaluanku, dan aku berusaha memasukkan penisku ke mulutnya. Akan tetapi dia hanya mau menciuminya saja, lidahnya bermain-main di kepala dan di sekitar batang penisku. Lalu dia mulai menjilati kedua buah pelirku, waahh.., geli banget rasanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Akhirnya kelihatan dia mulai meningkatkan permainannya dan dia mulai menghisap penisku pelan-pelan. Ketika sedang asyik-asyiknya aku merasakan hisapan Trisni itu, tiba-tiba si Erni pembantu yang satunya masuk ke ruang tengah, dan dia terkejut ketika melihat adegan kami. Kami berdua juga sangat kaget, sehingga aktivitas kami jadi terhenti dengan mendadak.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ehh.., Erni kamu jangan lapor ke Paman atau Bibi ya..! Awas kalau lapor..!" ancamku.</div><div style="color: lime;">"Ii.. ii.. iyaa.. Deen..!" jawabnya terbata-bata sambil matanya setengah terbelalak melihat kemaluanku yang besar itu tidak tertutup dan masih tegak berdiri.</div><div style="color: lime;">"Kamu duduk di sini aja sambil nonton film itu..!" sahutkku.</div><div style="color: lime;">Dengan diam-diam dia segera duduk di lantai sambil matanya tertuju ke layar TV.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku kemudian melanjutkan aktivitasku terhadap Trisni, dengan melucuti semua baju Trisni. Trisni terlihat agak kikuk juga terhadap Erni, akan tetapi melihat Erni yang sedang asyik menonton adegan yang berlasung di layar TV itu, akhirnya diam saja membiarkanku melanjutkan aktivitasku itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah bajunya kulepaskan sampai dia telanjang bulat, kutarik badannya ke arahku, lalu dia kurebahkan di sofa panjang. Kedua kakinya tetap terjulur ke lantai, hanya bagian pantatnya ke atas yang tergeletak di sofa. Sambil membuka bajuku, kedua kakinya segera kukangkangi dan aku berlutut di antara kedua pahanya. Kedua tanganku kuletakkan di atas pinggulnya dan jari-jari jempolku menekan pada bibir kemaluannya, sehingga kedua bibir kemaluannya agak terbuka dan aku mulai menjilati permukaan kemaluannya, ternyata kemaluannya sudah sangat basah.</div><div style="color: lime;">"Deen.., oh Deen..! Uuenaak..!" rintihnya tanpa sadar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sambil terus menjilati kemaluannya Trisni, aku melirik si Erni, tapi dia pura-pura tidak melihat apa yang kami lakukan, akan tetapi dadanya terlihat naik turun dan wajahnya terlihat memerah. Tidak berselang lama kemudian badannya Trisni bergetar dengan hebat dan pantatnya terangkat ke atas dan dari mulutnya terdengar desahan panjang. Rupanya dia telah mengalami orgasme. Setelah itu badannya terkulai lemas di atas sofa, dengan kedua kakinya tetap terjulur ke lantai, matanya terpejam dan dari wajahnya terpancar suatu kepuasan, pada dahinya terlihat bitik-bintik keringat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku lalu berjongkok di antara kedua pahanya yang masih terkangkang itu dan kedua jari jempol dan telunjuk tangan kiriku kuletakkan pada bibir kemaluannya dan kutekan supaya agak membuka, sedang tangan kananku kupegang batang penisku yang telah sangat tegang itu yang berukuran 19 cm, sambil kugesek-gesek kepala penisku ke bibir vagina Trisni. Akhirnya kutempatkan kepala penisku pada bibir kemaluan Trisni, yang telah terbuka oleh kedua jari tangan kiriku dan kutekan penisku pelan-pelan. Bles..! mulai kepalanya menghilang pelan-pelan ke dalam vagina Trisni diikuti patang penisku, centi demi centi menerobos ke dalam liang vaginanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sampai akhirnya amblas semua batang penisku, sementara Trisni mengerang-erang keenakan.</div><div style="color: lime;">"Aduhh.. eennaak.., ennkk Deen. Eenak..!"</div><div style="color: lime;">Aku menggerakan pinggulku maju mundur pelan-pelan, sehingga penisku keluar masuk ke dalam vagina Trisni. Terasa masih sempit liang vagina Trisni, kepala dan batang penisku serasa dijepit dan diurut-urut di dalamnya. Amat nikmat rasanya penisku menerobos sesuatu yang kenyal, licin dan sempit. Rangsangan itu sampai terasa pada seluruh badanku sampai ke ujung rambutku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku melirik ke arah Erni, yang sekarang secara terang-terangan telah memandang langsung ke arah kami dan melihat apa yang sedang kami lakukan itu.</div><div style="color: lime;">"Sini..! Daripada bengong aja mendingan kamu ikut.., ayo sini..!" kataku pada Erni.</div><div style="color: lime;">Lalu dengan masih malu-malu Erni menghampiri kami berdua. Aku ganti posisi, Trisni kusuruh menungging, telungkup di sofa. Sekarang dia berlutut di lantai, dimana perutnya terletak di sofa. Aku berlutut di belakangnya dan kedua pahanya kutarik melebar dan kumasukkan penisku dari belakang menerobos ke dalam vaginanya. Kugarap dia dari belakang sambil kedua tanganku bergerilya di tubuh Erni.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kuelus-elus dadanya yang masih terbungkus dengan baju, kuusap-usap perutnya. Ketika tanganku sampai di celana dalamnya, ternyata bagian bawah CD-nya sudah basah, aku mencium mulutnya lalu kusuruh dia meloloskan blouse dan BH-nya. Setelah itu aku menghisap putingnya berganti-ganti, dia kelihatan sudah sangat terangsang. Kusuruh dia melepaskan semua sisa pakaiannya, sementara pada saat bersamaan aku merasakan penisku yang berada di dalam vagina Trisni tersiram oleh cairan hangat dan badan Trisni terlonjak-lonjak, sedangkan pantatnya bergetar. Oohh.., rupanya Trisni mengalami orgasme lagi pikirku. Setelah badannya bergetar dengan hebat, Trisni pun terkulai lemas sambil telungkup di sofa.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lalu kucabut penisku dan kumasukkan pelan-pelan ke vagina si Erni yang telah kusuruh tidur telentang di lantai. Ternyata kemaluan Erni lebih enak dan terasa lubangnya lebih sempit dibandingkan dengan kemaluan Trisni. Mungkin karena Erni masih lebih muda dan jarang ketemu dengan suaminya pikirku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah masuk semua aku baru merasakan bahwa vagina si Erni itu dapat mengempot-empot, penisku seperti diremas-remas dan dihisap-hisap rasanya.</div><div style="color: lime;">"Uh enak banget memekmu Err. Kamu apain itu memekmu heh..?" kataku dan si Erni hanya senyum-senyum saja, lalu kupompa dengan lebih semangat.</div><div style="color: lime;">"Den.., ayoo lebih cepat..! Deen.. lebih cepat. Iiih..!" dan kelihatan bahwa si Erni pun akan mencapai klimaks.</div><div style="color: lime;">"Iihh.. iihh.. iihh.. hmm.. oohh.. Denn.. enaakk Deen..!" rintihnya terputus-putus sambil badannya mengejang-ngejang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku mendiamkan gerakan penisku di dalam lubang vagina Erni sambil merasakan ramasan dan empotan vagina Erni yang lain dari pada lain itu. Kemudian kucabut penisku dari kemaluan Erni, Trisni langsung mendekat dan dikocoknya penisku dengan tangannya sambil dihisap ujungnya. Kemudian gantian Erni yang melakukannya. Kedua cewek tersebut jongkok di depanku dan bergantian menghisap-hisap dan mengocok-ngocok penisku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tidak lama kemudian aku merasakan penisku mulai berdenyut-denyut dengan keras dan badanku mulai bergetar dengan hebat. Sesuatu dari dalam penisku serasa akan menerobos keluar, air maniku sudah mendesak keluar.</div><div style="color: lime;">"Akuu ngak tahan niihh.., mauu.. keluaar..!" mulutku mengguman, sementara tangan Erni terus mengocok dengan cepat batang penisku.</div><div style="color: lime;">Dan beberapa detik kemudian, "Crot.. croot.. croot.. crot..!" air maniku memancar dengan kencang yang segera ditampung oleh mulut Erni dan Trisni.</div><div style="color: lime;">Empat kali semprotan yang kurasakan, dan kelihatannya dibagi rata oleh Erni dan Trisni. Aku pun terkulai lemas sambil telentang di atas sofa.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Selama sebulan lebih aku bergantian mengerjai keduanya, kadang-kadang barengan juga.</div><div style="color: lime;">Pada suatu hari paman memanggilku, "Ric Paman mau ke Singapore ada keperluan kurang lebih dua minggu, kamu jaga rumah yaa..! Nemenin Bibi kamu ya..!" kata pamanku.</div><div style="color: lime;">"Iya deeh. Aku nggak akan dolan-dolan..!" jawabku.</div><div style="color: lime;">Dalam hatiku, "Kesempatan datang niihh..!"</div><div style="color: lime;">Bibi tersenyum manis padaku, kelihatan senyumnya itu sangat polos.</div><div style="color: lime;">"Hhmm.., tak tau dia bahaya sedang mengincarnya.." gumanku dalam hati.</div><div style="color: lime;">Niatku ingin merasakan tubuh bibi sebentar lagi pasti akan kesampaian.</div><div style="color: lime;">"Sekarang nih pasti akan dapat kunikmati tubuh Bibi yang bahenol..!" pikirku dalam hati.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah keberangkatan paman, malam harinya selesai makan malam dengan bibi, aku nonton Seputar Indonesia di ruang tengah.</div><div style="color: lime;">Bibi menghampiriku sambil berkata, "Ric, badan Bibi agak cape hari ini, Bibi mau tidur duluan yaa..!" sambil berjalan masuk ke kamarnya.</div><div style="color: lime;">Tadinya aku mau melampiaskan niat malam ini, tapi karena badan bibi kelihatan agak tidak fit, maka kubatalkan niatku itu. Kasihan juga ngerjain bibi dalam keadaan kurang fit dan lagian rasanya kurang seru kalau nanti belum apa-apa bibi sudah lemas. Tapi dalam hatiku aku bertekad untuk dapat menaklukkan bibi pada malam berikutnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Malam itu memang tidak terjadi apa-apa, tapi aku menyusun rencana untuk dapat menaklukkan bibi. Pada malam berikutnya, setelah selesai makan malam bibi langsung masuk ke dalam kamarnya. Selang sejenak dengan diam-diam aku menyusulnya. Pelan-pelan kubuka pintu kamarnya yang kebetulan tidak dikunci. Sambil mengintip ke dalam, di dalam kamar tidak terlihat adanya bibi, tapi dari dalam kamar mandi terdengar suara air disiram. Rupanya bibi berada di dalam kamar mandi, aku pun dengan berjingkat-jingkat langsung masuk ke kamar bibi. Aku kemudian bersembunyi di bawah kolong tempat tidurnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Selang sesaat, bibi keluar dari kamar mandi. Setelah mengunci pintu kamarnya, bibi mematikan lampu besar, sehingga ruang kamarnya sekarang hanya diterangi oleh lampu tidur yang terdapat di meja, di sisi tempat tidurnya. Kemudian bibi naik ke tempat tidur. Tidak lama kemudian terdengar suara napasnya yang berbunyi halus teratur menandakan bibi telah tertidur. Aku segera keluar dari bawah tempat tidurnya dengan hati-hati, takut menimbulkan suara yang akan menyebabkan bibi terbangun.</div><div style="color: lime;">Kulihat bibi tidur tidak berselimut, karena biarpun kamar bibi memakai AC, tapi kelihatan AC-nya diatur agar tidak terlalu dingin. Posisi tidur bibi telentang dan bibi hanya memakai baju daster merah muda yang tipis. Dasternya sudah terangkat sampai di atas perut, sehingga terlihat CD mini yang dikenakannya berwarna putih tipis, sehingga terlihat belahan kemaluan bibi yang ditutupi oleh rambut hitam halus kecoklat-coklatan. Buah dada bibi yang tidak terlalu besar tapi padat itu terlihat samar-samar di balik dasternya yang tipis, naik turun dengan teratur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Walaupun dalam posisi telentang, tapi buah dada bibi terlihat mencuat ke atas dengan putingnya yang coklat muda kecil. Melihat pemandangan yang menggairahkan itu aku benar-benar terangsang hebat. Dengan cepat kemaluanku langsung bereaksi menjadi keras dan berdiri dengan gagahnya, siap tempur. Perlahan-lahan kuberjongkok di samping tempat tidur dan tanganku secara hati-hati kuletakkan dengan lembut pada belahan kemaluan bibi yang mungil itu yang masih ditutupi dengan CD. Perlahan-lahan tanganku mulai mengelus-elus kemaluan bibi dan juga bagian paha atasnya yang benar-benar licin putih mulus dan sangat merangsang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Terlihat bibi agak bergeliat dan mulutnya agak tersenyum, mungkin bibi sedang mimpi, sedang becinta dengan paman. Aku melakukan kegiatanku dengan hati-hati takut bibi terbangun. Perlahan-lahan kulihat bagian CD bibi yang menutupi kemaluannya mulai terlihat basah, rupanya bibi sudah mulai terangsang juga. Dari mulutnya terdengar suara mendesis perlahan dan badannya menggeliat-geliat perlahan-lahan. Aku makin tersangsang melihat pemandangan itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Cepat-cepat kubuka semua baju dan CD-ku, sehingga sekarang aku bertelanjang bulat. Penisku yang 19 cm itu telah berdiri kencang menganguk-angguk mencari mangsa. Dan aku membelai-belai buah dadanya, dia masih tetap tertidur saja. Aku tahu bahwa puting dan klitoris bibiku tempat paling suka dicumbui, aku tahu hal tersebut dari film-film bibiku. Lalu tanganku yang satu mulai gerilya di daerah vaginanya. Kemudian perlahan-lahan aku menggunting CD mini bibi dengan gunting yang terdapat di sisi tempat tidur bibi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sekarang kemaluan bibi terpampang dengan jelas tanpa ada penutup lagi. Perlahan-lahan kedua kaki bibi kutarik melebar, sehingga kedua pahanya terpentang. Dengan hati-hati aku naik ke atas tempat tidur dan bercongkok di atas bibi. Kedua lututku melebar di samping pinggul bibi dan kuatur sedemikian rupa supaya tidak menyentuh pinggul bibi. Tangan kananku menekan pada kasur tempat tidur, tepat di samping tangan bibi, sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah merangkak di atas bibi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tangan kiriku memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku kuletakkan pada belahan bibir kemaluan bibi yang telah basah itu. Kepala penisku yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan bibi. Terdengar suara erangan perlahan dari mulut bibi dan badannya agak mengeliat, tapi matanya tetap tertutup. Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku membelah bibir kemaluan bibi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan bibi. Dari mulut bibi tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan mulai gelisah. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum bibi sadar, aku sudah harus menaklukan kemaluan bibi dengan menempatkan posisi penisku di dalam lubang vagina bibi. Sebab itu segera kupastikan letak penisku agar tegak lurus pada kemaluan bibi. Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kelihatan sejenak kedua paha bibi bergerak melebar, seakan-akan menampung desakan penisku ke dalam lubang kemaluanku. Badannya tiba-tiba bergetar menggeliat dan kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung, memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan siap untuk berteriak. Dengan cepat tangan kiriku yang sedang memegang penisku kulepaskan dan buru-buru kudekap mulut bibi agar jangan berteriak. Karena gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi, akibatnya seluruh berat pantatku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi dengan cepat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Badan bibi tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan, sedangkan kedua tangannya otomatis mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan tangan kiriku.</div><div style="color: lime;">"Aauuhhmm.. aauuhhmm.. hhmm..!" desahnya tidak jelas.</div><div style="color: lime;">Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat, kelihatan bibi sangat kaget dan mungkin juga kesakitan akibat penisku yang besar menerobos masuk ke dalam kemaluannya dengan tiba-tiba.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Meskipun bibi merontak-rontak, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan bibi dengan kedua kaki bibi yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam di dalam vagina bibi terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh otot-otot dalam vagina bibi. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar dilukiskan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena sudah kepalang tanggung, maka tangan kananku yang tadinya bertumpu pada tempat tidur kulepaskan. Sekarang seluruh badanku menekan dengan rapat ke atas badan bibi, kepalaku kuletakkan di samping kepala bibi sambil berbisik kekuping bibi.</div><div style="color: lime;">"Bii.., bii.., ini aku Eric. Tenang bii.., sshheett.., shhett..!" bisikku.</div><div style="color: lime;">Bibi masih mencoba melepaskan diri, tapi tidak kuasa karena badannya yang mungil itu teperangkap di bawah tubuhku. Sambil tetap mendekap mulut bibi, aku menjilat-jilat kuping bibi dan pinggulku secara perlahan-lahan mulai kugerakkan naik turun dengan teratur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Perlahan-lahan badan bibi yang tadinya tegang mulai melemah.</div><div style="color: lime;">Kubisikan lagi ke kuping bibi, "Bii.., tanganku akan kulepaskan dari mulut bibi, asal bibi janji jangan berteriak yaa..?"</div><div style="color: lime;">Perlahan-lahan tanganku kulepaskan dari mulut bibi.</div><div style="color: lime;">Kemudian Bibi berkata, "Riic.., apa yang kau perbuat ini..? Kamu telah memperkosa Bibi..!"</div><div style="color: lime;">Aku diam saja, tidak menjawab apa-apa, hanya gerakan pinggulku makin kupercepat dan tanganku mulai memijit-mijit buah dada bibi, terutama pada bagian putingnya yang sudah sangat mengeras.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rupanya meskipun wajah bibi masih menunjukkan perasaan marah, akan tetapi reaksi badannya tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sudah mulai terangsang itu. Melihat keadaan bibi ini, tempo permainanku kutingkatkan lagi.</div><div style="color: lime;">Akhirnya dari mulut bibi terdengar suara, "Oohh.., oohh.., sshh.., sshh.., eemm.., eemm.., Riicc.., Riicc..!"</div><div style="color: lime;">Dengan masih melanjutkan gerakan pinggulku, perlahan-lahan kedua tanganku bertumpu pada tempat tidur, sehingga aku sekarang dalam posisi setengah bangun, seperti orang yang sedang melakukan push-up.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dalam posisi ini, penisku menghujam kemaluan bibi dengan bebas, melakukan serangan-serangan langsung ke dalam lubang kemaluan bibi. Kepalaku tepat berada di atas kepala bibi yang tergolek di atas kasur. Kedua mataku menatap ke bawah ke dalam mata bibi yang sedang meram melek dengan sayu. Dari mulutnya tetap terdengar suara mendesis-desis. Selang sejenak setelah merasa pasti bahwa bibi telah dapat kutaklukan, aku berhenti dengan kegiatanku. Setelah mencabut penisku dari dalam kemaluan bibi, aku berbaring setengah tidur di samping bibi. Sebelah tanganku mengelus-elus buah dada bibi terutama pada bagian putingnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eehh.., Ric.., kenapa kau lakukan ini kepada bibimu..!" katanya.</div><div style="color: lime;">Sebelum menjawab aku menarik badan bibi menghadapku dan memeluk badan mungilnya dengan hati-hati, tapi lengket ketat ke badan. Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Woowww..! Sekarang bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang menari-nari di mulutnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Selang sejenak kuhentikan ciumanku itu.</div><div style="color: lime;">Sambil memandang langsung ke dalam kedua matanya dengan mesra, aku berkata, "Bii.. sebenarnya aku sangat sayang sekali sama Bibi, Bibi sangat cantik lagi ayu..!"</div><div style="color: lime;">Sambil berkata itu kucium lagi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku, "Setiaap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku, ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya."</div><div style="color: lime;">Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ciumanku kali ini sangat panjang, seakan-akan ingin menghirup napasnya dan belahan jiwanya masuk ke dalam diriku. Ini kulakukan dengan perasaan cinta kasih yang setulus-tulusnya. Rupanya bibi dapat juga merasakan perasaan sayangku padanya, sehingga pelukan dan ciumanku itu dibalasnya dengan tidak kalah mesra juga.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Beberapa lama kemudian aku menghentikan ciumanku dan aku pun berbaring telentang di samping bibi, sehingga bibi dapat melihat keseluruhan badanku yang telanjang itu.</div><div style="color: lime;">"Iih.., gede banget barang kamu Ricc..! Itu sebabnya tadi Bibi merasa sangat penuh dalam badan Bibi." katanya, mungkin punyaku lebih besar dari punya paman.</div><div style="color: lime;">Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya. Ciumanku mulai dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri dan kanan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sementara aksiku sedang berlangsung, badan bibi menggeliat-geliat kenikmatan. Dari mulutnya terdengar suara mendesis-desis tidak hentinya. Aksiku kuteruskan ke bawah, turun ke perutnya yang ramping, datar dan mulus. Maklum, bibi belum pernah melahirkan. Bermain-main sebentar disini kemudian turun makin ke bawah, menuju sasaran utama yang terletak pada lembah di antara kedua paha yang putih mulus itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pada bagian kemaluan bibi, mulutku dengan cepat menempel ketat pada kedua bibir kemaluannya dan lidahku bermain-main ke dalam lubang vaginanya. Mencari-cari dan akhirnya menyapu serta menjilat gundukan daging kecil pada bagian atas lubang kemaluannya. Segera terasa badan bibi bergetar dengan hebat dan kedua tangannya mencengkeram kepadaku, menekan ke bawah disertai kedua pahanya yang menegang dengan kuat.</div><div style="color: lime;">Keluhan panjang keluar dari mulutnya, "Oohh.., Riic.., oohh.. eunaakk.. Riic..!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sambil masih terus dengan kegiatanku itu, perlahan-lahan kutempatkan posisi badan sehingga bagian pinggulku berada sejajar dengan kepala bibi dan dengan setengah berjongkok. Posisi batang kemaluanku persis berada di depan kepala bibi. Rupanya bibi maklum akan keinginanku itu, karena terasa batang kemaluanku dipegang oleh tangan bibi dan ditarik ke bawah. Kini terasa kepala penis menerobos masuk di antara daging empuk yang hangat. Ketika ujung lidah bibi mulai bermain-main di seputar kepala penisku, suatu perasaan nikmat tiba-tiba menjalar dari bawah terus naik ke seluru badanku, sehingga dengan tidak terasa keluar erangan kenikmatan dari mulutku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan posisi 69 ini kami terus bercumbu, saling hisap-mengisap, jilat-menjilat seakan-akan berlomba-lomba ingin memberikan kepuasan pada satu sama lain. Beberapa saat kemudian aku menghentikan kegiatanku dan berbaring telentang di samping bibi. Kemudian sambil telentang aku menarik bibi ke atasku, sehingga sekarang bibi tidur tertelungkup di atasku. Badan bibi dengan pelan kudorong agak ke bawah dan kedua paha bibi kupentangkan. Kedua lututku dan pantatku agak kunaikkan ke atas, sehingga dengan terasa penisku yang panjang dan masih sangat tegang itu langsung terjepit di antara kedua bibir kemaluan bibi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan suatu tekanan oleh tanganku pada pantat bibi dan sentakan ke atas pantatku, maka penisku langsung menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi. Amblas semua batangku.</div><div style="color: lime;">"Aahh..!" terdengar keluhan panjang kenikmatan keluar dari mulut bibi.</div><div style="color: lime;">Aku segera menggoyang pinggulku dengan cepat karena kelihatan bahwa bibi sudah mau klimaks. Bibi tambah semangat juga ikut mengimbangi dengan menggoyang pantatnya dan menggeliat-geliat di atasku. Kulihat wajahnya yang cantik, matanya setengah terpejam dan rambutnya yang panjang tergerai, sedang kedua buah dadanya yang kecil padat itu bergoyang-goyang di atasku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ketika kulihat pada cermin besar di lemari, kelihatan pinggul bibi yang sedang berayun-ayun di atasku. Batang penisku yang besar sebentar terlihat sebentar hilang ketika bibi bergerak naik turun di atasku. Hal ini membuatku jadi makin terangsang. Tiba-tiba sesuatu mendesak dari dalam penisku mencari jalan keluar, hal ini menimbulkan suatu perasaan nikmat pada seluruh badanku. Kemudian air maniku tanpa dapat ditahan menyemprot dengan keras ke dalam lubang vagina bibi, yang pada saat bersamaan pula terasa berdenyut-denyut dengan kencangnya disertai badannya yang berada di atasku bergetar dengan hebat dan terlonjak-lonjak. Kedua tangannya mendekap badanku dengan keras.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pada saat bersamaan kami berdua mengalami orgasme dengan dasyat. Akhirnya bibi tertelungkup di atas badanku dengan lemas sambil dari mulut bibi terlihat senyuman puas.</div><div style="color: lime;">"Riic.., terima kasih Ric. Kau telah memberikan Bibi kepuasan sejati..!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah beristirahat, kemudian kami bersama-sama ke kamar mandi dan saling membersihkan diri satu sama lain. Sementara mandi, kami berpelukan dan berciuman disertai kedua tangan kami yang saling mengelus-elus dan memijit-mijit satu sama lain, sehingga dengan cepat nafsu kami terbangkit lagi. Dengan setengah membopong badan bibi yang mungil itu dan kedua tangan bibi menggelantung pada leherku, kedua kaki bibi kuangkat ke atas melingkar pada pinggangku dan dengan menempatkan satu tangan pada pantat bibi dan menekan, penisku yang sudah tegang lagi menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aaughh.. oohh.. oohh..!" terdengar rintihan bibi sementara aku menggerakan-gerakan pantatku maju-mundur sambil menekan ke atas.</div><div style="color: lime;">Dalam posisi ini, dimana berat badan bibi sepenuhnya tertumpu pada kemaluannya yang sedang terganjel oleh penisku, maka dengan cepat bibi mencapai klimaks.</div><div style="color: lime;">"Aaduhh.. Riic.. Biibii.. maa.. maa.. uu.. keluuar.. Riic..!" dengan keluhan panjang disertai badannya yang mengejang, bibi mencapai orgasme, dan selang sejenak terkulai lemas dalam gendonganku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan penisku masih berada di dalam lubang kemaluan bibi, aku terus membopongnya. Aku membawa bibi ke tempat tidur. Dalam keadaan tubuh yang masih basah kugenjot bibi yang telah lemas dengan sangat bernafsu, sampai aku orgasme sambil menekan kuat-kuat pantatku. Kupeluk badan bibi erat-erat sambil merasakan airmaniku menyemprot-nyemprot, tumpah dengan deras ke dalam lubang kemaluan bibi, mengisi segenap relung-relung di dalamnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Semalaman itu kami masih melakukan persetubuhan beberapa kali, dan baru berhenti kecapaian menjelang fajar. Sejak saat itu, selanjutnya seminggu minimum 4 kali kami secara sembunyi-sembunyi bersetubuh, diselang seling mengerjai si Trisni dan Erni apabila ada waktu luang. Hal ini berlangsung terus tanpa paman mengetahuinya sampai saya lulus serjana dan harus pindah ke Jakarta, karena diterima kerja di suatu perusahaan asing.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-24544228265141012222012-03-12T20:48:00.009-07:002012-03-14T05:24:20.144-07:00ibu mertuaku<div style="color: lime;">Perkawinanku yang telah berusia tujuh tahun tergolong mulus dan memberi banyak kebahagiaan. Tetapi tidak sejak enam bulan lalu, tepatnya setelah istriku Neni terkena kanker payudara dan terpaksa salah satu miliknya itu harus diangkat. Neni menjadi sangat murung dan kehilangan gairah hidup. Bahkan ia memutuskan keluar dari tempatnya bekerja di sebuah perusahaan swasta.</div><a name='more'></a><br />
<div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kuakui, dengan hilangnya salah satu payudara di tubuh Neni, ada sebagian pesonanya yang hilang. Bila ia telanjang, kurasakan ada sesuatu yang hilang. Sepasang buah dadanya yang sangat montok dan selalu menjadi pelampiasan gairahku kini tinggal satu. Bagian yang lain menjadi rata dan bahkan ada semacam luka parut yang sangat mengganggu. Namun karena aku tak mau menyakitinya, kuanggap itu bukan masalah. Bahkan kerap kuyakinkan bahwa aku tak pernah berpikir untuk meninggalkannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tetapi tidak bagi Neni. Kehilangan payudara menjadikannya hilang rasa percaya diri. Setiap hari hanya berbaring di tempat tidur. Tidak mau mengerjakan apa pun termasuk mengurus Lani, putriku yang berusia 3 tahun anak kami satu-satunya. Untung ada ibu mertuaku yang memutuskan tinggal bersama kami setelah Neni menjalani operasi. Dan karena ibu mertuaku itulah segala pekerjaan rumah menjadi beres termasuk memasak dan mengurus Lani.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Malangnya, Neni sama sekali menolak diajak berhubungan intim sejak mulai sakit dan sampai payudaranya diangkat. Ia malah selalu menyuruhku untuk mencari wanita pengganti karena menurutnya ia sudah tidak pantas lagi melayaniku. Maka sebagai laki-laki berusia 33 tahun (istriku berumur 28 tahun), yang masih sangat potens dalam soal seks, aku sering merasa puyeng. Mau mencari kepuasan ke WTS aku merasa jijik. Di samping dipakai banyak orang, pasti membawa penyakit berbahaya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pernah melintas pikiran buruk untuk merayu ibu mertuaku. Usia ibu mertuaku sudah 53 tahun dan telah menjanda sejak kematian suaminya tiga tahun lalu. Pikiran ngeres itu muncul setelah aku sempat memergokinya mengenakan pakaian yang sangat minim. Suatu hari ia sedang mandi. Tiba-tiba dari arah dapur tercium bau gosong nasi yang sedang ditanak. Aku yang sedang memberi makan burung di dekat dapur jadi berteriak.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Bau gosong apa nih Bu, nasi yah?" ujarku saat itu karena tidak tahu ibu mertuaku ada di kamar mandi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ibu mertua yang mendengar teriakanku langsung lari keluar dari kamar mandi. Tubuhnya yang masih basah kuyup, karena belum selesai mandi, hanya dililit handuk yang berukuran tak cukup lebar. Hanya menutup dada dan sedikit di bawah pangkal pahanya. Dengan tergesa ia segera mengangkat panci, mematikan kompor dan memindahkan nasi ke magicjar agar nasi tidak berbau gosong semua.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saat itulah, saat ibu mertuaku melakukan segala aktivitas itu, aku bisa melihat sebagian tubuh ibu mertuaku yang belum pernah kulihat. Kulit ibu ternyata lebih bersih dibandingkan kulit Neni, istriku. Buah dadanya kurasa juga lebih besar dibanding kepunyaan Neni. Hanya mungkin sudah agak kendur. Aku tidak bisa memastikan karena belum pernah menyentuhnya dan saat itu terbelit oleh handuk yang dililitkannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Namun, yang lebih membuatku panas dingin, adalah saat ia membungkukkan badan. Karena handuknya kelewat kekecilan, saat membungkuk handuknya menjadi tambah terangkat. Jadilah aku bisa melihat pahanya yang membulat sampai ke pangkalnya. Juga pantatnya yang besar dan pinggul yang mengundang pesona. Bahkan, ah, aku juga bisa melihat memek ibu mertuaku yang terlihat mengintip di antara kedua pangkal pahanya. Kemaluan ibu mertuaku terlihat gundul tanpa rambut. Tampaknya habis dicukur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Melihat itu, gairahku langsung naik cukup tinggi. Jakunku menjadi turun naik dan denyut jantung menjadi tidak teratur. Maklum sudah cukup lama tidak mendapat layanan istri di tempat tidur. Saat itu aku nyaris nekad memeluk ibu mertuaku dari belakang dan melampiaskan hasrat yang menggelegak. Namun takut dianggap kurang ajar dan bisa mengundang masalah bila ibu mertuaku tidak berkenan, aku pendam keinginan itu. Juga karena penampilan ibu selama ini sangat pendiam dan rajin menasehati hingga aku tidak berani kurang ajar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dari waktu ke waktu, sikap istriku bukannya membaik tetapi semakin buruk. Ia hanya keluar kamar saat makan atau mandi dan selebihnya dihabiskan untuk tidur atau nonton TV yang juga tersedia di kamar. Ia juga menolak bila diajak berhubungan badan. Jadilah kami sering bertengkar seperti yang terjadi malam itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kalau kamu tetap dingin, biar nanti aku mencari pelacur untuk menggantikanmu," kataku dalam nada tinggi karena tak bisa menahan emosi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Gairahku malam itu memang sudah naik ke ubun-ubun. Tetapi Neni hanya menjawab santai.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aku kan sudah minta Mas Hen mencari wanita lain yang bisa melayani. Aku nggak apa-apa kok," ujarnya enteng.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Emosiku meledak. Sambil keluar kamar pintu kututup kencang hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Ingin rasanya aku menstater motor keluar untuk mencari pelacur di pinggir jalan atau ke hotel yang menyediakan wanita panggilan. Tetapi kemana, aku tidak punya pengalaman? Dan lagi malam sudah sangat larut. Untuk meredam emosi, kuambil sebotol air dingin dan kubawa ke kandang ayam di belakang rumah. Tempat yang paling kusenangi untuk melamun dan mengurangi rasa gundah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Benar emosiku mulai reda setelah beberapa tegukan air dingin membasahi kerongkonganku. Terlebih setelah sebatang rokok kunyalakan dan kuhisap. Berteman asap rokok, anganku mengembara memikirkan nasib perkawinanku yang porak-poranda gara-gara kanker yang diderita istriku. Namun saat aku hendak menyalakan batang rokok berikutnya, suara ibu mertua mengagetkanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Bertengkar lagi ya Hen," lirih suara ibu mertuaku terdengar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Wanita itu ternyata telah berdiri tak jauh dari tempat aku duduk di kegelapan kandang ayam.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"I.. Ibu belum tidur? Maafkan saya Bu," ujarku sedikit tergagap.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Bukan kamu yang salah. Tetapi memang Neni yang keterlaluan. Padahal ibu sudah berkali-kali mengingatkan," katanya lagi seolah menyalahkan diri sendiri.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ibu mertuaku mendekat dan duduk menjejeriku di kursi panjang. Mungkin ia tidak enak dengan sikap putrinya itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Saya emosi karena Neni lebih senang kalau saya tidur dengan pelacur. Saya pusing sekali..,"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"I.. Iya Ibu tahu. Pasti kamu sangat pusing," ujarnya lirih mencoba memahami perasaanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sasaat kami hanya diam membisu. Aku dengan pikiranku yang kesal dengan ulah istrik. Sedang ibu mertuaku? Entah menerawang kemana pikiranbnya. Sampai akhirnya, "Kalau mau ibu punya usul.., ta.. tapi," ibu mertuaku nampak ragu untuk menyelesaikan kalimatnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Usul apa Bu? Katakan saja..,"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Begini. Dulu, kalau ibu hamil muda, bawaannya enggan melayani bapaknya Neni. Bahkan dipaksa pun ibu menolak. Dan itu berlangsung sampai tiga bulan. Maka bapak jadi tidak kuat. Akhirnya sebagai jalan keluar, setiap ingin bapak minta itunya dikocok oleh tangan ibu sampai keluar," ujar ibu mertuaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Saya sudah minta begitu Bu, tetapi Neni tetap tidak mau," kataku menukas.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ibu mertuaku terdiam. Ia ingin menyampaikan sesuatu tetapi terlihat ragu. Wajahnya menunduk. Sampai akhirnya, "Hen, ibu kasihan sama kamu. Biarlah ibu yang bantu mengocok, biar pusingnya hilang," ujarnya lirih.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sungguh aku sangat senang dengan tawaran ibu mertuaku. Daripada mengocok sendiri sambil membayangkan paha dan pantat besar ibu mertuaku. Kini dia yang malah menawarkan diri untuk mengocok kontolku. Pasti lebih asyik, pikirku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Te.. Terus kapan Bu? Saat ini kepala saya sangat pusing." Memang sejak tadi gairahku naik cukup tinggi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sekarang juga boleh," katanya menawarkan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tadinya ibu mertuaku mau melakukannya di tempat kami duduk di dekat kandang ayam. Tapi kutolak dengan alasan kurang leluasa dan tempatnya kurang nyaman. Akhirnya kami sepakat melakukan di kamar tamu, karena di kamar yang ditempati ibu mertuaku ada Lani putriku. Ibu memintaku untuk lebih dulu mengecek apakah Neni sudah pulas apa belum. Katanya, nggak enak kalau sampai Neni tahu. Dan Neni ternyata sudah pulas mendengkur hingga aku langsung menyusul ibu mertuaku ke kamar tamu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Di dalam kamar, ibu mertua menungguku duduk di tepian ranjang. Tapi ia nampak canggung, mungkin malu atau entah apa yang membersit di kepalanya. Namun aku tak peduli dan segera kulepaskan sarung dan baju kaos yang kukenakan. Dengan rudal yang telah tegak mengacung dan tubuh bugil telanjang bulat aku duduk merapat ke ibu mertuaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ayolah Bu, biar pusingku hilang. Katanya mau mengocok?" kataku sambil menarik tangan ibu mertuaku dan menempelkannya di penisku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Melihat kontolku yang ukurannya lumayan besar dan telah tegak mengacung, wanita itu agak tertegun melihatnya. Wajahnya kian tertunduk tapi kuyakin ia mengagumi alat kejantananku itu. Mengagumi kepala penisku yang membonggol dan batangnya yang cukup besar dihiasi urat-urat menonjol."Dibandingkan milik ayah, besar mana Bu dengan punyaku?" Kataku mencoba menetralisir ketegangan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan reflek ibu mertua mencubit pahaku. Tapi ia tidak marah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Hushh.. Jangan ngomongin orang yang sudah meninggal. Tapi punya kamu memang jauh lebih besar. Sampai takut ibu melihatnya," ujar ibu mertuaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Takut... apa seneng?" timpalku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ia mencubit lagi, tapi pelan saja dan tidak menimbulkan sakit. Selanjutnya, tangan ibu mertuaku mulai beraksi. Pertama kepala penisku dibelai-belainya dengan lembut, lalu usapannya turun ke kantung pelirku. Cara menyentuhnya benar-benar profesional dan menimbulkan sensasi luar biasa. Terlebih saat ia mulai menggenggam batang penis itu dan mengocoknya perlahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Disamping mengocok, terkadang tangan ibu mertuaku seperti meremas gemas batang penisku. Akupun mendesah, menggelinjang menahan nikmat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ahh.. Sshh.. Enak sekali Bu..,. Oohh," rintihku tertahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tanpa sadar aku telah mendekap ibu mertuaku. Wajahku yang membenam di lehernya membaui aroma wangi cologne yang biasa dipakai istriku hingga gairahku kian terpacu. Dan ah, ternyata ibu mertuaku tidak mengenakan BH. Aku tahu karena lenganku yang mendekap tubuhnya menyentuh bukit lembut di balik daster yang dikenakannya. Maka segera saja susu ibu mertuaku itu kugerayangi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Meski aku menggerayang dari luar dasternya, tapi kuyakin buah dada ibu mertuaku lebih besar dibanding milik Neni istriku. Hanya agak lembek dan kendur. Bentuknya juga sudah merosot dan menggelantung karena putingnya berada agak di bawah. Sambil menahan nikmat oleh kocokkan dan elusan mengasyikkan tangannya pada kontolku, kubelai dan sesekali kuremas payudara ibu mertuaku. Bergantian kiri dan kanan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tak puas hanya menggerayangi dari luar bajunya, tanganku mulai mencari-cari kancing dasternya dan langsung kubukai. Namun ketika tanganku hendak menelusup merogoh masuk melalui bagian atas dasternya yang telah terbuka, ia seolah mencegah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ibu sudah tua Hen, punya ibu sudah jelek dan kendur," katanya seperti mengingatkan tapi tidak mencoba mencegah tanganku yang telah menelusup masuk.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dulu susu ibu mertuaku pasti sangat montok dan mancung bentuknya. Pasti almarhum ayah mertuaku senang membelai, meremas atau meneteknya. Kini di usianya yang telah 53 tahun, memang sudah agak kendur. Namun tetap tidak mengurangi gairahku untuk meremasinya. Apalagi putingnya juga besar menonjol, hingga aku jadi gemas untuk memilinnya dengan telunjuk dan ibu jariku. Nafas ibu mertuaku mulai memberat setiap aku memilin-milin putingnya. Dengus nafasnya menerpa wajahku yang berada sangat dekat dengan wajah ibu mertuaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Hen, lama banget punya kamu keluarnya. Ibu sudah pegel nih mengocoknya," perlahan ibu mertuaku berujar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sebenarnya itu siasatku saja karena sejak tadi pertahananku sudah hampir jebol tetapi selalu kutahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kalau begitu ibu berhenti dulu deh, gantian aku yang kerja," kataku sambil turun dari ranjang lalu mengambil posisi berjongkok di depan kaki ibu mertaku yang menjuntai.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu mau apa Hen?!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ia sangat kaget ketika aku menyingkapkan dasternya dan mencoba merenggangkan posisi kakinya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aku ingin lihat punya ibu," balasku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tadinya ibu mertuaku mencoba bertahan agar posisi kakinya tetap terhimpit. Namun karena aku memaksa, himpitannya mulai mengendor.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ibu nggak pakai celana dalam Hen. Jangan, ibu malu," katanya lagi tetapi membiarkan tanganku merenggangkan kedua kakinya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dari balik dasternya yang tersingkap sangat lebar, ternyata benar. Di samping tidak mengenakan BH, ibu mertuaku juga tidak memakai celana dalam. Di antara pahanya yang membulat putih montok, kemaluannya terlihat membusung lebar. Tetapi tanpa rambut, nampaknya ibu mertuaku rajin mencukur. Bibir kemaluannya agak tebal dan berwarna agak kecoklatan. Kontras dengan celahnya di bagian agak ke dalam yang berwarna merah muda. Pasti ayah mertuaku dulu sering mengentotnya dan dari lubang inilah Neni dilahirkan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Jakunku turun naik dan berkali-kali aku meneguk air liur melihat pemandangan menggairahkan itu. Tak tahan cuma hanya melihatnya, aku mulai menyentuh dan menggerayangi kemaluannya. Kuusap-usap dan kubelai memeknya yang membukit dan menggairahkanku itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sudah enam bulan lebih aku tak menyentuh bagian paling merangsang milik wanita ini atau sejak istriku selalu menolak kuajak berhubungan suami istri. Ternyata, memek gundul tanpa rambut juga lebih merangsang. Aku membelai memeknya sambil mulutku menciumi paha montok ibu mertuaku. Ibu mertuaku menggelinjang, mendesah menahan gairah. Dan sejauh itu, ia membiarkanku meluahkan gairahku yang telah cukup lama disapih dalam segala hal oleh Neni, istriku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Namun ketika ciumanku mendekat ke selangkangannya, ibu mertuaku sedikit berontak. Tangannya menahan kepalaku agar mulutku tak menempel di bibir kemaluannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Iihh... Mau diapain Hen? Jangan ah, kotor," katanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Apakah ia tidak pernah mendapatkan oral seks? Mungkin saja, karena ayah dan ibu mertuaku tergolong produk lampau. Berpikir begitu aku jadi nekad untuk memperkenalkan jilatan lidahku yang sering membuat istriku kelojotan bak cacing kepanasan. Kutekan keras kepalaku untuk mengalahkan penolakan ibu mertuaku sampai mulutku menyentuh memeknya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Memek ibu mertuaku tidak berbau, nampaknya ia rajin merawatnya. Saat lidahku mulai menyapu bibir kemaluannya, penolakannya mulai mengendur. Bahkan kuyakin ia mulai menikmatinya ketika lidahku menelusup ke celah memeknya dan menjilati kelentitnya. Ia mengerang dan merintih tertahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Gimana Bu, enak kan?" ujarku sambil terus menjilat dan menyapu lubang nikmat ibu mertuaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Bahkan sesekali kucerucupi dan kusedot-sedot kelentitnya. Ia terus mendesis dan mengerang menahan nikmat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aahh..,. Sshh..,.. Enak sekali Hen, oohh. Ibu baru merasakan yang seperti ini Hen.., oohh..,.. Sshh..,.. Aakkhh," erangnya tertahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lubang memek ibu basah, banjir oleh campuran ludahku dan cairan yang keluar dari vaginanya yang terasa asin. Rintihan dan erangan ibu mertuaku membuat gairahku kian terpacu. Aku juga takut ia mendahului mencapai klimaks dengan oral seks dan menjadikannya menolak untuk disetubuhi. Maka di tengah erangan dan rintihannya yang tak putus-putus, aku langsung berdiri.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kakinya yang menjuntai ke bawah ranjang makin kurenggangkan dan kontolku yang tegak mengacung kuarahkan ke liang sanggamanya. Kepala penisku yang membonggol besar kugeser-geserkan di bibir kemaluannya yang merekah lalu perlahan kudorong masuk. Bblleess, sekali tekan amblas terbenam batang penisku. Karena di samping banyak cairan pelicin yang bercampur ludah, nampaknya lubang memek ibu mertuaku sudah cukup longgar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ibu mertuaku yang tadinya tiduran bangkit seperti terkaget dan seolah hendak memprotes tindakanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Hen..,. Ja.. Jangan! Aa.. Aku ibu mertuamu Hen, ja.. Ja..,.. Aahh.. Oohh..,.. Sshh..,.. Akkhh," tetapi protesnya berubah menjadi erangan dan ungkapan kenikmatan setelah aku memaju mundurkan penisku di lubang vaginanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Susu ibu mertuaku yang besar ikut terguncang-guncang setiap kali penisku keluar masuk di lubang nikmatnya. Tubuhnya tergetar dan matanya membeliak-beliak dengan mulut yang terus mendesis. Tampaknya ia sangat menyukai sodokan-sodokan kontolku yang menghujami memeknya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sebenarnya aku ingin sekali meremasi susu ibu mertuaku yang terguncang-guncang menggemaskan itu atau mengulum putingnya yang mencuat coklat kehitaman. Ingin pula kulumat bibirnya yang membasah. Namun karena ingin memberi kesan yang baik padanya, aku berusaha sekuat tenaga untuk dapat memuaskannya. Hunjaman kontolku di lubang nikmatnya kadang kupercepat dan kadang kumainkan dalam tempo lambat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sambil terus menyodok-nyodok memeknya, sesekali kelentitnya yang mencuat kumainkan dengan jari telunjukku yang telah kubasahi dengan ludah. Variasi yang kulakukan membuat ibu mertuaku semakin kelabakan. Pinggulnya diangkat seperti hendak menyongsong sodokan kontolku. Rintihan dan erangannya semakin keras. Untung pintu kamar sudah kukancing dari dalam dan istriku pulas tertidur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Akhirnya, tubuh ibu mertuaku mengejang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ohh.. Ahh.. Shh.. Aakkhh enak sekali Hen, ibu nggak tahan mau keluar ahh.. Ahh," nampaknya ia hendak mendapatkan orgasmenya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Maka dengan cepat kupacu sodokan dan hunjaman kontolku di memek ibu mertuaku. Hingga ia seperti melolong dan merintih menahan nikmat. Aku baru berhenti setelah kulihat matanya membeliak dan hanya terlihat bagian putihnya dan tangan ibu mertuaku mencengkeram keras kain sprei tempatnya berbaring. Kubiarkan ibu mertuaku terkapar menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru didapatnya dengan nafas yang masih memburu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku keluar menuju kamar mandi. Aku ingin membersihku rudalku yang masih tegak mengacung selagi ibu mertuaku masih terkapar. Batang kontolku terasa lengket belepotan oleh lendir dari memek ibu mertuaku. Juga sambil menengok Neni di kamarnya, takut ia terbangun. Saat aku kembali, ibu mertuaku sudah berdiri dan bermaksud keluar kamar hingga aku mencegahnya."Bu saya masih ingin. Saya belum keluar nih," kataku berbisik sambil meremas pelan susunya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Iya.., ibu hanya ke kamar mandi sebentar kok," ujarnya sambil mencubit tanganku yang nakal.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tidak begitu lama ia kembali masuk kamar. Tidak seperti di babak pertama dimana ibu mertuaku agak canggung, di babak kedua dia lebih santai. Ia sama sekali tidak menolak ketika tubuhnya langsung kupeluk dan kulepaskan handuk yang melilit tubuhnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Bahkan masih sambil berdiri, ketika tanganku menggerayangi pantatnya yang besar dan meremas-remasnya, ia membalas dengan meremasi dan mengocok kontolku yang mengacung. Pantat ibu mertuaku agak basah dan ada wangi sabun mandi yang merebak. Pasti ia telah menyabuni bagian bawah tubuhnya saat di kamar mandi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lepas dari pantatnya, aku mulai menggerayangi buah dadanya. Susunya yang bentuknya mirip pepaya menggelantung itu, kendati ukurannya cukup besar tetapi terasa lembek dalam remasan tanganku. Ia mulai mendesah saat mulutku mulai meneteknya. Putingnya yang berwarna coklat kehitaman terasa mengeras dalam hiasapan mulutku. Ah, sudah lama aku tidak menetek susu Neni istriku. Maka meski payudara ibu mertuaku sudah lembek, aku tetap dengan rakus meneteknya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saat tubuhnya kudorong ke ranjang, ia langsung tiduran telentang. Pahanya dibuka lebar mengangkang hingga kemaluannya yang besar membukit tempak merekah menanti batang zakarku. Tampaknya ibu mertuaku hanya mengenal posisi konvensional dalam bersetubuh.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ibu jangan mengangkang, nungging saja. Biar saya tusuk dari belakang," kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Memang bisa Hen? Ada-ada saja kamu," ia memang tampak kaget dengan posisi doggy style yang kuminta.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tetapi tanpa menolak, wanita berusia 53 tahun itu langsung memenuhinya. Dalam posisi menungging, pantat ibu mertuaku tampak lebih merangsang. Besar dan menggunung. Lubang anusnya coklat kehitaman, sementara kemaluannya yang gundul nampak menyembul di bagian bawah di antara kedua pahanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tanpa menunggu terlalu lama, aku yang memang sudah cukup lama menahan gairah langsung mengarahkan kepala penisku ke lubang nikmatnya dari belakang. Mula-mula hanya kugesek-gesekkan di bibir kemaluannya lalu sedikit demi sedikit kutekan, hingga kepala penisku yang membonggol besar mulai masuk. Setelah mendapatkan jalan, langsung kudorong hingga amblas terbenam sampai seluruh batangnya melesak ke dalam. Ibu mertuaku agak tersentak dan tubuhnya sedikit mengejang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mengentoti ibu mertuaku dengan menusuk dari belakang ternyata lebih menggairahkan. Sambil mengokocok-kocok lubang memeknya dengan batang penisku, aku bisa meremasi pantatnya yang besar. Sesekali kuulurkan tanganku untuk menggerayang dan meremas susunya yang menggelantung dan terayun-ayun. Wanita itu kembali mendesah dan terkadang merintih. Nampaknya ia mulai merasakan nikmatnya sodokan batang penisku. Aku jadi tambah bersemangat, sodokanku semakin kupercepat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ahh.., ah.. Ah, Hen enak sekali punyamu Hen. Kontolmu enak banget, ah... ah..... Sshh.. aakkhh," mulut ibu mertuaku terus meracau.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mendegar lenguhan dan desahannya yang bak orang kepedasan, aku kian bersemangat. Aku ingin ia benar-benar puas oleh layananku. Syukur kalau sampai ketagihan. Hingga tak perlu pusing walau Neni mangkir melayani kebutuhan biologisku. Kocokkan kontolku di memek ibu terus kupercepat sampai menimbulkan bunyi yang khas.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Cloop.. Cloop.. Cloop. Dan bunyi khas itu benar-benar ikut menyemangatiku untuk terus menancap dan menarik rudalku di dalam lubang nikmatnya. Sampai akhirnya, pertahannan ibu mertuaku kembali jebol. Kembali ia meraih orgasmenya hingga tubuhnya kembali mengejang dan akhirnya tubuh mertuaku ambruk tengkurap di kasur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ibu capai Hen, istirahat sebentar yah. Kamu kuat banget dan punyamu juga besar banget, Neni beruntung bersuamikan kamu," di sela nafas beratnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Keringat terlihat mengucur di dahi dan tubuhnya. Ia pasti kelelahan. Selama ibu tengkurap melepas lelah, aku juga memanfaatkannya untuk memulihkan tenaga dengan tiduran di sampingnya. Aku tidak tega kalau harus memaksakannya terus melayaniku meskipun sebenarnya tadi hampir kuraih ejakulasiku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Namun melihat ketelanjangan tubuh mertuaku, tanganku seperti tak mau diam. Bongkahan pantatnya yang besar membusung mengundangku untuk meremas-remas dengang gemas. Bahkan sesekali jari tengahku sengaja menelusup di antara buah pantatnya dan kumasukkan ke dalam lubang memeknya. Akibatnya ia menggelinjang dan membalikkan tubuh menjadi telentang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Geli Hen, tangan kamu nakal!" Ujarnya sambil memencet hidungku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kembali bagian tubuhnya yang mengundang gairahku langsung menjadi sasaran tanganku. Perut mertuaku yang sudah tidak rata bahkan sedikit bergelombang kuusap. Lalu susunya yang sudah agak kendur kuremas dan kupilin pentilnya yang besar. Namun saat aku bangkit dan hendak menindihnya ia mencegah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu telentang saja. Sekarang giliran ibu yang melayani kamu. Tapi ibu ke kamar mandi sebentar," ia bangkit dan langsung keluar ke kamar mandi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saat mertuaku kembali, ia membawa termos yang biasa untuk menyimpan air panas, baskom plastik dan handuk kecil. Tidak mungkin ia akan membuatkan kopi dengan peralatan seperti itu. Tetapi untuk apa?</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pertanyaan itu terjawab setelah ibu mertuaku kembali telanjang dan mulai menjalankan aksinya. Ternyata, handuk kecil itu setelah dicelup air hangat digunakan untuk menyeka tubuhku seperti mengompres tetapi dilakukan di sekujur tubuh. Dimulai dari telapak kaki terus naik ke atas dan menyeka hampir seluruh permukaan kulitku. Hanya wajah dan rambutku yang tidak dikompresnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Enak kan Hen? Ini membuat peredaran darahmu menjadi lancar dan menambah semangat," katanya sambil terus menyeka bagian-bagian tubuhku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku merasa sangat dimanjakan olehnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Dulu Bapak (maksudku almarhum ayah mertuaku) juga suka dibeginikan kalau main sama ibu?"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ini idenya malah dari bapak," jawab ibu mertuaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tubuhku terasa sangat segar dan gairahku kian meninggi setelah diseka seluruh permukaan kulitku dengan handuk hangat. Terakhir, secara khusus ibu mertuaku mengompres cukup lama kontolku yang masih tegak mengacung. Bahkan biji-biji pelirku pun ikut disekanya juga sampai ke lubang duburku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dan puncaknya, setelah handuk dan baskom diletakan di meja, giliran mulutnya yang digunakan untuk mengerjai kontolku. Dijilat-jilatnya kepala penisku yang membonggol besar, lalu dikulum dan dimasukannya ke mulutnya. Hanya setengah batang penisku yang berhasil masuk ke mulut ibu mertuaku. Mungkin terlalu panjang ukurannya. Tetapi terasa sangat nikmat saat ia mulai menghisap-hisapnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aakhh..... Enak sekali Bu. Sshh.. Oohh," rintihku tertahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Hisapan dan jilatan mulut Neni tak sampai senikmat ibu mertuaku. Tidak hanya batang penisku yang disosor dengan mulutnya. Namun biji pelirku pun ikut dikulum dan diseka dengan lidahnya. Bahkan, lidah ibu mertuaku bergerilya menyeka sampai ke lubang duburku. Nikmatnya tak terkira. Aku menggelinjang, tubuhku meliuk-liuk menahan nikmat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aahh, sshh.. Aahh, enak sekali Bu. Ouuhhkhh.. Sa... sa.. Saya mau keluar Bu," rintihku akhirnya karena tak mampu menahan gairah lebih lama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ibu mertuaku langsung tanggap. Dihentikannya kuluman dan jilatan pada penisku. Diambilnya posisi berjongkok persis diatas pinggangku dengan kedua kaki berada diantara tubuhku yang telentang. Kulihat memeknya yang ukurannya cukup besar nampak membuka lubangnya lalu ia mulai menurunkan pantatnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kurasakan bibir kemaluannya menyentuh kepala penisku yang tegak mengacung. Dan akhirnya, bblleess.. Batang kontolku masuk ke kehangatan lubang memeknya. Aku kembali mengerang menahan nikmat yang kudapatkan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Terlebih saat ibu mertuaku mulai menaik turunkan pantatnya. Nikmat yang kurasakan terasa semakin menggila. Mungkin juga karena sudah cukup lama aku tidak bersetubuh sejak Neni istriku menolak melayani. Hanya yang pasti memek ibu terasa lebih mantap, kesat dan lebih menjepit.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sesekali ibu mertuaku berhenti menaik turunkan pantatnya berganti gerakan dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya secara memutar. Sepertinya ia ingin mengeluarkan semua jurusnya untuk memuaskan dahagaku. Aku semakin kelimpungan dibuai kenikmatan yang diberikan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Satu hal yang tidak kutemukan pada Neni, istriku, memek ibu mertuaku terasa lebih legit. Dinding bagian dalam kelaminnya mampu meremas dan mengempot batang kontolku, setiap kali ia menggoyang pantat dan menekannya. Puncaknya, ketika goyangan pantat mertuaku semakin cepat, gairahku semakin tak tertahan.Tubuhku mengejang dan batang kontolku berkejut-kejut di lubang nikmat ibu mertuaku menyemburkan mani dalam jumlah sangat banyak. Di saat bersamaan, nampaknya ibu mertuaku juga kembali mendapatkan orgasmenya yang ketiga sampai akhirnya kami sama-sama terkapar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sejak itu, aku dan ibu mertuaku selalu mengulang permainan panas yang memabukkan. Aku tak lagi harus menahan derita pusing kepala karena Neni tak mau memberi jatah layanan ranjangnya. Dan ibu mertuaku, nampaknya juga sangat menikmati. Layaknya suami istri, kadang bahkan ibu mertuaku yang meminta.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Punya kamu marem banget sih Hen, jadi ibu suka ketagihan," ujarnya memberi alasan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tetapi ia tetap berusaha keras untuk selalu bersikap wajar di hadapan Neni hingga perbuatan kami lancar-lancar saja dari waktu ke waktu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Seperti malam itu, aku harus lembur sampai malam dengan komputerku. Karena besok sejumlah laporan harus sudah tersaji di meja pimpinan. Namun baru saja aku mau mulai menyelesaikan berkas terakhir yang harus kukerjakan, pintu kamar tamu tempatku bekerja kudengar dibuka. Ibu mertuaku masuk, membawa segelas besar kopi panas dan pisang keju kegemaranku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Masih banyak lemburannya Hen, itu kopinya diminum dulu biar seger," ujar ibu mertuaku sambil memijat pundakku dari belakang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sikapnya yang lembut dan penuh perhatian layaknya istri yang berbakti kepada suami membuatku senang bermanja padanya. Sambil menyandarkan tubuh kunikmati pijatan tangannya yang lembut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eehh kok malah kesenengan, nanti ketiduran. Itu kopinya diminum dan lanjutin kerjanya, nanti nggak selesai. Ibu mau lihat Lani di kamar," ujarnya lagi ketika melihatku terkantuk-kantuk karena pijatannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Namun sebelum ia keluar kamar aku sempat meraih tangannya. Kutarik dan kupaksa duduk di pangkuanku. Kupagut bibirnya dan tanganku langsung meliar ke bagian tubuhnya yang paling kusuka. Dibalik dasternya, mertuaku ternyata tidak memakai BH maupun celana dalam. Kuremas pelan buah dadanya dan kupilin-pilin putingnya. Sementara telapak tanganku yang lain telah berhasil menelusup ke selangkangannya dan menemukan kemaluannya yang tidak terbungkus CD.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ibu sudah kepingin ya. Kok nggak pakai BH dan CD?" ujarku berbisik di telinganya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Jari tengah tanganku telah berhasil masuk ke lubang vaginanya. Terasa hangat dan basah. Ia menggelinjang dan kurasakan jemari tangannya telah mencengkeram penisku yang mulai bangkit. Aku memang hanya bersarung dan juga tidak pakai CD.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Tapi kamu kan lagi kerja Hen," ia menjawab lirih sambil mendesah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Besar juga nafsu ibu mertuaku ini, pikirku dalam hati.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sudah hampir rampung kok Bu. Biar pagi-pagi sebelum berangkat saya selesaikan," kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Nafsu ibu mertuaku memang benar-benar besar. Tak kusangka wanita seusia dirinya masih memiliki gairah yang cukup tinggi. Terbukti, setelah melepas daster yang dikenakan ia langsung memerosotkan kain sarung yang kukenakan. Rudalku yang telah tegak mengacung dijadikan sasaran. Wanita yang kini bertelanjang bulat itu, sambil berjongkok mulai mengelus dan mengocok pelan penisku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Punya kamu besar banget dan kekar Hen. Ibu benar-benar ketagihan," katanya sambil mengagumi kejantananku yang notabene adalah menantunya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tak puas hanya meremas dan mengocok, ia mulai melumat batang penisku dengan mulutnya. Disapu-sapunya sesaat kepala penisku dengan lidahnya, lalu dikulumnya dengan nikmat tongkat komandoku itu. Luar biasa nikmat kuluman ibu mertuaku terlebih ketika ia mulai menghisap-hisapnya. Aku menggelinjang menahan gairah dan kenikmatan yang diberikan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aakkhh.. Enak banget Bu. Oohh.. Ya.. Ya terus ahh terus.. Terus hisaapp aahh," rintihku sambil memegangi dan meremas rambut kepala ibu mertuaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aksi mulut ibu mertuaku di selangkanganku semakin menjadi. Setelah melepaskan kulumannya pada batang penisku, ia mengalihkan sasarannya di kantong kemenyan kontolku. Biji-biji pelirku dicerucupinya dengan lahap. Bahkan, tanpa sungkan, lubang anusku ikut dijilatinya sekalian. Aku jadi kelabakan menahan nikmat tak terkira. Terlebih ketika ujung lidahnya seperti hendak menyodok menerobos masuk ke lubang duburku. Pertanahanku nyaris jebol kalau saja tak segera kuhentikan aksinya itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kami berganti posisi, kuminta ia duduk mengangkang di kursi yang tadi kududuki. Kemaluan ibu mertuaku nampak besar dan cembung. Kelimis tanpa rambut, nampaknya baru habis dicukur. Bibir kemaluannya yang tebal coklat kehitaman nampak berkerut-kerut. Mungkin begitulah kalau memek sudah sering dipakai. Namun tidak menghalangi gairahku untuk segera melahapnya. Mulutku langsung menciumi dan mencerucupinya. Dan kugunakan lidahku untuk menyapu dan menjilatnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ia menggelinjang, menahan nikmat akibat sentuhan mulut dan lidahku di liang sanggamanya. Lubang memek ibu mertuaku tambah basah akibat bercampur dengan ludah yang keluar dari mulutku. Sesekali kelentitnya kujepit dengan dua bibirku dan kutarik-tarik. Lalu kuhisap dan kusedot.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aauuww.. Hen, kamu apakan ibu? Ahh.. Enak banget Hen. Ibu nggak pernah merasakan yang seperti ini sayang. Ya.. Ya.. Terus.. Terus hisap dan jilat sayang. Ibu bisa gila Hen.... Ya.. Ya.. Aahh.. Sshh aahh..... Nikkhhmmaatt," rintih ibu mertuaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Reaksinya makin menjadi ketika lubang duburnya yang kujadikan sasaran jilatan lidahku. Ia menggelepar seperti cacing kepanasan dan mulutnya menceracau tak karuan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oohh..,.. Ibu enak banget Hen, teruss.. Eenaakk.. Sshh. Terus jilat sayang..,.. Ya.. Ya.., terus jliat. Enakk sayang..,. Aahh.. Enak banget," ia merintih sambil menjambaki rambutku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku takut suara ibu sampai membangunkan Neni di kamarnya. Maka untuk mengurangi suara berisiknya, kusodorkan jari telunjuk tangan kananku ke mulutnya agar ia menghisapnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sesaat upayaku berhasil, setelah mulutnya tersumpal jari telunjukku. Mulutnya tidak lagi menceracau dan mendesis-desis seperti ular cari mangsa yang bisa membangunkan Neni. Bahkan ia mulai menghisap-hisap jariku yang membuatku semakin menikmati acara pemanasan itu. Tetapi ketika ujung lidahku mulai mencucuk lubang duburnya, reaksinya kembali menggila. Ia mengerang tertahan dengan suara yang cukup keras.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aakkhh..,.. Enaak bangeett Hen! Aakkhh, sshh ibu nggaak kuat..,.. Nggaakk kuat dan mau keluar Hen," rintihnya makin menjadi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku tahu, itu pertanda ia tak dapat lagi membendung gairahnya. Tak ingin menyiksanya terlalu lama, segera kuhentikan jilatan lidahku di lubang anusnya. Lagian aku juga sudah ingin menikmati kelegitan vaginanya. Maka penisku yang telah tegak mengacung langsung kuarahkan ke kemaluan mertuaku. Kepala penisku yang membonggol besar kugesek-gesekkan di bibir kemaluannya dan lalu kutekan. Bblleess.., sekali dorong langsung amblas tertelan di lubang nikmat itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Posisiku yang berdiri sementara ibu mertuaku duduk mengangkang di kursi sangat memungkinkanku untuk melakukan berbagai manuver. Maka dengan semangat 45 segera saja kugenjot tubuh mertuaku. Batang penisku langsung menyodok-nyodok, keluar masuk di dalam liang sanggamanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sebagian bibir dalam vagina ibu mertuaku seperti ikut tertarik keluar bersama penisku dan kembali masuk ke dalam saat aku mendorongnya. Mungkin karena ukuran kontolku yang kelewat besar atau karena bibir bagian dalam vagina ibu mertuaku yang telah menggelambir. Namun terus terang vagina ibu mertuaku lebih enak dibanding milik Neni, anaknya yang juga istriku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kontolmu gede banget Hen..,. Aahh.. Sshh.. Oouukkhh.. Punya ibu seperti mau jebol. Tapi bener-benar enak sayaang..,.. Aakkhh terus sayang.. Enak banget," mulutnya kembali menceracau.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Saya juga suka sama memek ibu. Sshh.., aakkhh.. Tebal, keset dan legit. Saya suka banget ngentot sama ibu," ujarku tak mau kalah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Jadi meskipun Neni nggak mau melayani kamu nggak akan cari wanita lain kan?" Katanya lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Pasti Bu, kan sudah ada ibu! Kalau ibu mau terus melayani, saya akan terus sayang sama Neni dan ibu,"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Tentu sayang, tentu. Ibu suka banget dientotin sama kamu Hen. Aahh..,. Aahh.. Sshh.. Ookkhh.. Enak bangat. Aahh.. Aahh.. Sshh.. Sshh.. Ibu mau keluar sayang.. Ya.. Ya terus sayang," mata ibu mertuaku kulihat mebeliak-beliak dan mulutnya makin mendesis.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku jadi kian semangat melihat ia telah hampir menggapai puncak kenikmatannya. Sodokan penisku di lubang memeknya semakin kupercepat sambil tanganku meremas gemas buah dadanya yang terguncang-guncang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Akhirnya, seiring dengan puncak kenikmatan yang kudapat, kurasakan tubuh ibu mertuaku mengejang. Lalu memeknya terasa mengempot dan menyedot penisku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ibu keluar.. Hen.. Aahh.. Aahh ibu keluar sshh.. Aahh enak banget sayang.. Enaakk.. Banget," rintihan ibu mertuaku meninggi karena telah didapat orgasmenya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Akupun tak mau kalah, penisku berkedut-kedut di lubang nikmat ibu mertuaku. Pertahananku ambrol setelah maniku menyembur di memek ibu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Saya juga keluaarrhh Bu.., aahh.. Sshh..,.. Ssh ayo jepit Bu terus jepit dengan memek ibu, aahh enakk banget.. Sshh.. Aahh.. Aakkhh."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Suasana hening sesaat. Karena kecapaian akhirnya kami pulas tertidur sambil berpelukan. Entah sampai kapan hubungan sumbang kami ini akan berakhir.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-83003193231281016002012-03-12T20:48:00.008-07:002012-03-14T05:23:37.222-07:00aku dan mertuaIni adalah salah satu pengalaman nyata dari kehidupan sex-ku selama ini. Aku Roy, 32 tahun. Menikah, punya 2 anak. Istriku sangat cantik. Banyak yang bilang mirip bintang sinetron ternama saat ini. Kami tinggal di Bandung. Yang akan aku ceritakan adalah hubunganku dengan mertua aku sendiri.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Mertua aku tinggal di kota P, masih wilayah Jawa Barat. Suatu waktu aku ada tugas kerja ke kota P tersebut. Aku pergi naik motor. Sesampainya di kota P, aku langsung menyelesaikan tugas dari kantor. Setelah selesai, aku sengaja singgah dulu ke rumah mertua untuk istirahat. Sesampai di rumah, mertua perempuanku datang menyambut.<br />
<br />
"Kok sendirian Roy? Mana anak istrimu?" tanya mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Saya ada tugas kantor disini, Ma. Jadi mereka tidak saya ajak. Lagian saya cuma sebentar kok, Ma. Hanya mau numpang mandi dan istirahat sebentar," jawabku.<br />
<br />
<br />
"O begitu.. Akan mama siapkan makanan buat kamu," ujar mertuaku.<br />
<br />
Lalu aku mandi. Setelah itu aku segera ke meja makan karena sudah sangat lapar.<br />
<br />
"Papa mana, Ma?" tanyaku.<br />
<br />
<br />
"Papa lagi ke rumah temannya ngurusin obyekan," jawan mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Kamu mau pulang jam berapa, Roy?" tanya mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Agak sorean, Ma. Saya akan tidur sebentar. Badan pegal hampir 3 jam naik motor dari Bandung," kataku.<br />
<br />
<br />
"Kalau begitu ganti baju dulu dong. Nanti kusut kemeja kamu," ujar mertuaku sambil bangkit menuju kamarnya. Lalu dia datang lagi membawa kaos dan kain sarung.<br />
<br />
<br />
"Ini punya Papa, pakailah nanti," kata mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Iya, Ma," kataku sambil terus melanjutkan makan.<br />
<br />
Mertuaku berumur 42 tahun. Sangat cantik mirip istriku. Badan ramping, buah dada besar walau agak turun karena usia. Pantatnya sangat padat. Setelah berganti pakaian, aku duduk di ruang tamu sambil nonton TV.<br />
<br />
"Loh katanya mau tidur?" tanya mertuaku sambil duduk di kursi yang sama tapi agak berjauhan.<br />
<br />
<br />
"Sebentar lagi. Ma. Masih kenyang," ujarku. Lalu kami nonton TV tanpa banyak bicara.<br />
<br />
<br />
"Tahukah kamu, Roy.. Bahwa mama sangat senang dengan kamu?" tanya mertuaku kepadaku memecah kesunyian.<br />
<br />
<br />
"Kenapa, Ma?" tanyaku.<br />
<br />
<br />
"Dulu sejak pertama kali datang kesini mengantar istrimu pulang, mama langsung suka kamu. Ganteng, tinggi, sopan, dan ramah," kata mertuaku. Aku hanya tersenyum.<br />
<br />
<br />
"Sekarang kamu sudah menikahi anak mama dan sudah punya anak 2, tapi kamu tetap sama seperti yang dulu..," kata mertuaku lagi.<br />
<br />
<br />
"Mama sangat sayang kamu, Roy," kata mertuaku lagi.<br />
<br />
<br />
"Saya juga sayang mama," ujarku.<br />
<br />
<br />
"Ada satu hal yang ingin mama lakukan, tapi tidak pernah berani karena takut jadi masalah..," kata mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Apa itu, Ma?" kataku.<br />
<br />
<br />
"Mama ingin memeluk kamu walau sebentar..," ujar mertuaku sambil menatapku dengan mata sejuk.<br />
<br />
<br />
"Kenapa begitu, Ma?" tanyaku lagi.<br />
<br />
<br />
"Karena dulu mama sangat suka kamu. Sekarang ditambah lagi rasa sayang," kata mertuaku.<br />
<br />
Aku tatap mata mertuaku. Kemudian aku tersenyum.<br />
<br />
"Saya yang akan peluk mama sebagai rasa sayang saya ke mama," ujarku sambil beringsut mendekati mertuaku sampai badan kami bersentuhan.<br />
<br />
Kemudian aku peluk mertuaku erat. Mertuakupun balas memeluk aku dengan erat sepertinya tidak mau melepas lagi.<br />
<br />
"Boleh mama cium kamu Roy? Sebagai tanda sayang?" tanya mertuaku.<br />
<br />
Aku agak kaget. Aku lepaskan pelukanku, lalu tersenyum dan mengangguk. Mertuaku tersenyum, lalu mencium pipi kiri, pipi kanan, kening. Lalu.. Mertuaku menatap mataku sesaat kemudian mengecup bibirku. Aku sangat kaget. Tapi aku tetap diam, dan ada sedikit rasa senang akan hal itu. Selang beberapa detik mertuaku kembali mengecup bibirku.. Dan melumatnya sambil merangkulkan tangannya ke pundakku. Secara spontan aku membalas ciuman mertuaku. Kami saling hisap, mainkan lidah.. Nafas mertuaku terdengar agak cepat. Tangan mertuaku masuk ke dalam kain sarung, lalu menyentuh kontolku dari luar CD. Tangannya lalu mengusap pelan lalu mulai meremas kontolku. Kontolku langsung tegang.<br />
<br />
Tiba-tiba.. Kringg! Krinngg! Bunyi telepon mengagetkan kami. Kami langsung memisahkan diri. Mertuaku langsung bangkit menuju telepon. Entah apa yang dibicarakan. Karena merasa agak bersalah, aku segera masuk ke kamar, menutup pintu, lalu merebahkan diri di kasur. Terbayang terus peristiwa tadi berciuman dengan mama mertua sambil merasakan nikmatnya diremas kontol. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Kemudian pintu terbuka. Mertuaku masuk.<br />
<br />
"Sudah mau tidur, Roy?" tanya mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Belum, Ma," ujarku sambil bangkit lalu duduk di tepi ranjang. Mertuaku juga ikut duduk di sampingku.<br />
<br />
<br />
"Kamu marah tidak atas kejadian tadi," tanya mertuaku sambil menatap mataku. Aku tersenyum.<br />
<br />
<br />
"Tidak, Ma. Justru saya senang karena ternyata mama sangat sayang dengan saya," jawabku.<br />
<br />
Mertuaku tersenyum lalu memegang tanganku.<br />
<br />
"Sebetulnya dari dulu mama memimpikan hal seperti ini, Roy," ujar mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Tapi karena istrimu dan papamu selalu ada, ya mama hanya bisa menahan perasaan saja..," ujar mertuaku sambil mencium bibirku.<br />
<br />
Akupun segera mebalas ciumannya. Dan sekarang aku mulai berani. Tanganku mulai meraba buah dada mertuaku dari luar dasternya. Aku meremasnya perlahanan. Tangan mertuakupun segera melepas kain sarung yang aku pakai. Tangannya langsung meraba dan meremas kontolku dari luar CD-ku. Kontolku makin mengeras. Mertuaku merogoh kontolku hingga berdiri tegak. Sambil tetap berciuman tangannya terus mengocok dan meremas kontolku. Akupun terus meremas buah dada mertuaku. Tak lama, mertuaku bangkit lalu melucuti semua pakaiannya. Akupun melakukan hal yang sama. Mertuaku segera naik ke tempat tidur, dan aku segera menaiki tubuhnya. Aku kecup bibirnya.<br />
<br />
"Mama senang kamu datang hari ini, Roy.. Lebih senang lagi karena ternyata kamu bisa menerima rasa sayang mama kepada kamu..." ujar mertuaku sambil menciumku.<br />
<br />
"Saya juga senang karena mama sangat menyayangi saya. Saua akan menyayangi mama..." kataku sambil memagut leher mertuaku.<br />
<br />
Mertuaku mendesah dan menggelinjang merasakan desiran nikmat. Pagutanku kemudian turun ke buahdada mertuaku. Kujilati dan gigit-gigit kecil puting susu mertuaku sambil tangan yang satu meremas buah dada yang lain.<br />
<br />
"Ohh.. Mmhh.. Mmhh.. Ohh..." desah mertuaku semakin merangsang gairahku.<br />
<br />
Tapi ketika lidahku mulai turun ke perut, tiba-tiba mertuaku memegang kepalaku.<br />
<br />
"Jangan ke bawah, Roy.. Mama malu. Segera masukkin saja.. Mama sudah tidak tahan..." ujar mertuaku.<br />
<br />
Aku tersenyum dan maklum karena mertuaku termasuk orang yang konvensional dalam masalah sex. Aku buka lebar paha mertuaku, lalu aku arahkan kontolku ke memek mertua yang sudah basah dan licin. Tangan mertuaku segera memegang kontolku lalu mengarahkannya ke lubang memeknya. Tak lama.. Bless.. Kontolku langsung memompa memek mertuaku. Terasa tidak seret, tapi masih enak rasanya menjepit kontolku..<br />
<br />
"Ohh.. Sshh.. Oh, Roy.. Mmhh..." desah mertuku ketika aku memompa kontolku agak cepat.<br />
<br />
Mertuaku mengimbangi gerakanku dengan goyangan pinggulnya. Tak lama, tiba-tiba mertuaku bergetar lalu tubuhnya agak mengejang.<br />
<br />
"Oh, Roy.. Mama mau keluarr.. Mmhh..." jerit kecil mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Terus setubuhi mama..." desahnya lagi.<br />
<br />
Beberapa saat kemudian tubuh mertuaku melemas. Dia telah mencapai orgasme.. Akupun berhenti sejenak memompa kontolku tanpa mencabutnya dari memek mertuaku. Memeknya terasa makin licin oleh air maninya.<br />
<br />
"Mama belum pernah merasakan nikmat seperti ini, Roy," ujar mertuaku sambil mengecup bibirku.<br />
<br />
<br />
"Terima kasih, Roy..." ujarnya lagi sambil tersenyum. Akupun segera mengerakan kontolku menyetubuhi lagi mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Boleh Roy minta sesuatu, Ma?" tanyaku sambil terus memompa kontolku.<br />
<br />
<br />
"Apa?" ujar mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Saya mau setubuhi mama dari belakang. Boleh?" tanyaku. Mertuaku tersenyum.<br />
<br />
<br />
"Boleh tapi mama tidak mau nungging. Mama tengkurap saja ya?" ujar mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Iya, Ma," ujarku sambil mencabut kontolku. Mertuaku segera tengkurap sambil sedikit melebarkan kakinya.<br />
<br />
<br />
"Ayo, Roy," ujar mertuaku.<br />
<br />
Aku segera masukkan kontolku ke memek mertuaku dari belakang. Terasa lebih nikmat daripada masuk lewat depan. Mata mertuaku terpejam, dan sesekali terdengar desahannya. Akupun terus menikmati rasa nikmat sambil terus memompa kontolku. Kemudian terasa ada sesuatu rasa yang sangat kuat ingin keluar dari kontolku. Kupercepat gerakanku menyetubuhi mertuaku. Ketika hampir mencapai klimaks, aku cabut kontolku, lalu.. Crott! Crott..! Crott! Air maniku keluar banyak di punggung dan pantat mertuaku.<br />
<br />
"Ohh.. Enak, Ma..." kataku.<br />
<br />
<br />
Kugesekkan kontolku ke belahan pantat mertuaku. Selang beberapa menit setelah kelelahan agak hilang, mertuaku berkata, " Tolong bersihkan punggung mama, Roy..".<br />
<br />
<br />
"Iya, Ma," ujarku. Lalu aku bersihkan air maniku di tubuh mertuaku.<br />
<br />
Setelah berpakaian, lalu kami keluar kamar. Terlihat wajah mertuaku sangat ceria. Menjelang sore, mertua lelaki pulang. Aku dan mertua perempuanku bertindak biasa seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami.<br />
<br />
Setelah makan malam, aku diminta mertua perempuanku utnuk membawakan semua piring kotor ke dapur. Aku menurut. Mertua lelaki aku setelah makan malam langsung menuju ruang televisi dan segera menonton acara kesukaannya. Di dapur, mertuaku perempuanku langsung menarik tanganku ke sudut dapur lalu menciumku. Aku membalasnya sambil tanganku langsung memegang selangkangannya kemudian meraba memeknya.<br />
<br />
"Nakal kamu. Tapi mama suka," ujar mertuaku sambil tersenyum.<br />
<br />
<br />
"Nanti Papa kesini, Ma.. Udah, ah Roy takut," ujarku.<br />
<br />
<br />
"Tidak akan kesini kok, Roy," ujarnya.<br />
<br />
<br />
"Sebelum kamu pulang, mama mau sekali lagi bersetubuh dengan kamu disini..." ujar mertuaku sambil tangannya segera meremas kontolku dari luar celana.<br />
<br />
<br />
"Saya juga mau, tapi jangan disini, Ma.. Bahaya," ujarku.<br />
<br />
<br />
"Ayo dong, Roy.. Mama sudah tidak tahan," ujarnya lagi. Tangannya terus meremas kontolku.<br />
<br />
<br />
"Kita ke hotel yuk, Roy?" ajak mertuaku. Aku mengangguk.<br />
<br />
Kemudian dengan alasan akan ke rumah temannya, mertuaku perempuanku meminta ijin pergi diantar olehku.<br />
<br />
"Jangan lama-lama ngobrol disana, Ma.. Si Roy kan malam ini mau pulang. Kasihan nanti dia capek," ujar mertua lelaki.<br />
<br />
<br />
"Iya dong, Pa..." ujar mertua perempuanku.<br />
<br />
Kemudian kami naik motor segera pergi mencari hotel. Setelah selesai registrasi, kami segera masuk ke kamar. Tanpa banyak cakap, mertuaku langsung memeluk dan menciumku dengan liar. Aku balas ciumannya..<br />
<br />
"Cepat kita lakukan, Roy.. Waktu kita hanya sedikit," ujar mertuaku sambil melucuti semua pakaiannya.<br />
<br />
Aku juga demikian. Mertuaku langsung naik ke kasur, lalu aku menyusul. Tangan mertuaku langsung menggenggam kontolku dan diarahkan ke memeknya.<br />
<br />
"Mama kok buru-buru sih?" tanyaku sambil tersenyum ketika kontolku sudah masuk memeknya. Lalu aku pompa kontolku perlahan menikmati enaknya memek mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Habisnya mama sudah tidak tahan sejak tadi di rumah, pengen merasakan kontol kamu lagi," kata mertuaku sambil menggoyang pinggulnya mengimbangi gerakanku.<br />
<br />
Selang beberapa belas menit tiba-tiba mertuaku mendekap aku erat sambil mengerakkan pinggulnya cepat. Kemudian.. "Ahh.. Mmhh.. Enak sayang..." desah mertuaku mencapai puncak orgasmenya.<br />
<br />
Badannya melemas. Aku terus memompa kontolku lebih cepat. Terasa lebih nikmat. Sampai beberapa lama kemudian aku tekan kontolku ke lubang memek mertuaku dalam-dalam, dan.. Crott.. Crott.. Crott.. Air maniku keluar di dalam memek mertuaku.<br />
<br />
"Maaf, Ma.. Roy tidak bisa menahan.. Sehingga keluar di dalam," ujarku sambil memeluk tubuh mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Tidak apa-apa, Roy," jawab mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Mama sudah minum obat kok," ujarnya lagi.<br />
<br />
<br />
"Kalo mama berkunjung ke rumah kamu, bisa tidak ya kita melakukan lagi?" tanya mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Bisa saja, Ma.. Kita jalan berdua saja dengan alasan pergi kemana..." jawabku. Mertuaku tersenyum.<br />
<br />
<br />
"Kita pulang Roy," ujar mertuaku.<br />
<br />
Sesampai di rumah, aku langsung bersiap untuk pulang ke Bandung. Ketika aku memanaskan motorku, mertua perempuan mendekatiku. Sementara mertua lelaki duduk di beranda.<br />
<br />
"Hati-hati di jalan ya, Roy," ujar mertuaku.<br />
<br />
<br />
"Iya, Ma. Terima kasih," ujarku sambil tersenyum.<br />
<br />
<br />
"Tengokin mama dong sesering mungkin, Roy," ujar mertuaku sambil tersenyum penuh arti.<br />
<br />
<br />
"Iya, Ma," ujarku sambil tersenyum pula.<br />
<br />
Lalu aku pulang. Sejak saat itu hingga kini aku selalu menyempatkan diri sebulan sekali untuk datang ke rumah mertuaku, tentu saja setelah aku di-SMS dahulu oleh mertua perempuanku.<br />
<br />
Ini adalah kisah nyata kehidupan aku.<br />
<br />
TAMATUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-17960371765524697512012-03-12T20:47:00.009-07:002012-03-14T05:30:29.687-07:00aku,mama,dan tante rina<div style="color: lime;">Namaku Roy, 32 tahun. Saat ini aku tinggal di Bandung. Banyak yang bilang aku ganteng. Kisah yang akan aku tulis ini adalah kisah nyata dari pengalaman sex aku dengan mama dan tante aku.</div><a name='more'></a><br />
<div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Cerita ini dimulai ketika aku berusia 20 tahun. Saat itu tante Rina datang dan menginap selama beberapa hari di rumah karena suaminya sedang pergi keluar kota. Dia merasa sepi dan takut tinggal di rumahnya sendirian. Tante Rina berusia 32 tahun. Penampilannya biasa saja. Tinggi badan 160 cm. Ramping. Tapi aku suka bodynya. Buah dada 36B, dan pantatnya besar bulat. Aku suka lihat tante Rina kalau sudah memakai celana panjang ketat sehingga pantatnya sangat membentuk, merangsang. Tante Rina adalah adik kandung Papa aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Waktu itu hari aku tidak masuk kuliah. Aku diam di rumah bersama mama dan tante Rina. Pagi itu, jam 10, kulihat mama baru selesai mandi. Mama keluar dari kamar mandi memakai handuk menutupi dada dan setengah pahanya yang putih mulus. Mama berusia 38 tahun. Sangat cantik.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saat itu entah secara tidak sengaja aku melihat mama membetulkan lilitan handuknya sebelum masuk kamar. Terlihat buah dada mama walau tidak terlalu besar tapi masih bagus bentuknya. Yang terutama jadi perhatian aku adalah memek mama yang dihiasi bulu hitam tidak terlalu lebat berbentuk segitiga rapi. Mungkin karena mama rajin merawatnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mama sepertinya tidak sadar kalau aku sedang memperhatikannya. Mama langsung masuk kamar. Hati berdebar dan terbayang terus pemandangan tubuh mama tadi. Aku dekati pintu, lalu aku intip dari lubang kunci. Terlihat mama sedang membuka lilitan handuknya lalu mengeringkan rambutnya dengan handuk tersebut. Terlihat tubuh mama sangat menggairahkan. Terutama memek mama yang aku fokuskan. Secara otomatis tangan aku meraba kontol dari luar celana, lalu meremasnya pelan-pelan sambil menikmati keindahan tubuh merangsang mama. Karena sudah tak tahan lagi, aku segera ke kamar mandi dan onani sambil membayangkan menyetubuhi mama. Sampai akhirnya.. Crot! Crot! Crot! Aku orgasme.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sore harinya, waktu aku sedang tiduran sambil membaca majalah, tiba-tiba terdengar suara mama memanggil aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy..!" panggil mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ya, Ma..." sahut aku sambil bergegas ke kamar mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ada apa, Ma?" tanya aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Pijitin badan mama, Roy. Pegal rasanya..." kata mama sambil tengkurap.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Iya, Ma..." jawab aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Waktu itu mama memakai daster. Aku mulai memijit kaki mama dari betis. Terus sampai naik ke paha. Mama tetap diam merasakan pijitan aku. Karena daster mama agak mengganggu pijitan, maka aku bertanya pada mama, "Ma, dasternya naikin ya? mengganggu nih..." tanya aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Emang kamu mau mijitan apa aja, Roy?" tanya mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Seluruh badan mama," jawab aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ya sudah, mama buka baju saja," kata mama sambil bangkit, lalu melepas dasternya tanpa ragu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ayo lanjutkan, Roy!" kata mama sambil kembali tengkurap. Darah aku berdesir melihat mama setengah telanjang di depan mata.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mama tidak malu buka baju depan Roy?" tanya aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Malu kenapa? Kan anak kandung mama.. Biasa sajalah," jawab mama sambil memejamkan mata.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku berdebar. Tanganku mulai memijit paha mama. Sebetulnya bukan meimijit, istilah yang tepat adalah mengusap agak keras. Aku nikmati usapan tangan aku di paha mama sambil mata terus memandangi pantat mama yang memakai celana dalam merah. Setelah selesai "memijit" paha, karena masih ragu, aku tidak memijit pantat mama, tapi langsung naik memijit pinggang mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kok dilewat sih, Roy?" protes mama sambil menggoyangkan pantatnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mm.. Roy takut mama marah..." jawab aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Marah kenapa? Kamu kan emang mama pinta mijitin.. Ayo teruskan!" pinta mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena sudah mendapat angin, aku mulai meraba dan agak meremas pantat mama dari luar celana dalamnya. Nyaman rasanya memijit dan meremas pantat mama yang bulat dan padat. Kontol aku sudah mulai mengeras. Mama tetap terpejam menikmati pijitan aku. Karena birahi aku sudah naik, aku sengaja memasukkan tangan aku ke celana dalam mama dan terus meremasnya. Mama tetap diam. Aku makin berani.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Jari tengah aku mulai menyusuri belahan pantat mama sampai ke belahan memek mama. Jari aku diam disana. Aku takut mama marah. Tapi mama tetap diam sambil memejamkan mata. Aku mulai menggerakan jari tengah aku di belahan memek mama. Mama tetap diam. Terasa memek mama mulai basah. Dan aku tahu kalau mama agak menggoyang-goyangkan pantatnya, mungkin mama merasa enak menikmati jari aku di belahan memeknya. Itu perkiraan aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena sudah basah, aku nekad masukkan jari aku ke lubang memek mama. Mama tetap memejamkan mata, tapi pantatnya mulai bergoyang agak cepat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy, kamu ngapain?" tanya mama sambil membalikkan badannya. Aku kaget dan takut mama marah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Maaf, Ma..." kataku tertunduk tidak berani memandang mata mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy tidak tahan menahan nafsu..." kataku lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Nafsu apa?" kata mama dengan nada lembut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sini berbaring dekat mama," kata mama sambil menggeserkan badannya. Aku diam tidak mengerti.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sini berbaring Roy," ujar mama lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Tutup dulu pintu kamar," kata mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ya, Ma..." kataku sambil berdiri dan segera menutup pintu. Kemudian aku berbaring di samping mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mama menatapku sambil membelai rambut aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kenapa bernafsu dengan mama, Roy," tanya mama lembut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mama marahkah?" tanya aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mama tidak marah, Roy.. Jawablah jujur," ujar mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Melihat tubuh mama, Roy tidak tahu kenapa jadi pengen, Ma..." kataku. Mama tersenyum.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Berarti anak mama sudah mulai dewasa," kata mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu benar-benar mau sayang?" tanya mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Maksud mama?" tanya aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Dua jam lagi Papa kamu pulang..." hanya itu yang keluar dari mulut mama sambil tangannya meraba kontol aku dari luar celana.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku kaget sekaligus senang. Mama mencium bibir aku, dan akupun segera membalasnya. Kami berciuman mesra sambil tangan kami saling meraba dan meremas.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Buka pakaian kamu, Roy," kata mama. Aku menurut, dan segera melepas baju dan celana.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mama juga melepas BH dan celana dalamnya. Mama duduk di tepi tempat tidur, sedangkan aku tetap berdiri.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kontol kamu besar, Roy..." kata mama sambil meraih kontol aku dan meremas serta mengocoknya. Enak rasanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu udah pernah maen dengan perempuan tidak, sayang?" tanya mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sambil menikmati enaknya dikocok kontol aku menjawab, "Belum pernah, Ma.. Mmhh..". Mama tersenyum, entah apa artinya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lalu mama menarik pantat aku hingga kontol aku hampir mengenai wajahnya. Lalu mama mulai menjilati kontol aku mulai dari batang sampai ke kepalanya. Rasanya sangat nikmat. Lebih nikmat lagi ketika mama memasukkan kontolku ke mulutnya. Hisapan dan permainan lidah mama sangat pandai. Tanganku dengan keras memegang dan meremas rambut mama dengan keras karena merasakan kenikmatan yang amat sangat. Tiba-tiba mama menghentikan hisapannya, tapi tangannya tetap mengocok kontolku perlahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Enak sayang?" tanya mama sambil menengadah menatapku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Iya, Ma.. Enak sekali," jawabku dengan suara tertahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sini sayang. Kontolmu udah besar dan tegang. Sekarang cepat masukkan..." ujar mama sambil menarik tanganku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mama lalu telentang di tempat tidur sambil membuka lebar pahanya. Tanpa ragu aku naiki tubuh mama. Aku arahkan kontolku ke lubang memeknya. Tangan mama membimbing kontolku ke lubang memeknya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ayo, Roy.. Masukkan..." ujar mama sambil terus memandang wajahku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku tekan kontolku. Lalu terasa kepala kontolku memasuki lubang yang basah, licin dan hangat. Lalu batang kontolku terasa memasuki sesuatu yang menjepit, yang entah bagaimana aku menjelaskan rasa nikmatnya.. Secara perlahan aku keluarmasukkan kontolku di memek mama. Aku cium bibir mama. Mamapun membalas ciuman aku sambil menggoyangkan pinggulnya mengimbangi goyangan aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Enak, Roy?" tanya mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sangat enak, Ma..." jawabku sambil terus menyetubuhi mama. Setelah beberapa menit, aku hentikan gerakan kontol aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kenapa mama mau melakukan ini dengan Roy?" tanyaku. Sambil tersenyum, mata mama kelihatan berkaca-kaca.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Karena mama sayang kamu, Roy..." jawab mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sangat sayang..." lanjutnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Lagipula saat ini mama memang sedang ingin bersetubuh..." lanjutnya lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku terdiam. Tak berapa lama aku kembali menggerakan kontol aku menyetubuhi mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy juga sangat sayang mama..." ujarku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ohh.. Roy.. Enakk.. Mmhh..." desah mama ketika aku menyetubuhinya makin keras.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mama mau keluar..." desah mama lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tak lama kurasakan tubuh mama mengejang lalu memeluk aku erat-erat. Goyangan pinggul mama makin keras. Lalu..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ohh.. Enak sayangg..." desah mama lagi ketika dia mencapai orgasme.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku terus menggenjot kontolku. Lama-lama kurasakan ada dorongan kuat yang akan keluar dari kontol aku. Rasanya sangat kuat. Aku makin keras menggenjot tubuh mama..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ma, Roy gak tahann..." ujarku sambil memeluk tubuh mama lalu menekan kontolku lebih dalam ke memek mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Keluarin sayang..." ujar mama sambil meremas-remas pantatku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Keluarin di dalam aja sayang biar enak..." bisik mama mesra.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Akhirnya, crott.. Crott.. Crott.. Air maniku keluar di dalam memek mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mmhh..." desahku. Lalu tubuh kami tergolek lemas berdampingan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Terima kasih ya, Ma..." ujar aku sambil mencium bibir mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Lekas berpakaian, Papa kamu sebentar lagi pulang!" kata mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lalu kamipun segera berpakaian. Setengah jam kemudian Papa pulang. Mama dan aku bersikap seperti biasa dan terlihat normal.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Malam harinya, sekitar jam 11 malam, ketika mama dan Papa sudah tidur, aku dan tante Rina masih nonton TV. Tante Rina memakai kimono. Sesekali aku lihat paha mulusnya ketika kimononya tersingkap. Tapi tidak ada perasaan apa-apa. Karena sudah biasa melihat seperti itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba tante Rina bertanya sesuatu yang mengejutkan aku,"ngapain kamu tadi sore lama-lama berduaan ama mama kamu di kamar?" tanya tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Hayo, ngapain..?" tanya tante Rina lagi sambil tersenyum.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Tidak ada apa-apa. Aku mijitin mama, kok..." jawabku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kok lama amat. Sampe lebih dari satu jam," tanyanya lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Curigaan amat sih, tante?" kataku sambil tersenyum.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Tante hanya merasa aneh saja waktu tante denger ada suara-suara yang gimanaa gitu..." ujar tante Rina sambil tersenyum.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kayak suara yang lagi enak..." ujar tante Rina lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Udah ah.. Kok ngomongnya ngaco ah..." ujarku sambil bangkit.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Maaf dong, Roy. Tante becanda kok..." ujar tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu mau kemana?" tanya tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mau tidur," jawabku pendek.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Temenein tante dong, Roy," pinta tante.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku kembali duduk dikursi di samping tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ada apa sih tante?" tanyaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Tidak ada apa-apa kok. Hanya butuh temen ngobrol saja," jawab tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu sudah punya pacar, Roy?" tanya tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Belum tante. Kenapa?" aku balik bertanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu tuh ganteng, tinggi. Tapi kenapa belum punya pacar?" tanya tante lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Banyak sih yang ngajak jalan, tapi aku tidak mau," jawabku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Apa kamu pernah kissing dengan perempuan, Roy?" tanya tante Rina pelan sambil wajahnya didekatkan ke wajahku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Bibir kami hampir bersentuhan. Aku tak menjawab.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ni tante lagi horny kayaknya..." pikir aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tanpa banyak kata, aku cium bibir tante Rina. Tante Rinapun langsung membalas ciumanku dengan hebat. Permainan lidah dan sedotan bibir kami main mainkan.. Sementara tanganku segera masuk ke balik kimono tante Rina. Lalu masuk lagi ke dalam BH-nya. Lalu ku remas-remas buah dadanya dengan mesra sambil ujung jari aku memainkan puting susunya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mmhh.."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Suara tante Rina mendesah tertahan karena kami masih tetap berciuman. Tangan tante Rinapun tidak diam. Tangannya meremas kontolku dari luar celana kolorku. Kontolku langsung tegang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy, pindah ke kamar tante, yuk?" pinta tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Iya tante..." jawabku. Lalu kami segera naik ke loteng ke kamar tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setiba di kamar, tante Rina dengan tak sabar segera melepas kimono dan BH serta CD-nya. Akupun segera melepas semua pakaian di tubuh aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ayo Roy, tante sudah gak tahan..." ujar tante Rina sambil senyum, lalu merebahkan badannya di kasur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku segera menindih tubuh telanjang tante Rina. Aku cium bibirnya, pindah ke pipi, leher, lalu turun ke buah dadanya. Aku jilat dan hisap puting susu tante Rina sambil meremas buah dada yang satu lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ohh.. Mmhh.. Royy.. Kamu pinter amat sih.. Mmhh..." desah tante Rina sambil tangannya memegang kepala aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lalu lidahku turun lagi ke perut, lalu ketika mulai turun ke selangkangan, tante Rina segera melebarkan kakinya mengangkang. Memek tante Rina bersih tidak berbau. Bulunya hanya sedikit sehing nampak jelas belahan memeknya yang bagus. Aku segera jilati memek tante Rina terutama bagian kelentitnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ohh.. Sayang.. Enakkhh.. Mmhh.. Terus sayang..." desah tante Rina sambil badannya mengejang menahan nikmat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tak berapa lama tiba-tiba tante Rina mengepitkan kedua pahanya menjepit kepalaku. Tangannya menekan kepalaku ke memeknya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oh, Roy.. Tante keluar.. Nikmat sekali.. Ohh..." desah tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku bangkit, mengusap mulut aku yang basah oleh air memek tante Rina, lalu aku tindih badannya dan kucium bibirnya. Tante Rina langsung membalas ciumanku dengan mesra.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Isep dong kontol Roy, tante..." pintaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tante Rina mengangguk sambil tersenyum. Lalu aku kangkangi wajah tante Rina dan ku sodorkan kontolku ke mulutnya. Tante Rina langsung menghisap dan menjilati kontolku dan mengocok dengan tangannya sambil memejamkan matanya. Sangat enak rasanya. Cara menghisap dan menjilat kontolnya lebih pintar dari mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Udah tante, Roy udah pengen setubuhi tante..." kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tante Rina melepaskan genggamannya, lalu aku arahkan kontol aku ke memeknya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ayo, Roy.. Tante sudah tidak tahan..." bisik tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lalu, bless.. sleb.. sleb.. sleb.. Kontolku keluar masuk memek tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy kamu pinter menyenangkan perempuan. Kamu pandai memberikan kenikmatan..." kata tante ditengah-tengah persetubuhan kami.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ah, biasa saja, tante..." ujarku sambil tersenyum lalu ku kecup bibirnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Selang beberapa lama, tiba-tiba tante Rina mempercepat gerakannya. Kedua tangannya erat mendekap tubuhku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy, terus setubuhi tante.. Mmhh.. Ohh.. Tante mau keluar.. Ohh.. Ohh. Ohh..." desahnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tak lama tubuhnya mengejang. Pahanya erat menjepit pinggulku. Sementara akau terus memompa kontolku di memeknya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Tente udah keluar, sayang..." bisik tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu hebat.. Kuat..." ujar tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Terus setubuhi tante, Roy.. Puaskan diri kamu..." ujarnya lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tak lama akupun mulai merasakan kalo aku akan segera orgasme. Kupertcepat gerakanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy mau keluar, Tante..." kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Jangan keluarkan di dalam, sayang..." pinta tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Cabut dulu..." ujar tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sini tante isepin..." katanya lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku cabut kontolku dari memeknya, lalu aku arahkan ke mulutnya. Tante Rina lalu menghisap kontolku sambil mengocoknya. Tak lama, crott.. crott.. crott.. crott.. Air maniku keluar di dalam mulut tante Rina banyak sekali. Aku tekan kontolku lebih dalam ke dalam mulut tante Rina. Tante Rina dengan tenang menelan air maniku sambil terus mengocok kontolku. Lalu dia menjilati kontolku untuk membersihkan sisa air mani di kontolku. Sangat nikmat rasanya besetubuh dengan tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku segera berpakaian. Tante Rina juga segera mengenakan kimononya tanpa BH dan CD.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu hebat, Roy.. Kamu bisa memuaskan tante," ujar tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kalo tante butuh kamu lagi, kamu mau kan?" tanya tante sambil memeluk aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kapan saja tante mau, Roy pasti kasih," kataku sambil mengecup bibirnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Terima kasih, sayang," ujar tante Rina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy kembali ke kamar ya, tante? Mau tidur," kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Iya, sana tidur," katanya sambil meremas kontolku mesra. Kukecup bibirnya sekali lagi, lalu aku segera keluar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Besoknya, setelah Papa pergi ke kantor, mama duduk di sampingku waktu aku makan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy, semalam kamu ngapain di kamar tante Rina sampe subuh?" tanya mama mengejutkanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku terdiam tak bisa berkata apa-apa. Aku sangat takut dimarahi mama. Mama tersenyum. Sambil mencium pipiku, mama berkata,"Jangan sampai yang lain tahu ya, Roy. Mama akan jaga rahasia kalian. Kamu suka tante kamu itu ya?" tanya mama. Plong rasanya perasaanku mendengarnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Iya, Ma.. Roy suka tante Rina," jawabku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Baiklah, mama akan pura-pura tidak tahu tentang kalian..." ujar mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kalian hati-hatilah..." ujar mama lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kenapa mama tidak marah," tanya aku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Karena mama pikir kamu sudah dewasa. Bebas melakukan apapun asal mau tanggung jawab," ujar mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Terima kasih ya, Ma..." kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy sayang mama," kataku lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy, tante dan Papa kamu sedang keluar.. Mau bantu mama gak?" tanya mama.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Bantu apa, Ma?" aku balik tanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mama ingin..." ujar mama sambil mengusap kontolku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Roy akan lakukan apapun buat mama..." kataku. Mama tersenyum.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mama tunggu di kamar ya?" kata mama. Aku mengangguk..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sejak saat itu hingga saat ini aku menikah dan punya 2 anak, aku tetap bersetubuh dengan tante Rina kalau ada kesempatan. Walau sudah agak berumur tapi kecantikan dan kemolekan tubuhnya masih tetap menarik. Baik itu di rumah tante Rina kalau tidak ada Om, di rumah aku sendiri, ataupun di hotel.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sedangkan dengan mama, aku sudah mulai jarang menyetubuhinya atas permintaan mama sendiri dengan alasan tertentu tentunya. Dalam satu bulan hanya 2 kali. Itulah pengalaman kisah nyata aku. Aku tuliskan dengan sebenarnya.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-73690465161013143192012-03-12T20:47:00.008-07:002012-03-14T05:27:36.878-07:00aku dan 3 sepupuku<div style="color: lime;">Sebelumnya kuperkenalkan diri namaku Rudy tinggi 170 cm berat badan 55 kg umurku sekarang 20 tahun asalku dari Sragen sekarang aku telah masuk jenjang perguruan tinggi negeri di kota Solo</div><a name='more'></a>.<br />
<div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pengalaman seks yang pertama kualami terjadi sekitar 4 tahun lalu, tepatnya waktu aku masih duduk di bangku SMU kelas 1 berumur 16 tahun. Karena rumahku berasal dari desa maka aku kost dirumah kakakku. Saat itu aku tinggal bersama kakak sepupuku yang bernama Mbak Fitri berusia 30 tahun yang telah bersuami dan mempunyai 2 orang putri yang masih kecil-kecil, namun di tempat tinggal bukan hanya kami berempat tapi ada 2 orang lagi adik Mbak Fitri yang bernama Wina waktu itu berumur 19 tahun kelas 3 SMK dan adik dari suami kak Fitri bernama Asih berusia 14 tahun.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kejadian tersebut terjadi karena seringnya aku mengintip mereka betiga saat mandi lewat celah di dinding kamar mandi. Biarpun salah satu dianatara mereka suadah berumur kepala 3 tapi kondisi tubuhnya sangat seksi dan menggairahkan payudaranya montok, besar dan belahan vaginanya woow…terlihat sangat oh…oooght nggak ku-ku bo…</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saat malam hari saat aku tidur dilantai beralaskan tikar, di ruang tamu yang gelap bersama Mbak Wina, awalnya sich aku biasa-biasa saja tapi setelah lama seringnya aku tidur bersama Mbak Wina maka aku akhirnya tak tahan juga. Malam-malam pertama saat dia tertidur pulas aku cuma berani mencium kening dan membelai rambutnya yang harum. Malam berikutnya aku sudah mulai berani mencium bibirnya yang seksi mungil, tanganku mulai meremas-remas buah dadanya yang padat berisi lalu memijat-mijat vaginanya yang, oh ternyata empuk bagai kue basah yang……oh…oh.., aku melihat matanya masih terpejam pertanda ia masih tertidur tapi dari mulutnya mendesah dengan suara yang tak karuan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ah…..ught…..hhhhhh….hmmmm" desahan Mbak Wina mulai terdengar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tanganku terus bergerilya menjamah seluruh tubuhnya.saat aku menciumi vaginanya yang masih tertutup calana, ia mulai terbangun aku takut sekali jangan-jangan ia akan berteriak atau marah-marah tapi dugaan ku meleset.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ia malah berkata, "Dik teruskan….. aku sudah lama mendambakan saat-saat seperti ini ayo teruskan saja…….."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Bagai mendapat angin segar aku mulai membuka t-shirt yang ia gunakan kini terpampang buah dada yang seksi masih terbungkus BH. BH-nya lalu kubuka dan aku mulai mengulum putingnya yang sudah mengeras gantian aku emut yang kiri dan kanan bergantian.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mbak, maafkan aku tak sanggup menahan nafsu birahiku!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Nggak apa-apa kok dik aku suka kok adik mau melekukan ini pada mbak karena aku belum pernah merasakan yang seperti ini" jawab Mbak Wina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah puas kupermainkan payudarnya lalu aku mulai membuka rok bawahannya.biarpun kedaan gelap gulita aku tahu tempat vagina yang menggiurkan, terus kubuka CD nya, lalu kuciumi dengan lembut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Cup…cup…sret…. srettttttttttt", suara jilatan lidahku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ought……ought….terus dik enak…..!!!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena takut ketahuan penghuni rumah yang lain aku dengan segera mengangkan kedua kakinya lalu kumasukkan penisku yang mulai tegang kedalam vaginanya yang basah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ehmm…oh…ehhhhh…. mmmmhhh", rintih kakakku keenakan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah kira-kira setengah jam aku mulai merasakan kenikmatan yang akan segera memuncak demikian juga dengan dia.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Crot..cret…crettttttt…. crettttttttttt", akhirnya spermaku kukeluarkan di dalam vaginanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oh……"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rupanya ia masih perawan itu kuketahui karena mencium bau darah segar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Terima kasih dik kamu telah memuaskan Mbak, Mbak sayang padamu lain kali kita sambung lagi yach?"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ok deh mbak", sahutku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah selesai memakai pakaian kembali aku dan dia tidur berpelukan sampai pagi. Sebenarnya kejadian malam itu kurang leluasa karena takut penghuni rumah yang lain pada tahu,sehingga suatu ketika kejadian itu aku ulang lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Masih ingat dalam ingatan hari itu minggu pagi,saat mbak Fitri dan adiknya Asih bersama keuarga yang lain pergi ke supermarket yang tidak terlalu jauh dari rumah kami.Karena keadaan rumah yang sepi yang ada hanya aku dan Mbak Wina, aku mulai menutup seluruh pintu dan jendela. Kulihat Mbak Wina sedang menyeterika dengan diam-diam aku memeluknya dengan erat dari balakang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Dik jangan sekarang aku lagi nyetrika tunggu sebentar lagi yach…… sayang….!" pinta Kak Wina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tapi aku yang sudah bernafsu nggak memperdulikan ocehannya, segera kumatikan setrika, kuciumi bibirnya dengan ganas.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Hm…eght…. hmmmmm……. eght…!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena masih dalam posisi berdiri sehingga tak leluasa melakukan cumbuan, aku bopong ia menuju ranjang kamar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kubaringkan ia di ranjang yang bersih itu lalu segera kulucuti semua pakaiannya dan pakaian ku hinggas kami berdua telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menempel. Wow……tubuh kakakku ini memang benar sempurna tinggi 165 cm berat sekitar 50 kg sungguh sangat ideal, payudaranya membusung putih bagaikan salju dengan puting merah jambu dan yang bikin dada ini bergetar dibawah pusarnya itu lho……. bukit kecil kembar ditengahnya mengalir sungai di hiasai semak-semak yang rimbun.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kami berdua tertawa kecil karena melihat tubuh lawan jenis masing-masing itu terjadi sebab saat kami melakukan yang pertama keadaan sangat gelap gulita tanpa cahaya. Sehingga tidak bias melihat tubuh masing-masing.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku mulai menciumi muka tanpa ada yang terlewatkan, turun ke lehernya yang jenjang kukecupi sampai memerah lalu turun lagi ke payudaranya yang mulai mengeras, kujilati payudara gantian kanan kiri dan kugigit kecil bagian putingnya hingga ia menggelinjang tak karuan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah puas bermain di bukit kembar tersebut aku mulai turun ke bawah pusar, ku lipat kakinya hingga terpampang jelas seonggok daging yang kenyal di tumbuhi bulu yang lebat. Lidahku mulai menyapu bagian luar lanjut ke bagian dinding dalam vagina itu, biji klitorisnya ku gigit pelan sampai ia keenakan menjambak rambutku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ught..ugh…hah oh….oh….."desahan nikmat keluar dari mulut Kak Wina.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah kira-kira 15 menit aku permainkan vaginanya rasanya ada yang membanjir di vaginanya rasanya manis asin campur aduk tak karuan kusedot semua cairan itu sampai bersih, rupanya ia mulai orgasme. Mungkin saking asyiknya kami bercumbu tanpa kami sadari rupanya dari tadi ada yang memperhatikan pergumulan kami berdua, Mbak Fitri dan adik suaminya, Asih sudah berdiri di pinggir pintu. Mungkin mereka pulang berdua tanpa suaminya dan kedua anaknya yang masih mampir ke rumah Pakdhenya mereka ketuk pintu tapi nggak ada sahutan lalu mereka menuju pintu daur yang lupa tak aku kunci. Aku dan Mbak Wina kaget setengah mati, malu takut bercampur menjadi satu jangan-jangan mereka marah dan menceritakan kejadian ini pada orang lain. Tapi yang terjadi sungguh diluar dugaan kami berdua, mereka bahkan ikut nimbrung sehingga kami menjadi berempat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Dik main gituan kok kakak nggak di ajak sich kan kakak juga mau, sudah seminggu ini suami kakak nggak ngajak gituan", ucap Mbak Fitri.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ini juga baru mulai kak!" sahutku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mas aku boleh nyoba seks sama Mas?" tanya Asih.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Boleh".</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku dan Kak Wina selanjutnya menyuruh mereka berdua melepas seluruh pakaiannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ck.. ck…ck……ck……", guman ku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sekarang aku dikerubung 3 bidadari cantik sungguh beruntung aku ini.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mbak Fitri tubuhnya masih sangat kencang payudaranya putih agak besar kira-kira 36 B vaginanya indah sekali. Sedangkan Asih tubuhnya agak kecil tapi mulus, dadanya sudah sebesar buah apel ukuranya 34 A vaginanya kelihatan sempit baru ditumbuhi bulu yang belum begitu lebat. Pertama yang kuserang adalah Mbak Fitri karena sudah lama aku membayangkan bersetubuh dengannya aku menciumi dengan rakus pentilnya kuhisap dalam-dalam agar air susunya keluar, setelah keluar kuminum sepuasnya rupanya Mbak Wina dan Asih juga kepingin merasakan air susu itu sehingga kami bertiga berebut untuk mendapatkan air susu tersebut, sambil tangan kami berempat saling remas, pegang dan memasukam ke dalam vagina satu sama lain.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah puas dengan permainan itu, aku meminta agar mereka berbaring baris sehingga kini ada 6 gunung kembar yang montok berada di depanku. Aku mulai mengulum susu mereka satu per satu bergantian sampai 6, aku semakin beringas saat kusuruh mereka menungging semua, dari belakang aku menjilati vagina satu persatu rasanya bagai makan biscuit Oreo di jilat terus lidahku kumasukkan ke dalam vagina mereka.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Giliran mereka mengulum penisku bergantian.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Hoh…. hoooooooooo…… hhhhhhhhhh…… ehmmmmmmmmm", desah mereka bertiga.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku yang dari tadi belum orgasme semakin buas memepermainkan payudara dan vagina mereka, posisi kami sekarang sudah tak beraturan. Saling peluk cium jilat dan sebagainya pokok nya yang bikin puas, hingga mereka memberi isyarat bahwa akan sampai puncak.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Dik aku mau keluar"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mas aku juga"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aku hampir sampai", kata mereka bergantian.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Jangan di buang percuma, biar aku minum!", pintaku</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Boleh", kata Mbak Fitri.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku mulai memasang posisi kutempelkan mulutku ke vagina mereka satu persatu lalu kuhisap dalam-dalam sampai tak tersisa, segarnya bukan main.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Srep.., srep".</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Heran, itulah yang ada di benakku, aku belum pernah nge-sex sama mereka kok udah pada keluar, memang mungkin aku yang terlalu kuat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena sudah tidak sabar aku mulai memasukkan penisku de dalam vagina Mbak Wina kugenjot naik turun pinggulku agar nikmat, sekitar 5 menit kemudian aku gantian ke Kak Fitri, biarpun sudah beranak 2 tapi vaginanya masih sempit seperti perawan saja.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Dik enak……. Uh…… oh…..terussssssss!", desahnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Emang kok Kak…….. hhhhhhh ehmm….."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mas giliranku kapan..?", rupanya Asih juga sudah tak tahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Tunggu sebentar sayang."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sekitar 10 menit aku main sama kak Fitri sekarang giliran Asih, dengan pelan aku masukkin penisku, tapi yang masuk hanya kepalanya. Mungkin ia masih perawan, baru pada tusukan yang ke 15 seluruh penisku bisa masuk ke liang vaginanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mas....... sakit..... mas...... oght........ hhohhhhhh.......", jerit kecil Asih.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Nggak apa-apa nanti juga enak, Sih!", ucapku memberi semangat agar ia senang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Benar Mas sekarang nikmat sekali... oh.. ought.."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rupanya bila kutinggal ngeseks dengan Asih, kak Fitri dan Kak Wina tak ketinggalan mereka saling kulum, jilat dan saling memasukkan jari ke vaginanya masing-masing. Posisiku di bawah Asih, di atas ia memutar-mutar pinggulnya memompa naik turun sehingga buah dadanya yang masih kecil terlihat bergoyang lucu, tanganku juga tidak tinggal diam kuremas-remas putingnya dan kusedot, kugigit sampai merah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena sudah berlangsung sangat lama maka aku ingin segera mencapai puncak, dalam posisi masih seperti semula Asih berjongkok di atas penisku, kusuruh Mbak Fitri naik keatas perutku sambil membungkuk agar aku bisa menetek, eh..., bener juga lama-lama air susunya keluar lagi, kuminum manis sekali sampai terasa mual. Mbak Wina yang belum dapat posisi segera kusuruh jongkok di atas mulutku sehingga vaginanya tepat di depan mulutku, dan kumainkan klitorisnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ia mendesah seperti kepedasan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ah......... huah........ hm.......!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tanganku yang satunya kumasukkan ke vagina Mbak Fitri, kontolku digarap Asih, mulutku disumpal kemaluan Mbak Wina, lengkap sudah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kami bermain gaya itu sekitar 30 menit sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ought......... hmmmmmm...... cret... crot....."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Enak Mas.......!" desah Asih.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Spermaku ku semprotkan kedalam vagina Asih dan keluarlah cipratan spermaku bercampur darah menandakan bahwa ia masih perawan. Kami berempat sekarang telah mencapai puncak hampir bersamaan, lelah dan letih yang kami rasakan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sebelum kami berpakaian kembali sisa-sisa sperma di penisku di jilati sampai habis oleh mereka bertiga. Setelah kejadian itu kami selalu mengulanginya lagi bila ada kesempatan baik berdua bertiga maupun berempat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Namun sekarang kami sudah saling berjauhan sehingga untuk memuaskan nafsu birahiku aku sering jajan di kafe-kafe di kota Solo ini ataupun dengan teman-teman wanita di tempat kuliah yang akrab denganku. Tapi tak satu pun dari mereka yang menjadi pacarku. Nah, bagi teman-teman yang ingin berkenalan silakan kontak emailku. Pasti aku balas.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-56950456935977960762012-03-12T20:47:00.007-07:002012-03-14T05:27:11.423-07:00aku jadi ketagihan<div style="color: lime;">Aku adalah seorang gadis lajang. Saat ini usiaku 24 tahun, anak ke-5 dari 5 bersaudara yang semuanya perempuan. Dengan tinggi badan 168 dengan berat tubuh 56 membuat orang menganggapku sebagai gadis yang seksi dan menggiurkan. Apalagi aku selalu menjaga kebugaran tubuhku dengan berlatih fitness secara rutin. Orang bilang wajahku cantik. Padahal aku merasa biasa saja. Mungkin ini karena kulitku yang putih dan mulus. Rambutku hitam lurus sebahu. Sebut saja namaku Anna.</div><div style="color: lime;"></div><a name='more'></a><br />
<br />
<div style="color: lime;">Kegadisanku Direnggut Pamanku</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Suatu hari tiga tahun yang lalu (entah hari apa aku lupa) saat itu aku sedang tidak kuliah jadi aku sendirian di rumah. Bokap dan Nyokap seperti biasa ngantor dan baru sampai di rumah setelah jam 07.00 malam. Kakak-kakakku yang semuanya sudah menikah tinggal di rumah-masing-masing yang tersebar di Jakarta dan Bandung, jadi praktis tinggal aku saja sebagai anak bungsu yang masih ada di rumah. Oh ya Bokap dan Nyokapku selalu mendidik anak-anaknya agar mampu mandiri, dan mereka tidak pernah menggunakan jasa PRT. Jadi aku selalu membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika pakaian sendiri jika liburan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena enggak ada kuliah aku masih malas-malasan di rumah. Sehabis mandi, hanya memakai celana pendek mini dan kaos you can see aku duduk-duduk di depan TV sambil nonton acara kegemaranku sinetron telenovela. Rencananya aku mau mencuci dan memasak setelah hilang rasa malasku nanti. Lagi asyik-asyiknya nonton sinetron tiba-tiba aku dikejutkan bunyi bel pintu yang ditekan berkali-kali.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ting-tong... Ting-tong... Ting-tong!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sialan juga nih orang!! Mengganggu aja! Siapa sih!" makiku dalam hati karena kesal keasyikanku terganggu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan malas aku berjalan ke pintu untuk melihat siapa yang datang. Kulihat di depan pintu ada seseorang yang berpakaian TNI sedang cengangas-cengenges.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Siapa pula orang ini! Keren juga" kataku dalam hati.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku terkejut setengah mati waktu kubuka pintu. Rupanya itu adik kandung bokapku yang paling kecil!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ooh Oom Heru kapan sampai di Jakarta...! Kirain monyet dari mana yang nyasar ke sini" teriakku gembira sambil terus menyalaminya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rupanya benar itu pamanku yang sudah lama sekali tidak datang ke rumah sejak ia ditugaskan ke daerah konflik di NAD sana (hampir 1 1/2 tahun). Oh iya aku hampir lupa, aku tinggal di Jakarta bagian selatan, tepatnya di daerah Mampang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oomku ini seorang perwira menengah yang masih muda, ia berpangkat Kapten waktu itu. Umurnya waktu itu baru 31 tahunan dan ia duda tanpa anak karena istrinya meninggal saat melahirkan anaknya satu tahun yang lalu. Orangnya tinggi besar dan gagah seperti papaku. Tingginya mungkin sekitar 175 Cm dengan berat badan seimbang. Kulitnya agak hitam karena banyak terbakar matahari di daerah konflik sana.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Baru aja nyampe!! Terus mampir ke sini!.. Lho Anna.. Emang.. Kamu enggak kuliah? Mana papa dan Mamamu?" kulihat matanya jelalatan melihat pakaianku yang minim ini. Jakunnya naik turun seperti tercekik.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Brengsek juga rupanya! Mungkin di NAD sana enggak pernah lihat cewek pakai rok mini kali!" kataku dalam hati.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Enggak Oom.. Anna enggak ada kuliah kok hari ini! Papa sama Mama kan kerja! Entar sore baru pulang!" jawabku agak jengah juga melihat tatapan mata Oomku yang jelalatan seolah-oleh hendak melumat dan menelan tubuhku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Memang Oom Heru sedang cuti?" tanyaku untuk mencoba menghilangkan rasa jengahku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Lho.. Kamu enggak tahu ya? Oom Heru kan tugasnya sudah selesai dan sekarang dikembalikan ke pasukan! Jadi mulai minggu depan Oom Heru sudah masuk barak lagi di Jakarta sini"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Matanya makin jelalatan menelusuri seluruh tubuhku, sementara tanganku yang menyalaminya masih digenggamnya erat-erat seolah ia enggan melepaskan tanganku. Aku merasakan betapa tangannya begitu kokoh dan kuat menggenggam jemariku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Nah daripada nunggu di mess mending Oom Heru ke sini biar ada teman" katanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lalu kupersilahkan Oom Heru untuk duduk di sofa ruang tengah dan kubuatkan minuman.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oom Anna siapin kamar tamu dulu ya? Silahkan diminum dulu tehnya! Entar keburu dingin enggak enak lho!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku pun membawa tasnya ke kamar yang depan yang biasa dipakai Oom Heru dulu kalau ia menginap di rumahku. Saat aku sedang membungkuk membenahi seprei tempat tidur yang dipakainya aku terkejut ketika tiba-tiba dua tangan kekar memelukku dari belakang. Aku tidak mampu meronta karena dekapan itu begitu kuat. Terasa ada dengusan napas hangat menerpa pipiku. Pipiku dicium sedangkan dua tangan kekar mendekapku dan kedua telapak tangannya saling menyilang di pinggang kanan-kiriku yang ramping. Aku memberontak, namun apalah dayaku. Tenaganya terlalu kuat untuk kulawan. Setelah kutengok ke belakang ternyata Oom Heru yang sedang memelukku dan mencium pipiku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oom ngapain! Lepasin dong Oom!" Aku berteriak agar dilepaskannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena terus terang aku belum pernah yang namanya dipeluk laki-laki! Apalagi pakai dicium segala! Tubuhku gemetar ketika tangan kokoh Oom Heru mulai bergerak ke atas dan mulai meremas payudaraku dari luar kaos singletku. Bukannya berhenti tetapi justru Oom Heru semakin menggila!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Diam sayang... Dari dulu Oom sangat menyayangimu" bisiknya di telingaku membuat aku geli saat ada dengusan nafas hangat menyembur bagian sensitif di belakang telingaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dekapannya semakin ketat sampai aku merasakan ada semacam benda keras menempel ketat di belahan pantatku. Aku semakin menggelinjang kegelian saat bagian belakang telingaku terasa digelitik oleh benda lunak hangat dan basah! Ooh.. Rupanya Oom Heru sedang menjilati bagian belakang telingaku. Tanpa sadar aku melenguh.. Ada rasa aneh menjalar dalam diriku! Rupanya Oom Heru sangat piawai dalam menaklukkan wanita. Ini terbukti bahwa aku yang belum pernah bersentuhan dengan lelaki merasa begitu nyaman dan merasakan kenikmatan diperlakukan seperti itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ja.. Jangan Oomhh!" Aku mendesis antara menolak dan enggan melepaskan diri.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Bibir Oom Heru semakin menjalar ke depan hingga akhirnya bibirnya mulai melumat bibirku. Seprei yang tadinya kupegang terlepas sudah. Tanganku sekarang bertumpu memegang kedua punggung tangan Oom Heru yang sedang sibuk meremas dan mendekap kedua payudaraku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Napas Oom Heru semakin menggebu seperti kerbau. Lidahnya mulai bergerak-gerak liar menyelusup ke dalam rongga mulutku. Akupun tak tahan lagi.. Tubuhku seolah mengawang hingga ke awan. Kakiku limbung seolah tanpa pijakan. Sekarang tubuhku sudah bersandar sepenuhnya bertumpu pada Oom Heru yang terus mendekapku. Mataku terpejam merasakan sensasi yang baru pertama kali ini aku alami. Tanpa terasa lidahku ikut menyambut serangan lidah Oom Heru yang bergerak-gerak liar. Selama beberapa saat lidahku dan lidah oom Heru saling bergulat bak dua ekor naga langit yang sedang bertarung.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku membuka mata, wajah Oom Heru sangat dekat dengan wajahku dan tangannya merangkul dan meremas kedua payudaraku. Anehnya, setelah itu aku tidak berusaha menghindar. Aku merasakan ada sesuatu yang mendesak-desak dan harus tersalurkan. Kubiarkan saja tangan Oom Heru saat mulai menyusup ke balik singletku dari bagian bawah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku semakin menggelinjang saat tangannya mulai meraba perutku yang masih rata. Perlahan namun pasti tangannya mulai merayap ke atas dan ke bawah. Tangan kanan Oom Heru mulai menyentuh payudaraku yang terbungkus BH tipis itu, sementara tangan kirinya mulai menyusup ke balik celana pendek ketatku. Aku tak sadar tanganku bergerak ke belakang dan mulai meremas rambutnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tubuh kami masih berhimpit berdiri menghadap searah. Oom Heru masih tetap mendekapku dari belakang. Bibirnya melumat bibirku sementara kedua tangannya mulai meraba dan meremas bagian-bagian sensitif tubuh perawanku. Akupun tak tinggal diam tanganku tetap meremas-remas rambutnya yang cepak seperti "rambutan sopiyah" (memang seperti lazimnya anggota TNI harus berambut cepak... Kalau gondrong soalnya malah dikira preman kali!!)</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Untuk beberapa lama, Oom Heru masih melumat bibirku. Aku harus jujur bahwa aku juga ikut menikmatinya. Bahkan beberapa saat secara tak sadar aku juga membalas melumat bibir Oom Heru. Aku masih tetap belum menyadari atau mungkin terlena hingga tak menolak saat tangan Oom Heru mulai menyusup ke dalam BH-ku dan menyentuh apa yang seharusnya kujaga. Nafasku semakin memburu dan aku mulai merasakan bagian selangkanganku mulai basah. Apalagi saat ibujari dan telunjuk Oom Heru mulai mempermainkan puting payudaraku yang sudah semakin mengeras. Tubuhku semakin bergerak liar hingga benda keras yang menempel ketat di belahan pantatku kurasakan semakin mengeras.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Desakan aneh semakin kuat mendorong di bagian bawah. Tubuhku semakin melayang saat tangan kiri Oom Heru dengan lembut mulai memijit-mijit dan meremas gundukan bukit di selangkanganku. (Namanya Bukit Berbulu!! Kalau Uci Bing Slamet dulu nyanyinya Bukit Berbunga.. Mungkin waktu ngarang lagu itu terinspirasi saat bukit berbulunya kepegang lak-laki seperti aku ini!! Ooh indah sekali!! Lebih indah daripada bukit yang berbunga!! Tul enggak? Munafik kalau bilang enggak... ).</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tubuhku semakin liar bergerak saat jari Oom Heru mulai menyentuh belahan hangat di selangkanganku. Jari-jarinya terasa licin bergerak menyusuri belahan hangat di selangkanganku. Rupanya aku sudah begitu basah.. Dan Oom Heru tahu kalu aku sudah dalam genggamannya. Aku memang sudah menyerah dalam nikmat sedari tadi. Apalagi aku memang juga mengagumi Oomku yang keren ini.Tubuhku berkelejat liar seperti ikan kurang air saat jemari Oom Heru mempermainkan tonjolan kecil di bagian atas bukit kemaluanku. Jarinya tak henti-hentinya menggocek dan berputar liar mempermainkan kelentitku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Akhh.. Oomphf.." desisanku terhenti karena bibirku keburu dikulum oleh bibir Oom Heru.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku sudah merasakan terbang mengawang. Desakan yang menuntut pemenuhan semakin membuncah dan akhirnya dengan diiringi hentakan liar tubuhku aku merasakan ada sesuatu yang menggelegak dan aku mengalami orgasme!! Aku semula tak tahu apa itu orgasme, yang jelas aku merasakan kenikmatan yang amat sangat atas perlakuan Oom ku itu. Tubuhku terasa ringan dan tak bertenaga sesudah itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Gimana sayang?" bisik Oom Heru di telingaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Enak sayang?" lanjutnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku hanya terdiam dan ada sebersit rasa malu. Seharusnya ini tidak boleh terjadi, kataku dalam hati menahan rasa malu dan sungkan yang menggumpal dihatiku. Tetapi rangsangan dan stimulus yang diberikan Oom ku terlalu hebat untuk kutahan. Akhirnya aku hanya pasrah saja saat tangan Oom Heru mulai melucuti pakaianku satu per satu. Mula-mula kaos singletku dilepasnya hingga payudaraku yang masih kencang terlihat terbungkus BH cream yang seolah-olah tak mampu menampungnya. Padahal ukurannya sudah 36B.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tubuh bagian atasku sudah setengah telanjang. Sementara aku yang sudah lemas tetap berdiri dipeluk Oom Heru dari belakang. Kembali tangannya mengelus perutku yang putih rata itu. Tanganku menutup bagian dadaku karena malu dan jengah harus terlihat laki-laki dalam keadaan begini. Lalu dengan terburu-buru Oom Heru melepaskan pakaian seragamnya hingga aku merasakan rambut dada oom Heru yang cukup lebat menempel punggungku yang telanjang. Lagi-lagi aku merasakan sensasi yang lain-daripada yang lain.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Masih dengan setengah telanjang Oom Heru memelukku dari belakang. Aku terlalu malu untuk membuka mataku. Aku hanya memejamkan mata sambil menikmati sensasi dipeluk laki-laki perkasa. Dengan tangan mengelus perut dan dadaku Oom Heru kembali menciumi ku. Kali ini punggungku dijadikan sasaran serbuan bibirnya yang panas. Kumisnya yang tipis terasa geli saat menyapu-nyapu punggungku yang terbuka. Aku menggelinjang hebat. Apalagi saat lidah Oom Heru mulai merayap di tulang belakangku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Perlahan dari leher bibirnya merayap ke bawah hingga pengait BH-ku. Lalu tiba-tiba aku merasakan kekangan yang mengekang payudaraku melonggar. Ternyata Oom Heru telah menggigit lepas pengait bra-ku. Aku tak sempat menutupi payudaraku yang terbebas karena dengan cepat kedua tangan Oom Heru telah mendekap kedua payudaraku. Aku hanya pasrah dan membiarkan tangannya meremas dan mempermainkan payudaraku sesukanya, karena aku memang menikmatinya juga. Tiba-tiba ada sepercik perasaan liar menyerangku. Aku ingin lebih dari itu. Aku ingin merasakan kenikmatan yang lebih. Godaan itu begitu menggebu. Lalu tanpa sadar tanganku memegang tangan Oom Heru seolah-olah membantunya untuk memuaskan dahagaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan bibirnya Oom Heru menggigit tali bra-ku dan melepaskannya hingga jatuh. Kini tubuh bagian atasku sudah telanjang sama sekali. Hanya celana pendek mini dan celana dalam yang masih menutupi tubuhku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah berhasil melepaskan tali bra-ku, bibir Oom Heru kembali menyerbu punggungku. Ditelusurinya tulang punggungku dengan lidahnya yang panas. Ini membuat syarafku semakin terangsang heibat. Apalagi tangannya yang kokoh tetap meremas kedua belah payudaraku dengan gemasnya. Ada rasa sakit sekaligus enak dengan remasannya itu. Lidahnya terus turun ke bawah hingga ke atas pinggulku. Hal ini membuatku semakin menggelinjang kegelian.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ouchh.. Oomm su.. Sudahhh Oommmh" aku merintih.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mulutku bilang tidak tetapi nyatanya tubuhku menginginkannya. Penolakanku seolah tiada artinya. Lalu tiba-tiba celana pendek miniku digigitnya dan ditarik ke bawah hingga ke atas lutut. Separuh buah pantatku yang bulat dan mulus terbuka sudah!! Lidah Oom Heru terus menyerbu buah pantatku kanan dan kiri secara bergantian. Tubuhku meliuk dan meregang merasakan rangsangan terhebat yang baru kali ini kurasakan saat lidah Oom Heru yang panas mulai menyusuri belahan pantatku dan mulai mengais-ngais analku! Luar biasa.. Tanpa rasa jijik sedikitpun lidah Oom Heru menjilati lobang anusku. Hal ini membuat tubuhku tergetar heibat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Selang beberapa saat, setelah puas bermain-main dengan lobang anusku tangan Oom Heru mulai menarik celana pendek sekaligus CD-ku hingga ke mata kaki. Lalu tanpa sadar aku membantunya dengan melepaskan CD-ku dari kedua kakiku. Kini aku sudah bugil.. Gil! Oom Heru pun rupanya sedang sibuk melepaskan celananya. Hal ini kuketahui dari bunyi gesper yang dilepas.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sekarang tubuhku yang sintal dan putih sudah benar-benar telanjang total dihadapan Oom Heru. Sungguh, aku belum pernah sekalipun telanjang dihadapan laki-lakiorang lain, apalagi laki-laki. Aku tak menduga akan terjadi hal seperti ini. Dengan Oomku sendiri pula. Tetapi kini, Oom Heru berhasil memaksaku. Sementara aku seperti pasrah tanpa daya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba Oom Heru menarik tanganku sehingga aku terduduk dipangkuan Oom Heru yang saat itu sudah duduk ditepi tempat tidur. Tanpa berkata apa-apa dia langsung mencium bibirku. Aku tidak sempat menghindar, bahkan aku juga membiarkan ketika bibir dan kumis halus Oom Heru menempel kebibirku hingga beberapa saat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dadaku semakin berdegup kencang ketika kurasakan bibir halus Oom Heru melumat mulutku. Lidah Oom Heru menelusup kecelah bibirku dan menggelitik hampir semua rongga mulutku. Mendapat serangan mendadak itu darahku seperti berdesir, sementara bulu tengkukku merinding. Aku pun terkejut ternyata batang kemaluan Oom Heru yang sudah sangat kencang terjepit antara perutku dan perutnya. Aku merasakan betapa besar dan panjang benda keras yang terjepit diantara kedua tubuh telanjang kami.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mengetahui besarnya batang kemaluan Oom Heru aku jadi ingat saat aku masih TK waktu diajari menyanyi guru TK-ku "Aku seorang kapiten mempunyai pedang panjang, kalau berjalan prok-prok prok.. Aku seorang kapiten! Tapi ini Oom ku seorang kapiten mempunyai peler (bahasa jawa batang kemaluan) panjang..." memang Oom ku itu pangkatnya waktu itu sudah Kapten! Cocok bukan?</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Akh.., ja.. Jangan oomhh..!" kataku terbata-bata.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Su.. Sudah.. Oomhh" desisku antara sadar dan tidak.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru memang melepas ciumannya dibibirku, tetapi kedua tangannya yang kekar dan kuat masih tetap memeluk pinggang rampaingku dengan erat. Aku masih terduduk dipangkuannya. Tetapi ia malah mulai menjilati leherku. Ia menjilati dan menciumi seluruh leherku lalu merambat turun ke dadaku. Aku memang pasif dan diam, namun nafsu birahi sudah semakin kuat menguasaiku. Harus kuakui, Oom Heru sangat pandai mengobarkan birahiku. Jilatan demi jilatan lidahnya keleher dan dadaku benar-benar telah membuatku terbakar dalam kenikmatan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Apalagi saat bibir Oom Heru dengan penuh nafsu melumat kedua puting payudaraku yang sudah sangat keras bergantian. Aku kembali melayang di awan saat dengan gemas Oom Heru menghisap kedua puting payudaraku bergantian. Rangsangan yang kuterima begitu dahsyat untuk kutahan. Apalagi benda keras di selangkangan Oom Heru yang terjepit kedua tubuh telanjang kami mulai tersentuh bibir kemaluanku yang sudah sangat basah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Gejolak liar yang berkobar dalam diriku semakin menggila. Hingga tanpa sadar aku menggoyang pinggulku di atas pangkuan Oom Heru untuk memperoleh sensasi gesekan antara bibir kemaluanku dengan batang kemaluannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru sendiri tampaknya juga sudah sangat terangsang. Aku dapat merasakan napasnya mulai terengah-engah dan batang kemaluannya mengedut-ngedut. Sementara aku semakin tak kuat untuk menahan erangan. Maka aku pun mendesis-desis untuk menahan kenikmatan yang mulai membakar kesadaranku. Setelah itu tiba-tiba tangan Oom Heru yang kekar mengangkat tubuhku dari pangkuannya dan merebahkan di atas tempat tidur yang sebenarnya belum selesai kurapihkan itu. Insting perawanku secara refleks masih coba berontak.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sudah Oomhh! Jangan yang satu... Anna takut.." Kataku sambil meronta bangkit dari tempat tidur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Takut kenapa sayang? Oom sayang Anna, percayalah sayang..." Jawab Oom Heru dengan napas memburu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Jang.. Jangan.. Oom.." protesku sengit.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Namun seperti tidak perduli dengan protesku, Oom Heru segera menarik kedua kakiku hingga menjuntai ke lantai. Meskipun aku berusaha meronta, namun tidak berguna sama sekali. Sebab tubuh Oom Heru yang tegap dan kuat itu mendekapku dengan sangat erat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kini, dengan kedua kakiku yang menjuntai ke lantai membuat Oom Heru dapat memandang seluruh tubuhku dengan leluasa.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu cantik dan seksi sekali sayang" katanya dengan suara parau tanda bahwa ia sudah sangat terangsang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan tubuh telanjang bulat tanpa tertutup sehelai kainpun yang menutupi tubuhku, aku merasa risih juga dipandang sedemikian rupa. Aku berusaha menutupi dengan mendekapkan lengan didada dan celah pahaku, tetapi dengan cepat tangan Oom Heru memegangi lenganku dan merentangkannya. Setelah itu Oom Heru membentangkan kedua belah pahaku dan menundukkan wajahnya di selangkanganku. Aku tak tahu apa yang hendak ia lakukan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tanpa membuang waktu, bibir Oom Heru mulai melumat bibir kemaluanku yang sudah sangat basah. Tubuhku menggelinjang hebat. Aku semakin salah tingkah dan tak tahu apa yang harus kulakukan. Yang jelas aku kembali merasakan adanya desakan yang semakin menggebu dan menuntut penyelesaian. Sementara kedua tangannya merayap ke atas dan langsung meremas-remas kedua buah dadaku. Bagaikan seekor singa buas ia menjilati liang kemaluanku dan meremas buah dada yang kenyal dan putih ini.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lidahnya yang panas mulai menyusup ke dalam liang kemaluanku. Tubuhku terlonjak dan pantatku terangkat saat lidahnya mulai mengais-ngais bibir kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Akhhh.. Oomhhh... Sud.. Sudahh Oommm.." bibirku menolak tetapi tanganku malah menarik kepala Oom Heru lebih ketat agar lebih kuat menekan selangkanganku sedangkan pantatku selalu terangkat seolah menyambut wajah Oom Heru yang tenggelam dalam selangkanganku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kini aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang amat sangat dan sulit dilukiskan dengan kata-kata. Aku menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat ketika bibir dan lidah Oom Heru menjilat dan melumat bibir kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku semakin melayang dan seolah-olah terhempas ke tempat kosong. Tubuhku bergetar dan mengejang bagaikan tersengat aliran listrik. Aku mengejat-ngejat dan menggelepar saat bibir Oom Heru menyedot kelentitku dan lidahnya mengais-ngais dan menggelitik kelentitku."Akhhh.. Akhhh.. Ohhh..." dengan diiringi jeritan panjang aku merasakan orgasme yang ke sekian kalinya. Benar-benar pandai menaklukan wanita Oom ku ini. Pantatku secara otomatis terangkat hingga wajah Oom Heru semakin ketat membenam di antara selangkanganku yang terkangkang lebar. Napasku tersengal-sengal setelah mengalami beberapa kali orgasme tanpa ada coitus.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Anna sayang.. Sekarang giliran Anna menyenangkan Oom ya.." bisiknya setelah napasku mulai teratur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku hanya pasrah dan tak mampu berkata-kata. Antara malu dan mau aku hanya merintih pelan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mmhhh.."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru yang sudah pengalaman rupanya menyadari keadaanku yang masih hijau dalam hal urusan bawah perut ini. Ia pun lalu membaringkan diri di sisiku. Tangannya sekarang membimbing tanganku dan diarahkannya ke bawah. Dengan mata terpejam karena jengah aku ikuti saja apa kemauannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Hatiku berdesir saat tanganku dipegangkannya pada benda keras berbentuk bulat dan panjang. Benda itu terasa hangat sekali dalam genggamanku. Ooh betapa besarnya benda itu. Tanganku hampir tak muat menggenggamnya. Setelah terpegang tanganku pun digerak-gerakkan ke atas dan ke bawah untuk mengocok benda itu. Oom Heru pun kemudian menarik tubuhku hingga aku berbaring miring menghadapnya. Kepalaku ditariknya dan diciumnya bibirku dengan penuh nafsu. Lidahnya mencari-cari lidahku dan tangannya bergerilya lagi meremas-remas payudaraku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku pun tak sadar ikut mengimbanginya. Lidahku bergerak liar menyambut lidahnya dan tanganku dengan agak kaku mengocok batang kemaluannya. Aku belum berani melihat seperti apa kemaluan laki-laki. Aku masih terlalu malu untuk itu."Mphh jangan keras-keras sayang... Sakit itunya" bisik Oom ku. Rupanya aku terlalu keras mengocok batang kemaluannya sehingga Oom Heru merasa kurang nyaman.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian setelah beberapa saat berciuman, didorongnya kepalaku ke bawah. Diarahkannya kepalaku ke dadanya yang bidang. Masih dengan mata terpejam aku mencoba menirukan apa yang dilakukan Oom Heru padaku. Lidahku mulai menjilat puting dadanya kiri dan kanan bergantian.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oohh.. Teruss sayanghhh.."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru rupanya merasa nyaman dengan perlakuanku itu. Terus didorongnya kepalaku ke bawah lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kini bibirku mulai menciumi perut dan pusar Oom Heru. Hal ini membuatnya semakin meradang. Mulutnya tak henti-hentinya mendesis seperti kepedasan. Tangannya terus mendorong kepalaku ke bawah lagi. Kini aku merasa daguku menyentuh benda keras yang sedang ku kocok, sementara bibir dan lidahku tak henti-hentinya menciumi perut bagian bawahnya. Kemudian ditekannya lagi kepalaku ke bawah. Rupanya ia menyuruhku menciumi batang kemaluannya!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan malu-malu kupegang batang yang besar dan berotot itu. Lalu aku memberanikan diri untuk membuka mataku. Lagi-lagi aku berdebar-debar dan darahku berdesir ketika mataku melihat batang kemaluan Oom Heru. Gila! Kataku dalam hati besar sekali... Bentuknya coklat kehitaman dengan kepala mengkilat persis topi baja tentara! Sementara itu kantong pelernya tampak menggantung gagah dan penuh! Seperti ini rupanya batang kemaluan laki-laki. Sejenak aku sempat membayangkan bagaimana nikmatnya jika batang kemaluan yang besar dan keras itu dimasukkan ke lubang kemaluan perempuan, apalagi jika perempuan itu aku. Gejolak liar kembali mengusikku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lamunanku terputus saat tangan Oom Heru yang kekar menekan kepalaku dan didekatkannya ke arah batang kemaluannya. Dengan canggung bibirku mulai mencium batang kemaluannya. Aku sengaja membuang pikiran jijikku dengan membayangkan bahwa aku sedang menjilat"Magnum" (Es Krim yang terkenal besar dan enaknya itu!!). Dan ternyata aku berhasil!! Dengan membayangkan aku sedang menikmati 'magnum'ku tanpa rasa jijik sekalipun aku mulai menjilati batang kemaluan Oom Heru. Dari ujung kepala kemaluan yang mengkilat hingga kantung biji peler yang menggantung penuh tak luput dari jilatan lidahku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sambil berjongkok di lantai aku terus menjilati menyusuri seluruh batang kemaluan Oom Heru yang besar dan panjang itu. Sesekali dengan nakal kusedot biji peler bergantian membuat pantat Oom Heru terangkat. Sementara kedua kaki Oom Heru menjuntai ke lantai seperti posisiku tadi waktu selangkanganku dijilati Oom Heru. Sesekali aku melirik bagaimana reaksinya. Ku lihat mulut Oom Herus terus menceracau tak karuan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Terushh sayang.. Oohh nah... Terussshh oughhh" bagai orang gila Oom Heru terus menceracau.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian Oom Heru bangun dan diangkatnya tubuhku. Kali ini aku dibaringkannya dengan berhadap-hadapan. Kakiku masih menjuntai ke lantai. Ia berdiri di antara kedua belah pahaku. Kemudian tangannya membimbing batang kemaluannya yang sudah berlendir dan dicucukannya ke celah hangat di tengah bukit kemaluanku. Aku tersadar. Antara nafsu dan ketakutan aku menangis. Aku memohon.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ja.. Jangan Oommhh.. Ja.. Jangan yang itu".</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rupanya superegoku memenangkan pertarungan antara id dan superegoku. Ego ku mampu menekan gejolak liar ide ku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kenapa sayang..?" tanya Oom Heru dengan suara parau.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Anna... Takut Oomhh... To.. Tolong jangan yang itu.." kataku memohon.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ok.. Okay sayang.." kata Oomku sambil menghela nafas.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oom tak akan masukkan sayang... Cuma diluar... Oom janji deh" lanjutnya dengan suara parau karena sudah dikuasai oleh nafsu birahinya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Jang.. Jangan Oomhh," aku tetap menolak, "Anna enggak ingin kehilangan satu-satunya yang paling berharga Oom" aku merintih antara nafsu dan takut. Saat ia mulai mencucukkan ujung kepala kemaluannya di celah kemaluanku yang sudah sangat basah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Anna sayang.. Apa.. Kamu.. Nggak kasihan padaku sayang.. aku sudah terlanjur bernafsu.. aku nggak kuat lagi sayang, please aku.. Mohon," kata Oom Heru masih dengan terbata-bata dan wajah yang memelas.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sudah 2 tahun Oom harus menahan ini sejak tantemu meninggal"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba Oom Heru beranjak dan dengan cepat mencucukkan batang kemaluannya yang sudah sangat kencang di sela-sela bukit kemaluanku. Kini tubuh telanjang Oom Heru mendekapku. Darahku seperti terkesiap ketika merasakan dada bidang Oom Heru menempel erat dadaku. Ada sensasi hebat yang melandaku, ketika dada yang kekar itu merapat dengan tubuhku. Ohh, baru kali ini kurasakan dekapan lelaki. Ia masih meciumi sekujur tubuhku, sementara tangannya juga tidak kenal lelah meremas-remas buah dadaku yang semakin kenyal. Sekali lagi, sebelumnya tidak pernah kurasakan sensasi dan rangsangan sedahsyat ini.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku tersentak ketika kurasakan ada benda yang menggesek-gesek bibir kemaluanku. Ternyata Oom Heru menggesek-gesekkan batang kemaluannya di sela-sela bibir kemaluanku yang sudah sangat licin. Ia memutar-mutar dan menggocek-gocekkan batang kemaluannya di sela-sela bibir kemaluanku. Sehingga aku benar-benar hampir tidak kuat lagi menahan kenikmatan yang menderaku. Mendapat serangan yang luar biasa nikmat itu, secara refleks aku memutar-muatarkan pantatku. Toh, aku masih mampu bertahan agar benda itu tidak benar-benar memasuki liang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oom, jangan sampai masuk..., diluar saja..!" pintaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru hanya mendengus dan tetap menggosok-gosokkan batang kemaluannya di pintu kemaluanku yang semakin licin oleh cairan. Aku begitu terangsang. Aku tergetar hebat mendapatkan rangsangan ini. Tidak kuat lagi menahan kenimatan itu, tanpa sadar tanganku menjambak rambut Oom Heru yang masih terengah-engah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kini aku telah benar-benar tenggelam dalam birahi. Napasku semakin memburu dan tubuhku kembali berkelejat menahan kenikmatan. Aku harus mengakui kehebatan Oom Heru untuk yang kesekian kalinya. Karena tanpa penetrasi pun ia telah sanggup membuatku orgasme berkali-kali.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Akhh.. Oomhh.. Shh... Ouchh.." tanpa sadar aku menjerit ketika kurasakan kelentitku berdenyut-denyut dan ada sesuatu yang menggelegak di dalam sana.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mataku terbeliak dan tanpa malu-malu lagi aku mengangkat pantatku menyambut gocekan batang kemaluan oom Heru di bibir kemaluanku agar lebih ketat menekan kelentitku. Aku berkelejotan, sementara napasku semakin memburu. Gerakanku semakin liar saat liang kemaluanku berdenyut-denyut. Lalu aku terdiam tubuhku terasa lemas sekali. Aku tak peduli lagi pada apa yang hendak dilakukan Oom Heru pada tubuhku. Tulang-belulangku serasa lepas semua.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah itu Oom Heru bangkit dan mengambil body lotion yang ada di meja rias kamar tamu dan dengan cepat ia menindihku. Dikangkanginya tubuhku. Kali ini ia benar-benar menguasaiku. Dari kaca meja rias disamping tempat tidur, aku bisa melihat tubuh rampingku seperti tenggelam dikasur busa ketika tubuh Oom Heru yang tinggi besar mulai menindihku. Lalu Oom Heru membalur kedua payudaraku dengan lotion dan melemparkan botol itu setelah ditutupnya kembali. Aku merasa lega karena setidak-tidaknya ia telah menepati janjinya untuk tidak memasukkan batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru kembali melumat bibirku. Kali ini teramat lembut. Gilanya lagi, aku tanpa malu lagi membalas ciumannya. Lidahku kujulurkan untuk menggelitik rongga mulut Oom Heru. Oom Heru terpejam merasakan seranganku, sementara tanganku kekarnya masih erat memelukku, seperti tidak akan dilepas lagi. Bermenit-menit kami terus berpagutan hingga akhirnya Oom Heru melepaskan bibirnya dari pagutanku. Ia lalu menempatkan batang kemaluannya di belahan kedua payudaraku yang sudah dilumuri body lotion. Kedua tangannya yang kekar lalu memegang kedua buah payudaraku dan dijepitkannya pada batang kemaluannya. Aku pun ikut membantunya dengan memegang lembut batang kemaluannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah batang kemaluannya terjepit kedua payudaraku, ia mulai mengayunkan pantatnya maju mundur hingga batang kemaluannya yang terjepit payudaraku bergerak maju mundur. Batang kemaluannya yang begitu panjang membuat ujung kemaluannya menyentuh-nyentuh bibirku. Lalu untuk membantunya menuntaskan nafsunya akupun membuka mulutku dan menjilati ujung kemaluan itu setiap kali terdorong ke atas. Hal itu berlangsung beberapa lama hingga kurasakan ayunan pantat Oom Heru mulai makin cepat. Gesekan batang kemaluannya yang terjepit ke dua buah payudaraku pun semakin kencang. Nafasnya semakin mendengus dan kulihat matanya terpejam seolah sedang menahan sesuatu. Peluh telah membasahi kedua tubuh telanjang kami hingga kelihatan mengkilap dan licin. Semakin lama gerakannya semakin cepat disertai dengus nafas yang semakin menderu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba ia seolah tersentak kurasakan batang kemaluannya yang terjepit dadaku mulai mengedut-ngedut. Tubuhnya mengejat-ngejat seperti tersengat arus listrik dan dari mulutnya keluar geraman dahsyat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ugh.. Ugh.. Arghhh.. Akhhh".</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Cratt.. Crat.. Cratt.. Cratt... Cratt..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Akhirnya dari lubang di ujung kemaluannya menyemburlah cairan putih kental yang banyak sekali. Sialnya cairan itu sebagian besar tumpah ke mulutku yang sedang terbuka karena menjilati batang kemaluan itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Glk.. Uhuk.. Uhuk.. Uhuk" aku hampir muntah karena tersedak cairan itu. Rupanya sebagian ikut tertelan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oom Heru jahat... Uhuk.. Uhuk" sambil masih terbatuk-batuk aku menangisIni merupakan pengalamanku yang pertama kali. Bau cairan sperma saja sudah membuatku mual.. Apalagi tertelan! Pembaca bisa membayangkan bagaimana rasanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sorry sayang... Oom tidak sengaja..." bisiknya menghiba seolah merasa bersalah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian dengan tanpa rasa jijik dilumatnya bibirku yang masih penuh cairan air maninya itu sehingga rasa jijikku sedikit hilang. Lama kami berciuman sampai akhirnya diambilnya ujung seprei dan dibersihkannya bibirku dari sisa-sisa ceceran air maninya itu. Aku merasa terharu akan perlakuannya dan rasa sayangku padanya pun mulai bertambah. Bukan kasih sayang antara kepenakan... Eh keponakan dan paman melainkan rasa sayang sebagaimana layaknya perempuan terhadap laki-laki.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku yang sudah merasa lemas akhirnya tak mampu bergerak lagi. Aku lega sejauh ini aku masih mampu mempertahankan mahkota keperawananku. Aku langsung tertidur. Mungkin Oom Heru juga ikut tertidur. Karena aku sudah tidak ingat apa-apa lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku bangun ketika aku merasakan geli saat payudaraku ada yang menjilati. Aku membuka mata dan kulihat Oom Heru sedang sibuk menyedot kedua payudaraku secara bergantian. Kembali aku harus menggelinjang dan nafsuku perlahan mulai bangkit.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tubuh telanjang Oom Heru menindihku. Tubuhnya yang tinggi besar membuat tubuhku seolah-olah tenggelam dalam spring bed. Tanpa kusadari tanganku pun mulai bergerak meremas-remas rambut Oom Heu yang sedang sibuk melumat kedua puting payudaraku bergantian. Tubuh kami sudah mulai basah oleh peluh kami yang mulai mengucur deras. Dalam posisi seperti itu tiba-tiba kurasakan ada benda yang kenyal mengganjal diatas perutku. Semakin lama benda yang terjepit di antara perut kami itu makin mengeras dan terasa panas. Ohh, ternyata benda yang mengganjal itu adalah batang kemaluan Oom Heru yang mulai mengeras.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Perlahan namun pasti lidah Oom Heru mulai menelusuri setiap lekuk liku tubuhku. Tanpa rasa jijik dijilatinya ketiakku yang bersih mulus, karena aku memang rajin mencabuti bulu ketiakku. Rasanya geli luar biasa diperlakukan seperti itu. Lidahnya yang basah dan panas seolah-olah menggelitik ketiakku. Setelah puas menjilati kedua ketiakku bergantian, lidah Oom Heru mulai menelusuri tubuhku bagian samping ke aras bawah. Sekarang pinggangku dijadikannya sasaran jilatannya. Aku semakin tak mampu menahan diri.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oshhh.. Ohhh Omm.. Ohh" aku hanya mampu merintih.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena bukan hanya itu rangsangan yang diberikannya. Tangannya yang nakal ternyata tak tinggal diam. Ditangkupkannya telapak tangannya yang besar ke bukit kemaluanku lalu dengan gerakan lembut diremas-remasnya bukit kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Beberapa saat kemudian sambil bibirnya menjilati perut bagian bawahku, jari jari Oom Heru mulai bergerak menyusuri celah hangat di antara bibir kemaluanku yang sudah sangat basah. Jarinya bergerak sepanjang celah itu dari atas ke bawah hingga menyentuh lubang analku. Dengan dibantu cairan yang keluar dari liang kemaluanku jarinya mulai dimasuk-masukkan ke dalam lubang analku hingga lubang analku kurasakan mengedut-ngedut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba Oom Heru membalik posisi tubuhnya. Wajahnya sekarang menghadap ke selangkanganku dan selangkangannya pun dihadapkannya ke wajahku. Sekarang aku dapat melihat tanpa malu-malu lagi bentuk kemaluan laki-laki. Batang kemaluan Oom Heru yang sudah sangat keras menggantung di atas wajahku. Uratnya yang seperti tali kelihatan menonjol sepanjang batang kemaluannya yang berwarna hitam kecoklatan. Gagah sekali bentuknya seperti meriam kecil antik yang banyak kulihat dijual di sekitar candi Borobudur sana.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku tidak sempat mengagumi benda itu berlama-lama, karena tiba-tiba kurasakan batang kemaluan itu mengganjal tepat di bibirku. Rupanya Oom Heru menginginkan batang kemaluannya kujilati seperti tadi. Aku pun membuka bibirku dan dengan lembut mulai menjilati ujung batang kemaluannya yang mengkilat. Tubuhku pun tersentak dan tanpa sadar pantatku terangkat ke atas saat bibir Oom Heru mulai menciumi bukit kemaluanku. Bibirnya dengan gemas menyedot labia mayoraku lalu disisipkannya lidahnya ke dalam bibir kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saking gelinya tanpa sadar kedua kakiku menjepit kepala Oom Heru untuk lebih menekankan wajahnya ke bukit kemaluanku. Oom Heru pun menekan pantatnya ke bawah hingga batang kemaluannya lebih dalam memasuki mulutku. Aku hampir tersedak dan susah bernapas karena batang kemaluan oom Heru yang besar itu menyumpal mulutku dan ujungnya hampir menyentuh kerongkonganku, sementara rambut kemaluannya yang sangat lebat menutupi hidungku!!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku gelagapan hingga tanpa sadar kucengkeram pantat Oom Heru agar mengangkat pantatnya. Rupanya tindakanku berhasil karena Oom Heru mengangkat pantatnya sedikit hingga aku dapat bernapas lega. (Pembaca dapat membayangkan bagaimana rasanya hidung pembaca tersumpal jembut... Eh rambut kemaluan laki-laki!! Sudah baunya apek... Ting kruntel lagi kayak indomie pula!! Sedangkan mulut tersumpal batang kemaluan!!)</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tubuhku semakin menggeliat liar saat lidah Oom Heru mulai menggesek-gesek kelentitku. Kelentitku rasanya membengkak dan berdenyut-denyut seolah mau pecah. Mataku sudah membeliak hampir terbalik. Aku merasa hampir mengalami orgasme lagi... Namun saat desakan di bagian bawah perutku hampir meledak tiba-tiba Oom Heru menjauhkan bibirnya dari selangkanganku. Aku kecewa sekali rasanya. Orgasme yang hampir kuperoleh ternyata menjauh lagi. Ternyata ini memang taktik Oom Heru agar aku penasaran.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru mengubah posisi lagi. Kini wajahnya menghadap ke wajahku lagi. Tubuhnya ditempatkannya di antara kedua pahaku yang memang sudah terbuka lebar. Kemudian bibirnya mencium bibirku dengan lembut. Akupun membalasnya. Lidah kami saling berkutat. Sementara itu tubuh bagian bawah Oom Heru mulai menekan selangkanganku. Hal ini kurasakan dari tekanan batang kemaluan Oom Heru yang terjepit bibir keamaluanku, walaupun belum masuk ke dalam liang kemaluanku tentunya!!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Hangat sekali rasanya batang kemaluan itu. Nikmat sekali rasanya gesekan-gesekan yang ditimbulkannya saat pantatnya bergerak maju-mundur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oomhh.. Ja.. Jangan dimasukkan..!" kataku sambil tersengal-sengal menahan nikmat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku tidak tahu apakah permintaan aku itu tulus atau tidak, sebab sejujurnya aku juga ingin merasakan betapa nikmatnya ketika batang kemaluan yang besar itu masuk ke lubang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oke.. Sayang... Kalau nggak boleh dimasukkan, Oom gesek-gesekkan di bibirnya saja ya..?" jawab Oom Heru juga dengan napas yang terengah-engah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian Oom Heru kembali memasang ujung batang kemaluannya tepat di celah-celah bibir kemaluanku. Aku merasa gemetar luar biasa ketika merasakan kepala batang batang kemaluan itu mulai menyentuh bibir kemaluanku. Lalu dengan perlahan digoyangkanya pantatnya hingga batang kemaluannya mulai menggesek celah bibir kemaluanku. Hal ini berlangsung beberapa saat dengan irama yang teratur seperti pemain biola yang menggesek biolanya dengan khidmat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rupanya Oom Heru tidak puas dengan cara seperti itu (Aku pun juga kurang puas sebenarnya..! Tapi gengsi dong masak cewek minta duluan!!).</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oom masukkin dikit ya sayang.." bisik Oom Heru dengan napasnya mendengus-dengus, tanda kalau nafsunya sudah semakin meningkat. Aku sendiri yang juga sudah sangat terangsang dan tidak berdaya karena sudah terbakar birahi hanya diam saja.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena aku hanya diam, Oom Heru lalu memegang batang kemaluannya dan dicucukannya ke celah-celah bibir kemaluanku yang sudah sangat licin. Dengan pelan didorongnya pantatnya hingga akhirnya ujung kemaluan Oom Heru berhasil menerobos bibir kemaluanku. Aku menggeliat hebat ketika ujung batang kemaluan yang besar itu mulai menyeruak masuk. Walaupun mulanya sedikit perih, tetapi perlahan namun pasti ada rasa nikmat yang baru kali ini kurasakan mulai mengalahkan perihnya selangkanganku. Seperti janji Oom Heru, batang kemaluannya yang seperti lengan bayi itu hanya dimasukkan sebatas ujungnya saja.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Meskipun hanya begitu, kenikmatan yang kurasa betul-betul membuatku hampir berteriak histeris. Sungguh batang kemaluan Oom Heru itu luar biasa nikmatnya. Liang kemaluanku serasa berdenyut-denyut saat menjepit ujung topi baja batang kemaluan Oom Heru yang bergerak maju-mundur secara pelahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru terus menerus mengayunkan pantatnya Mamaju-mundurkan batang batang kemaluan sebatas ujungnya saja yang terjepit dalam liang kemaluanku. Keringat kami berdua semakin deras mengalir, sementara mulut kami masih terus berpagutan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sakkith.. Oomhh..?" Aku menjerit pelan saat kurasakan betapa batang kemaluan oom Heru menyeruak semakin dalam.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Namun rasa perih itu perlahan-lahan mulai menghilang saat Oom Heru menghentikan gerakan batang kemaluannya yang begitu sesak memenuhi liang kemaluanku. Rasa sakit itu mulai berubah menjadi nikmat karena batang kemaluannya kurasakan berdenyut-denyut dalam jepitan liang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lalu aku semakin mengawang lagi saat lidah Oom Heru yang panas mulai menyapu-nyapu seluruh leherku dengan ganasnya. Bulu kudukku serasa merinding dibuatnya. Aku tak sadar lagi saat Oom Heru kembali mendorong pantatnya hingga batang kemaluannya yang terjepit erat dalam laing kemaluanku semakin menyeruak masuk. Aku yang sudah sangat terangsang pun tak sadar akhirnya menggoyangkan pantatku seolah-olah memperlancar gerakan batang kemaluan Oom Heru dalam liang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kepalaku tanpa sadar bergerak-gerak liar merasakan sensasi hebat yang baru kali ini kurasakan. Liang kemaluanku semakin berdenyut-denyut dan ada semacam gejolak yang meletup-letup hendak pecah di dalam diriku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku tak tahu entah bagaimana, tiba-tiba kurasakan batang kemaluan yang besar itu telah amblas semua kevaginaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Bless...</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Perlahan tapi pasti batang kemaluan yang besar itu melesak ke dalam libang kemaluanku. Vaginaku terasa penuh sesak oleh batang batang kemaluan Oom Heru yang sangat-sangat besar itu. Ada rasa pedih menghunjam di perut bagian bawahku. Oohhh rupanya mahkotaku sudah terenggut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Akhh.. Sakk... Kitthh.. Oomhh.." aku merintih dan tanpa sadar air mataku menetes.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ada sebersit rasa penyesalan dalam diriku, mengapa aku begitu mudah menyerahkan mahkotaku yang paling berharga.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Oomh.. Kok dimaassuukiin seemmua.. Ah..?" tanyaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Maafkan Oom saayang. Oom nggak tahhan..!" ujarnya dengan lembut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ia pun menghentikan gerakan pantatnya. Air mataku mengalir tanpa dapat kutahan lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Jangan menangis sayang.." bisik Oom Heru di telingaku, "Oom sayang kamu"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ada secercah rasa bahagia saat kudengar bisikan mesranya di telingaku. Aku pun terdiam dan ia pun terdiam. Kami terdiam beberapa saat. Ooh betapa indahnya.. Dalam diam itu aku dapat merasakan kehangatan batang kemaluannya yang hangat dalam jepitan liang kemaluanku. Kembali rasa nikmat menggantikan rasa sakit yang tadi menghentakku. Kurasakan batang kemaluannya mengedut-ngedut dalam jepitan liang kemaluanku.Kemudian dengan perlahan sekali Oom Heru mulai mengayunkan pantatnya hingga kurasakan batang kemaluannya menyusuri setiap inci liang kemaluanku. Nikmat sekali rasanya. Aku tak sempat mengerang karena tiba-tiba bibir Oom Heru sudah melumat bibirku. Lidahnya menyeruak masuk mulutku dan mencari-cari lidahku. Aku pun membalasnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Hmmgghh"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kudengar Oom Heru mendengus tanda birahinya sudah mulai meningkat. Gerakan batang kemaluannya semakin mantap di dalam jepitan liang kemaluanku. Aku merasakan betapa batang kemaluanya yang keras menggesek-gesek kelentitku. Aku pun mengerang dan tubuhku bergerak liar menyambut gesekan batang kemaluannya. Pantatku mengangkat ke atas seolah-olah mengikuti gerakan Oom Heru yang menarik batang kemaluannya dengan cara menyendal seperti orang memancing hingga hanya ujung batang kemaluannya yang masih terjepit dalam liang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lalu setelah itu didorongnya batang kemaluannya dengan pelahan hingga ujungnya seolah menumbuk perutku. Dilakukannya hal itu berulang-ulang. Aku merasa ada semacam sentakan dan kedutan hebat saat Oom Heru menarik batang kemaluannya dengan cepat! (Belakangan aku baru tahu kalau itu namanya teknik sendal pancing setelah Oom Heru menceritakannya! Intinya teknik ini adalah mendorong secara pelan hingga batang kemaluannya masuk seluruhnya lalu menarik dengan cepat seperti orang menyendal saat memancing hingga hanya ujung batang kemaluannya yang masih tertinggal! Wow.. Ternyata teknik inilah yang kurasakan paling nikmat dan menjadi teknik favoritku!! Pembaca bisa mencobanya dan wanita ditanggung akan ketagihan deh!!).</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Napasku semakin terengah-engah dan merasakan kenikmatan yang kini semakin tak tertahankan. Begitu besarnya batang kemaluan Oom Heru, sehingga lubang vaginaku terasa sangat sempit. Sementara karna tubuhnya yang berat, batang kemaluan Oom Heru semakin menyeruak ke dalam liang kemaluanku dan melesak hingga ke dasarnya. Sangat terasa sekali bagaimana rasanya batang kemaluan Oom Heru menggesek-gesek dinding liang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tanpa sadar aku pun mengimbangi genjotan Oom Heru dengan menggoyang pantatku. Semakin lama, genjotan Oom Heru semakin cepat dan keras, sehingga tubuhku tersentak-sentak dengan hebat. Slep... slep... slep... sleep... bunyi gesekan batang kemaluan Oom Heru yang terus memompa liang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Akhh...! Aakhh.. Oomhh..!" erangku berulang-ulang. Benar-benar luar biasa sensasi yang kurasakan. Oom Heru benar-benar telah menyeretku menuju sorga kenikmatan. Persetan dengan keperawananku. Aku sudah tak peduli apapun.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan nikmat yang luar biasa dari ujung kepala hingga ujung kemaluanku!! Tubuhku mengelepar-gelepar di bawah genjotan tubuh Oom Heru. Seperti tidak sadar, aku dengan lebih berani menyedot lidah Oom Heru dan kupeluk erat-erat tubuhnya seolah takut terlepas.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ooh.. Oomh.. Akhh..!" akhirnya aku menjerit panjang ketika hampir mencapai puncak kenikmatan. Tahu aku hampir orgasme, Oom Heru semakin kencang menyendal-nyendal batang kemaluannya dari jepitan liang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saat itu tubuhku semakin menggelinjang liar di bawah tubuh Oom Heru yang kuat. Tidak lama kemudian aku benar-benar mencapai klimaks.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ooh.. Aauuhh.. Oomh...!" Jeritku tanpa sadar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Seketika dengan refleks jari-jariku mencengkeram punggung Oom Heru. Pantatku kunaikkan ke atas menyongsong batang kemaluan Oom Heru agar dapat masuk sedalam-dalamnya. Lalu kurasakan liang kemaluanku berdenyut-denyut dan akhirnya aku seolah merasakan melayang. Tubuhku serasa seringan kapas. Aku benar-benar orgasme!! Gerakanku semakin melemah setelah kenikmatan puncak itu. Oom Heru menghentikan sendalannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Bagaimana rasanya sayang..!" bisik Oom Heru lembut sambil mengecup pipiku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku pun hanya terdiam dan wajahku merona karena malu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Istirahat dulu ya sayang" bisiknya lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru yang belum orgasme membiarkan saja batang kemaluannya terjepit dalam liang kemaluanku. Kami kembali terdiam. Mungkin Oom Heru sengaja membiarkan aku untuk menikmati saat-saat kenikmatan itu. Aku kembali mengatur napasku sementara kurasakan batang kemaluan Oom Heru terus mengedut-ngedut dalam jepitan liang kemaluanku. Tubuh kami sudah mengkilat karena basah oleh keringat. Memang udara saat itu panas sekali, apalagi kami juga habis bergumul hebat ditambah kamar itu tidak ber AC, hanya kipas angin yang membantu menyejukkan ruangan yang sudah berbau mesum itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah beberapa saat Oom Heru yang belum orgasme itu mulai menggerak-gerakkan batang kemaluannya maju mundur. Kali ini dia bergerak tidak menyendal-nyendal lagi. Masih dengan posisi seperti tadi, yaitu kakiku menjuntai ke lantai dan pantatku terletak di tepi pembaringan. Sedangkan oom Heru tetap posisi setengah berdiri karena kakinya masih di lantai.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kembali gejolak birahiku terbangkit. Dengan sukarela aku menggoyangkan pinggulku seirama dengan gerakan pantat Oom Heru. Rasa nikmat kembali naik ke ubun-ubunku saat kedua tulang kemaluan kami saling beradu. Gerakan batang kemaluan Oom Heru semakin lancar dalam jepitan liang kemaluanku. Meskipun masih ada rasa sedikit ngilu, kubiarkan Oom Heru memompa terus lubang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku yang sudah cukup lelah hanya bergerak mengimbangi ayunan batang kemaluan Oom Heru yang terus memompaku. Batang kemaluannya yang hitam kecoklatan dan sudah berkilat karena basah oleh cairan licin yang keluar dari kemaluanku tanpa ampun menghajar liang kemaluanku. Edan tenan!! Liang kemaluanku dimasuki batang kemaluan sebesar itu. Kalau akau tak malu ingin rasanya aku menjerit meneriakkan kata-kata Oom Timbul dalam iklan jamu yang terkenal "Uenak tenaaann!". Memang enak, bagi yang belum pernah merasakan boleh coba! Ditanggung ketagihan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Memang kupikir-pikir mendingan enak ngeseks begini daripada ikut-ikutan teman kuliahku yang sok idealis berdemo panas-panasan!! Memang banyak teman yang ngajak aku berdemo, tapi aku emoh! Ngapain toh enggak ada untungnya! Paling-paling kita cuman diperalat sama pemimpin demo! (Rupanya ada benarnya juga pilihan yang kuambil untuk tidak ikut-ikutan berdemo! Soalnya ternyata ketahuan ada beberapa rekan yang terima duit dari demo itu!)</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Oom Heru semakin lama semakin kencang memompakan batang kemaluannya. Sementara mulutnya tidak henti-hentinya menciumi pipi dan leherku dan kedua tangannya meremas kedua buah dadaku. Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu nafsuku semakin memuncak kembali. Kurasakan kenikmatan mulai menjalar lagi. Bermula dari selangkanganku kenikmatan itu menjalar ke putingku lalu ke ubun-ubunku. Aku lalu balik membalas ciuman Oom Heru, pantatku bergerak memutar mengimbangi batang kemaluan Oom Heru yang dengan perkasa menusuk-nusuk lubang kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Gerakan Oom Heru mulai semakin liar. Napasnya mendengus seperti kerbau gila! (Mungkin kerbau kalau lagi gila begini kali ya?) Pantatku kuputar-putar, kiri-kanan semakin liar untuk menggerus batang batang kemaluan Oom Heru yang terjepit erat dalam lubang kemaluanku. Aku pun semakin tak mampu menahan diri. Kusedot lidah Oom Heru yang menyelusup ke dalam mulutku. Tubuh Oom Heru mengejat-ngejat seperti orang tersengat listrik karena kenikmatan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lalu di saat aku menjerit panjang saat merasakan orgasme untuk yang ke sekian kalinya. Oom Heru pun mengejat-ngejat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ough.. Ugh... Ughhh" dengan napas yang terengah-engah, Oom Heru yang berada diatas tubuhku semakin cepat menghunjamkan batang kemaluannya. Lalu</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Crrtt.. Crrtt.. Crrttt... Crttt... Crttt...</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku merasakan betapa batang kemaluan Oom Heru menyemprotkan air maninya dalam kehangatan liang kemaluanku. Matanya membeliak dan tubuhnya terguncang hebat. Batang kemaluannya mengedut-ngedut hebat saat menyemburkan air maninya. Aku merasakan ada semprotan hangat di dalam sana, nikmat sekali rasanya. Rupanya kami mencapai orgasme yang bersamaan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Teruss... teruss... putarrr sayanghhh..!" dengus Oom Heru. Aku pun membantunya dengan semakin liar memutar pinggulku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Beberapa saat kemudian tubuhnya ambruk hingga menindih tubuhku. Batang kemaluannya tetap terjepit dalam liang kemaluanku. Sementara aku merasakan ada aliran cairan yang mengalir keluar dari liang kemaluanku. Napas kami menderu selama beberapa saat setelah pergumulan nikmat yang melelahkan itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Gila, air mani Oom Heru luar biasa banyaknya, sehingga seluruh lubang kemaluanku terasa kebanjiran. Bahkan karna begitu banyaknya, air mani Oom Heru belepotan hingga ke bibir kemaluanku. Berangsur-angsur gelora kenikmatan itu reda. Untuk beberapa saat Oom Heru masih menindihku, keringat kami pun masih bercucuran. Batang kemaluannya yang sudah mulai melemas secara perlahan terdorong keluar oleh kontraksi otot liang kemaluanku. Hingga tiba-tiba tubuh kami berdua seperti tersentak saat batang kemaluan itu terlepas dari jepitan kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Plop...</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Seperti tutup botol yang terlepas saat batang kemaluan itu terlepas dari jepitan liang kemaluanku. Kami tersenyum.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Enak sayang?" bisiknya mesra.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu sungguh hebat Anna. Oom sayang sekali sama Anna" ia merayu lagi setelah memperoleh kenikmatan dariku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah itu ia menggulingkan tubuhnya berguling kesampingku. Mataku menerawang menatap langit-langit kamar. Ada sesal yang mengendap dihatiku. Tapi nasi sudah menjadi bubur! Air mani sudah terlanjur mengucur! Biarin deh! Apa yang terjadi terjadilah. Que sera sera! Demikian pembenaranku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Maafkan Oom, Anna. Oom telah khilaf" bisik Oom Heru lirih.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku tidak menjawab, aku duduk dan bermaksud membersihkan ceceran air mani Oom Heru yang berceceran di bibir kemaluanku. Aku kembali tercenung melihat betapa cairan mani yang mengalir keluar dari liang kemaluanku sedikit kemerahan karena darah perawanku. Ya perawanku telah terenggut oleh Oomku! Adik kandung ayahku sendiri!! Untuk beberapa saat tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami berdua.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Namun rupanya penyesalanku tidak berlangsung lama. Kenikmatan mengalahkan rasa sesalku. Hari itu kami melakukannya lagi berulang-ulang seperti layaknya pengantin baru. Oom Heru mengajariku berbagai gaya yang aneh-aneh! Memang keadaan sangat mendukung karena kedua orangtuaku baru pulang setelah petang. Jadi siang itu kami benar-benar mereguk kenikmatan sebebas-bebasnya. Dari beberapa gaya yang diperkenalkan Oom Heru, hanya gaya "sendal pancing" itulah yang paling berkesan bagiku dan menjadi gaya favoritku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sejak saat itu aku menjadi kekasih Oom ku sendiri. Tentunya tanpa sepengetahuan ayahku. Dan setiap ada kesempatan kami selalu melakukannya di manapun dan kapanpun! Benar pembaca aku menjadi tergila-gila dengan yang namanya seks! I become addicted to cock since then!!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">*****</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Demikian kisah dari salah satu pembaca ceritaku. Bagi pembaca yang punya pengalaman menarik dan ingin diceritakan boleh kirim ke email-ku nanti kurangkaikan cerita agar bisa dinikmati seluruh pencinta situs ini. Aku sendiri juga senang berpetualang apalagi dengan wanita yang lebih tua dariku! Mungkin aku menderita Oedipus Complex.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-74867347278250024852012-03-12T20:46:00.002-07:002012-03-14T05:29:35.741-07:00adek laki-lakiku<div style="color: lime;">Namaku Ratih, umurku 21 tahun. Aku tinggal di sebuah kawasan perumahan di Yogyakarta. Aku sekarang sedang kuliah di sebuah universitas negeri terkenal. Asalku sendiri sebenarnya dari Surabaya. Orang tuaku cukup kaya sehingga semua kebutuhanku terpenuhi di sini. Adikku juga di sekolahkan di sini, di sebuah SMU</div><a name='more'></a> Negeri terkenal di Yogyakarta. Jadi kami berdua mengontrak sebuah rumah, tidak terlalu besar tetapi cukup lengkap. Ada TV, mesin cuci, kulkas, motor untuk masing-masing, komputer dan sambungan internet, dan fasilitas lain yang cukup membuat hidupku tidak kekurangan suatu apapun. Adikku bernama Dody, kelas dua SMU. Anaknya besar, cenderung bongsor tapi nggak gemuk. Tingginya sekarang saja sudah hampir 175 cm. Tubuhnya tegap dan atletis. Sedang aku sendiri sekitar 165-167 cm, wajahku termasuk cantik (buktinya banyak sekali yang mengejar-ngejar aku), tubuhku agak kurus sedikit, tapi payudaraku tumbuh sempurna.<br />
<div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sebenarnya aku hanya punya satu adik laki-laki dan satu kakak perempuan. Jadi kami sekeluarga ada 3 orang. Dody adalah anak pamanku yang meninggal sekeluarga dalam kecelakaan tragis, kecuali Dody ini yang saat itu masih berumur kurang dari dua bulan. Papa mengambilnya dan memeliharanya sejak kecil. Hanya aku dan kakakku yang tahu kalau dia ini sebenarnya adik angkat. Bahkan Dody sendiri sampai sekarang belum tahu bahwa dia ini adalah anak angkat. Keharuan kami sekeluarga atas nasibnya membuat nyaris tak pernah ada diskusi tentang masalah itu dan menganggapnya sebagai si bungsu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dody adalah saudara yang paling akrab denganku. Kadang-kadang kami bercandanya kelewatan, kalau dulu mama sering marah, karena dia sering mengunci pintu kamar mandi kalau aku sedang mandi, atau kami berduel seperti layaknya dua orang anak laki-laki. Berguling-guling di karpet sampai papa membentak keras karena acara nonton bolanya terganggu, dan kami digiring untuk tidur segera. Kamarku satu kamar dengannya, ketika itu Dody masih kecil. Ketika aku ke Yogyakarta untuk kuliah, Dody masih kelas tiga SMP. Ketika itu aku masih kost, dan mengontrak rumah, setahun kemudian Dody dikirim ke sini untuk sekolah SMA di sini. Karena dia pandai dan punya NEM tinggi, dia diterima di sebuah sekolah Negeri ternama di Yogyakarta. Papa menghadiahkan sebuah motor kepadanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Seiring dengan masa sekolahku di sini, aku kena juga yang namanya panah asmara. Yang kuincar adalah seorang cowok kakak angkatanku. Namanya panggilannya Pin-pin, agak lucu kedengarannya, tapi orangnya benar-benar sempurna. Tinggi (mungkin lebih tinggi dari Dody), badannya bagus banget, pintar sepertinya, dan dari cerita-cerita yang pernah kudengar, dia bukanlah seorang mata keranjang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Singkat kata, aku berpacaran dengannya. Tapi seperti yang digariskan papa, aku tidak boleh begini tidak boleh begitu. Semuanya aku turuti. Untungnya Pin-pin ternyata memang benar-benar cowok yang sempurna, dia hanya berani mencium, meskipun di bibir, tapi tak pernah terus gerilya. Sampai setahun, aku dan Pin-pin terus langgeng saja, dan selama itu tidak ada yang berubah di dalam pengetahuan tentang seks-ku. Artinya aku betul-betul seorang cewek lugu dan polos. Nasihat papa ternyata baru aku tahu dikemudian hari, ternyata tidak mempan ke Dody. Bayangkan saja, dikemudian hari ada peristiwa yang membuatku memandang lain padanya. Pacarnya banyak sekali, dan ganti-ganti pula. Sering dia mencuri-curi waktu mengajak pacar-pacarnya ke rumah saat aku sedang kuliah. Padahal dia baru kelas 2 SMA.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kejadiannya begini. Sore itu sekitar pukul 14.00 aku berangkat ke kampus untuk mengikuti tutorial, kali ini aku tidak memakai motorku sendiri tapi dijemput oleh Pin-pin, pakai Honda Tiger-nya. Dody baru bangun tidur, dan seperti biasa aku cium pipinya terus acak-acak rambutnya dan pamit.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Berangkat dulu ya!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Hmm", wajahnya yang kusut baru bangun, menggeletak lemas di atas meja makan, matanya menatap layar TV, menetap Sarah sedang siaran.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mbak, bawa oleh-oleh ya!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ya nanti tak bawain kucing! Ha.. ha.. ha", sambil berlari aku keluar rumah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Makan tuh kucing.."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pin-pin sudah siap dengan motornya dan segera kami berangkat. Berhubung jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh, maka aku berangkat setengah jam sebelum jam tutorial dimulai. Saat mau masuk ke halaman kampus, baru ingat aku lupa tidak membawa diktat temanku. Padahal besok mau dipakai ujian. Tanya sana-sini, kebetulan tutorialnya diundur satu jam lagi, padahal pula Pin-pin harus segera pulang. Akhirnya aku minta dianterin sampai rumah saja terus nanti ke sininya berangkat sendiri.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sampai depan rumah, pintu tertutup, garasi pun demikian. Aku berusaha membukanya tetapi dikunci. Akhirnya aku buka pintu depan dengan kunciku sendiri. Aku bertanya-tanya apakah Dody keluar kok rumah dikunci begini. Aku segera masuk ke kamar. Aku heran kok pintu kamarku terbuka sedikit. Tanpa berpikir apa-apa aku segera membukanya dan mengambil buku dilaci meja. Ketika aku bergerak tanganku menyentuh monitor komputerku. Lagi-lagi aku heran, kok panas. Tapi sekali lagi karena buru-buru aku memasukkan diktat itu ke dalam tas dan ketika berbalik aku tertegun menyaksikan pemandangan di depanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dody, bercelana pendek tanpa baju berjongkok di bawah cantolan jaketku, sementara di sebelahnya berjongkok meringkuk pula seorang cewek, yang sepertinya masih SMU atau malah SMP. Bahunya terbuka, dadanya ditutupinya dengan kaos biru milik di Dody, pahanya terbuka, dan karena posisi jongkoknya, aku melihat segaris lipatan selangkangannya yang masih belum ditumbuhi bulu terlihat berkilat basah membeliak terkena himpitan pahanya. Terlihat jelas, bahwa tanpa kaos biru itu dia telanjang bulat. Dody sendiri meskipun pakai celana pendek, tak sanggup menutupi tonjolan yang tampak mengeras di balik celana pendeknya itu, di ujungnya tampak noktah bening di kain celananya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Keduanya berwajah panik karena tidak menyangka aku datang secepat itu. Aku terdiam beberapa saat seakan tak percaya adik kesayanganku bisa berlaku seperti itu. Aku saat itu pun tak tahu harus bagaimana bertindak, keduanya benar-benar seperti tikus di pojok ruangan dikepung oleh kucing. Aku melihat lagi ranjangku, baru sadar ada yang tidak beres. Biasanya aku selalu meninggalkan ranjang dalam keadaan rapi, tapi kali ini di permukaannya tampak kusut-kusut yang tampak sedikit lembab. Kali ini aku benar-benar marah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kalian ngapain di kamarku?" aku berkata nyaris membentak.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sepertinya kalimatku ini untuk Dody. Dody berdiri, dan menunduk. Sekilas aku melirik selangkangannya. Sepertinya dia masih belum reda, terlihat dari bentuk permukaan celananya yang tampak mencuat oleh sesuatu dari dalam. Sementara pacarnya seperti mau menangis, dia menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya dan menempelkan lututnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Belum.. ngapa-ngapain kok!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku memegang telinganya dan menarik keluar keduanya dari dalam kamarku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu bisa pulang sendiri tho, Dik!" aku berkata setengah membentak pada teman ceweknya itu. Dia sesenggukan berdiri dan setengah berlari masuk ke kamar Dody seperti sudah biasa saja dan sebentar kemudian keluar dengan memakai pakaian sekolah. Benar dia masih SMP, Dody akan bergerak menolong tapi melihat pandanganku dia berhenti dan menunduk. Ceweknya itu (di kemudian hari aku ketahui namanya adalah Chintya, murid sebuah SMP swasta), keluar dari pintu depan dan berlari di jalan depan rumah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Duduk!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sudah berapa kali kamu melakukan itu?"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu udah begituan beneran?" dan berondongan pertanyaan lain yang seperti senapan mesin tak sanggup membuatnya menjawab. Dody, masih bertelanjang dada, duduk di depanku, menunduk dan beberapa saat kemudian tangisnya meledak. Saat itu aku tiba-tiba jatuh kasihan padanya. Meskipun bongsor, kalau pas begini ya keluar bungsu-nya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba yang teringat olehku, paman, tante, sepupu-sepupuku yang telah tiada. Ini cukup membuatku bangkit dari dudukku dan duduk di sebelah kirinya dan memeluknya erat. Semakin dipeluk, semakin keras tangisnya, aku mengelus-elus rambut dan bahunya. Dody sendiri memelukku sambil terasa di dadaku sesenggukannya tepat di tengah-tengah di antara payudaraku. Kaki kanannya terangkat diletakkan di atas pahaku, sehingga aku bisa merasakan batang kemaluannya. Agak lama dia sesenggukan itu, aku sesekali memberikan apa yang papa berikan padaku, dan yang tak kurasakan bahwa batangannya itu mengeras tepat segaris dengan pahaku. Dia masih berada di antara kedua payudaraku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lama baru aku sadari, apa yang terjadi. Anak ini, sama kakaknya sendiri berani begitu. Aku mendorongnya perlahan, supaya dia tidak tersinggung. Dan segera masuk kamar. Aku tidak berani ke atas ranjang, jangan-jangan di atasnya sudah ada noda-noda itu. Dan hanya duduk di atas kursi di depan komputer dan menyalakannya. Ketika sudah menyala, ketika sudah keluar windowsnya. Eh, tiba-tiba ada tampilan Mpeg, aku curiga dan sedikit iseng menggerakkan mouse-ku untuk mengklik tanda play.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Gambar pertama yang tampil sangat membuatku syok. Terlihat seorang bule sedang memegang batang kemaluannya. Dari ujungnya itu keluar sesuatu seperti cairan berwarna putih, jatuh ke lidah seorang cewek di depannya yang sedang menjulur-julurkan lidahnya. Dalam pikiranku pertama, bahwa itu adalah air pipis, dan seketika aku mual dan berlari masuk kamar mandi dan muntah. Selesai membersihkan diri aku kembali masuk kamar dan baru ingat aku belum mematikan komputer dan program itu, kali ini adegannya seorang pria bule sedang memasuk-masukkan batang kemaluannya ke liang kemaluan seorang cewek. Batang kemaluannya besar sekali. Ceweknya kelihatan kesakitan dalam pandanganku. Aku segera mematikan komputer dan menekan tombol eject CD ROM serta mengambil isinya keluar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Dody, ini VCD-mu!" aku melemparkan VCD itu sehingga jatuh di lantai.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dody masih sesenggukan di sofa ruang tengah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Jadilah sore hari itu aku tidak masuk tutorial, dan mencuci spreiku yang lembab dan basah itu. Peristiwa pertama itu sebulan dua bulan pertama memang masih membekas dengan kuat di ingatanku. Aku jadi jarang bermanja-manja sama adikku ini. Biasanya sambil nonton TV aku biasa tidur-tiduran di atas pahanya atau kalau dia nontonnya sambil tiduran tengkurap di karpet, aku menungganginya dan berpura-pura sedang naik perahu di atas punggungnya. Atau kadang-kadang dia dengan lembut tertidur di pangkuanku. Dody pun, jadi canggung mau berkata-kata kepadaku, biasanya kalau ada apa-apa selalu saja diceritakannya kepadaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Seiring dengan berlalunya waktu, aku mulai menganggap bahwa Dody sudah berubah dan aku mulai kembali seperti semula bersikap kepadanya. Demikian pula dia. Entah karena apa, aku mulai memasuki ruangan yang dinamakan seks itu. Ketika dicium Pin-pin kalau dulu biasa-biasa aja, sekarang mulai terasa perasaan lain seperti ingin dipeluk erat setiap kali dicium di bibir. Atau setiap kali membonceng naik motor, kalau dulu aku menempelkan dadaku ke punggungnya dengan cuek tanpa rasa apapun, sekarang sentuhan lembut saja dari jaketnya terasa ada rasa enak yang aneh. Apalagi ketika mandi, kalau dulu membersihkan dan menyabun area selangkanganku terasa biasa saja seperti halnya menyabun siku atau telapak tangan, sekarang sentuhan-sentuhan itu menimbulkan rasa lain bagiku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sebenarnya secara fisik dan seksual baru aku sadari adikku ini memang seksi. Kami mulai biasa berbincang-bincang terus terang seperti dulu lagi. Suatu ketika aku memergokinya sedang onani tapi dia tidak tahu kalau aku tahu. Dia melakukannya di kamar mandi belakang yang sebenarnya bukan kamar mandi tapi tempat cuci. Saat itu minggu pagi, aku jogging bersama teman-teman, saat balik suasana rumah kosong lagi. Bayangkanku Dody masih tidur, aku terus ke belakang untuk menjemur sepatu, saat lewat dekat tempat cuci aku melihat kepala Dody, wajahnya tampak serius sekali, sesekali menengadah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Perlahan-lahan aku mendekatinya dan melihatnya dari balik rooster beton. Ketika tampak seluruh badannya, aku kembali tertegun, tapi kali ini bukan dengan amarah, tetapi dengan rasa ingin tahu yang semakin tinggi. Dari balik lubang roster beton aku melihat adegan yang tak terlupakan seumur hidupku, dan begitu terekam secara kuat dalam ingatanku sampai sekarang. Dody dalam posisi berdiri, pantatnya bersandar sebagian ke pinggiran bibir sumur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dia memakai kaos oblong dalam warna putih, bagian bawahnya terlipat ke atas sebagian sehingga menampakkan perutnya. Yang mencekamku tapi justru membuatku terpaku adalah pemandangan di bawahnya. Celana pendeknya merosot sampai dekat lutut, sebagian celana dalamnya masih menutupi pantatnya, tapi bagian depannya tertarik ke bawah sehingga menekan sebagian buah zakarnya ke atas. Tangan kirinya memegangi botol lotion (kalau nggak salah Sari Ayu, dan itu milikku!) dan menempel di paha kirinya. Sedangkan sebagai fokus adalah tangan kanannya membentuk genggaman seperti sedang memegang raket dan bergerak-gerak teratur mengurut-urut batang kemaluannya yang tampak berkilat. Tubuhnya sedikit membungkuk ke depan dan tampak dari tangan dan sebagian anggota tubuhnya yang lain yang tidak tertutupi oleh pakaian, seperti mengeras dan mengejang. Aku belum pernah membayangkan ada peristiwa seperti itu. Sebenarnya dari membaca aku sudah memiliki pengetahuan tentang seks umumnya dan organ-organ vital laki-laki khususnya. Tetapi menyaksikan sendiri semuanya memberi perasaan yang sulit terungkapkan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku terdiam di balik roster itu dan menyaksikan adikku sendiri sedang melakukan itu. Lagi pula tak pernah terbayangkan kemaluannya itu yang dulu waktu masih kecil begitu lucu sekarang bisa sebesar itu. Pokoknya perasaanku saat itu betul-betul campur aduk tak karuan. Kali ini tiba-tiba aku melihatnya sebagai laki-laki dewasa yang tampak sedang terengah-engah. Gerakan mengurutnya tampak semakin cepat, kulit penisnya yang tampak coklat tua bersemu merah ikut tertarik-tarik seiring gerakan mengurutnya. Kepala penisnya yang tampak seperti jamur merang tampak mengkilat lucu. Sesekali dia menambahkan lotion-ku ke tangan kanannya dan meratakannya di tangan dan terus bergerak mengurut (di kemudian hari baru aku ketahui kalau gerakan itu diistilahkan mengocok, padahal kan sebenarnya itu gerakan mengurut).</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Wajah Dody tampak tidak seperti Dody yang kukenal, yang masih tampak imut-imut meskipun secara fisik dia bener-benar sudah dewasa. Tubuhnya berkeringat sebagian terlihat di leher, dahi dan tangannya. Sesekali dia menengadahkan kepalanya. Nafasnya tertahan-tahan terdengar sampai di tempatku berdiri. Semakin cepat dan semakin cepat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tak berapa lama kemudian gerakannya melambat beberapa saat dibarengi oleh suaranya yang terdengar seperti mengerang atau mendesah. Tubuhnya menekuk ke depan sehingga nyaris mendekatkan pusarnya ke ujung penisnya. Gerakan tangan kanannya kemudian tiba-tiba bergerak dengan cepat sekali dan sekian detik kemudian aku menyaksikan dari ujung penisnya keluar cairan berwarna putih atau sedikit kekuningan yang menyemprot-nyemprot seperti orang meludah tapi banyak sekali dan berjatuhan kelantai cuci. Otot di tangannya tampak mengeras, begitu juga pantat di balik celana dalamnya tampak mengejang sehingga terlihat dari samping seperti memanpat ke dalam. Aku sendiri tiba-tiba merasakan getaran-getaran aneh di tengkuk, perut maupun area selangkanganku setelah menyaksikan adikku sedang meregang di sana. Itu cukup membuatku terdiam dan baru tersadar ketika Dody bergerak dan sepertinya akan masuk rumah. Aku tiba-tiba panik dan tiba-tiba saja bergerak ke dalam rumah dan masuk kamar, menutup pintu perlahan terus rebahan di ranjang, tengkurap.Beberapa saat masih terngiang tentang kejadian tadi. Adikku yang tersayang telah aku saksikan dalam kondisi paling privat. Tiba-tiba secara fisik aku merasa Dody seperti bukan adik kecilku yang dulu selalu bergulat berguling-guling di lantai denganku yang sampai kemarin masih suka bermanja-manja di pangkuanku. Masih terngiang bentuk batang kemaluannya yang menurutku besar. Dalam hal ini aku betul-betul buta tentang ukuran-ukuran itu, bayanganku dulu batang kemaluan paling besar dan panjang adalah sebesar kemasan Redoxon saja. Tetapi di kemudian hari kuketahui bahwa memang ada batang kemaluan yang segitu bahkan lebih kecil, tetapi ada juga yang sebesar botol Aqua ukuran sedang itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku membandingkannya dengan bentuk kemaluanku sendiri yang kecil, jika ada benda yang jauh lebih besar dari lingkarannya bagaimana bisa masuk, tapi kemudian terpikir olehku jika bayi saja bisa keluar mengapa benda yang lebih kecil darinya tidak bisa masuk. Aku tidak bisa membayangkan kalau dulu aku sering melihat Dody telanjang dan burungnya itu paling-paling cuma sebesar jempol tanganku, tapi sekarang sungguh berbeda, melihatnya batang kemaluan Dody yang sebesar dan sepanjang itu benar-benar membuat shok. Apalagi dalam keadaan sedang berfungsi seperti itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba aku dikagetkan oleh pintu kamarku yang terbuka dan melihat Dody sedang memegang botol Sari Ayu-ku dan terpaku di pintu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eh.. Mbak.. udah pulang ya?" tangannya berusaha menutupi botol lotion itu tapi tak berhasil.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Itu Sari Ayu-ku khan? Buat apa hayo?" Didikan papaku tiba-tiba saja keluar, tegas dan tanpa basa-basi. Dody berdiri di pintu dan memandangku. Aku masih duduk di tepi ranjang, aku melihatnya berkeringat deras sekali.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ke sini!" aku sedikit menguatkan suaraku, dan dia bergerak mendekatiku terus duduk di sampingku. Aku memeluknya dan terdiam beberapa saat. Aku tidak sanggup memilih kata-kata, aku menyadari apa yang dilakukannya barusan jauh lebih baik daripada dia melakukannya benaran untuk melampiaskan nafsunya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sudah sana mandi dulu, Mbak udah tahu semua!" dia pun bangkit dan bergerak keluar kamarku. Sempat-sempat aku melirik pantatnya yang bagus bulat dan tampak kokoh, tercetak di balik celana pendeknya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kejadian ketiga inilah inti dari keseluruhan ceritaku. Saat itu Dody sudah naik kelas tiga dan aku sendiri sudah berani raba-rabaan sama Pin-pin. Meski jarang yang sampai telanjang bulat, kadang-kadang apa yang dilakukan Pin-pin bisa membuatku melayang, aku tidak tahu apakah itu yang disebut orgasme atau tidak. Cuma setelahnya memang membuatku sayang banget sama Pin-pin. Kadang-kadang aku melakukan masturbasi juga. Sebaliknya Dody dalam pengamatanku sekarang jadi anak yang serius dan cenderung jadi pendiam.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sesekali Pin-pin mengajakku nonton film blue, kadang-kadang di rumahnya yang besar kadang-kadang juga di kamarku, untuk menambah pengetahuan alasannya. Meskipun tidak sering, sesekali setelah nonton film itu, kami bercumbu. Pertama sih cuma cium-ciuman saja, lama kelamaan aku jadi semakin berani dilucuti. Kalau dulu diraba saja sudah gemetaran, sekarang kalau cuma dicium rasanya seperti ada yang kurang. Kadang-kadang rabaannya membuatku melayang dan membuatkan membiarkannya melepaskan pakaianku. Sering cumbuannya begitu merangsangku sehingga kadang ketika tersadar Pin-pin sudah berada di antara pahaku yang terbentang dan aku merasakan batang kemaluannya sudah menempel di pintu lubang kemaluanku dan kurasakan seperti sedang menekan-nekan masuk. Kadang kepalanya sudah hampir masuk semua. Sampai tahap itu biasanya aku tersadar, bangkit dan mendorongnya perlahan-lahan, memeluknya sambil berbisik.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu kan janji, nggak sampai begini khan?"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Biasanya Pin-pin tersadar dan tidak marah. Kadang sebagai tanda terima kasihku, aku membaringkannya dan sambil duduk di atas lututnya bertelanjang bulat, aku menyelesaikan nafsunya itu. Aku urut batang kemaluannya perlahan-lahan, dan mengadopsi dari ilmunya si Dody, aku mengoleskan Sari Ayu untuk bahan pelicin. Ejakulasinya kadang-kadang kuat sekali menerpa dada dan perutku. Begitu kuat sampai lututnya kurasakan gemetar dan kejang kurasakan di selangkanganku yang mendudukinya. Secara umum aku masih perawan sampai saat ini (jika ukurannya sudah penetrasi atau belum).</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kejadiannya dengan Dody terjadi di suatu sore hari. Hari itu hari libur dan di kampus ada acara hiking pada hari sebelumnya dan baru selesai pada sekitar jam 3 sore. Pokoknya super lelah deh. Saat itu hujan deras sekali, dan sekalian berbasah-basah aku boncengan sama Pin-pin pulang. Pin-pin hanya mengantarku sampai depan rumah dan langsung pulang. Aku sambil berbasah-basah, aku membuka kunci pintu rumah, langsung ke kamar mandi belakang untuk melepas bajuku yang basah kuyup. Aku lihat Dody sedang tertidur nyenyak di atas karpet di ruang tengah. Sementara itu hujan di luar tampak semakin deras saja.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku segera melepas kaosku yang basah kuyup, bra, celana jeans dan celana dalamku. Aku merasakan kulit pinggulku seperti berkerut-kerut kedinginan terkena air hujan, terutama di bagian karet celana dalamku yang membentuk tekstur akibat tergencet dua hari berturut-turut. Perutku rasanya dingin sekali, payudaraku mengeras dan terutama putingnya yang tegak mengacung akibat kedingingan. Aku memakai piyama warna pink muda yang tadi aku sambar dari jemuran dan tanpa mengenakan apa-apa di baliknya aku mengenakannya setelah membilas diri di shower. Guyuran airnya rasanya hangat dibandingkan terpaan air hujan tadi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku keluar dari kamar mandi berpiyama dan memasukkan pakaian kotor tadi di tempat cucian dan bergegas masuk rumah. Dody masih tertidur dengan nyenyak di karpet, TV masih menyala, sementara itu hujan terdengar semakin keras saja disertai angin dan petir. Perutku tiba-tiba terasa begitu lapar, sementara itu badanku rasanya pegal-pegal. Aku ambil roti di atas meja dan memakannya dengan rakus sambil rebahan di sofa. Dody bercelana pendek dan berkaos oblong sedang tertidur nyenyak terdengar dari suara dengkurannya perlahan-lahan. Di celana pendeknya terlihat bongkahan besar buah zakarnya dan samar-samar tercetak sebentuk batang seukuran lem UHU stick ukuran kecil tampak mengarah ke atas agak miring ke kiri. Kaosnya agak terangkat sedikit ke atas sehingga perutnya terlihat samar-samar ditumbuhi bulu-bulu halus.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku habiskan setangkup sandwich dan mulai memakan setangkup berikutnya sambil rebahan di sofa panjang di ujung karpet di mana Dody sedang tertidur. TV sedang menayangkan MTV most wanted, VJ-nya Sarah, kemudian ada lagu dari Westlife. Boleh juga boys-band sekarang, mereka keren-keren. Karena lelahnya, aku rebahan di sofa sambil merasakan secara perlahan-lahan tubuhku mulai menghangat meskipun hanya diselimuti piyama tipis itu tanpa apa-apa di baliknya. Aku ambil bantal kecil dan menyelipkannya di antara pahaku dan merasakan hangatnya meresap ke dalam tubuku bagian bawah. Dody membalikkan badannya dan tengkurap dan terus tidur nyenyak.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Maksudku saat itu rebahan sebentar kemudian aku masuk kamar ganti baju dan terus tidur di kamar, eh nggak tahunya tanpa terasa aku benar-benar tertidur di sofa saat itu. Biasa saja sebenarnya aku tertidur di sofa dan bukan kali itu saja. Tapi kali itu karena lelahnya aku tidak sempat berganti piyama, atau setidaknya memakai sesuatu di baliknya. Sehingga aku tidak menyadari saat aku tertidur, sesosok mata sedang menyaksikanku dari jarak yang begitu dekat. Begitu lelahnya aku sehingga tanpa kusadari kain piyamaku tersingkap dan ketika kaki kananku terangkat dan menyandar di sandaran sofa, selangkanganku yang penuh rambut betul-betul terbuka lebar hanya sekian meter saja dari seorang anak muda yang sedang dalam puncak-puncaknya mencari pengetahuan tentang seks.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sementara aku sendiri sedang bermimpi. Dalam mimpiku aku merasa sedang dituntun Pin-pin sedang menuruni bukit. Tapi saat itu aku merasakan hanya kami berdua saja dan merasakan tiba di suatu padang yang luas dan penuh dengan rumput-rumput yang tinggi dan hijau muda, dengan bunga-bunganya yang indah. Pin-pin mengajakku beristirahat dan kami rebahan sambil memandangi dataran di bawah yang tampak kotak-kotak seperti puzzle. Pin-pin memelukku dan aku merasakan dadanya yang luas dan kuat sedang merengkuhku dengan hangat mengalahkan dinginnya hembusan angin gunung itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian aku merasakan nikmatnya ketika jemari-jemarinya mulai meremas-remas payudaraku, putingku dijepitnya dengan jari tengah dan telunjuk. Aku mulai merengkuh pinggulnya dan menggerakkan tanganku ke selangkangannya dan menemukan bahwa batang kemaluannya itu telah terbuka sehingga aku bisa merasakan tekstur kulit yang seperti berulir oleh urat-urat yang menonjol. Sementara itu aku merasakan tangannya bergerak menyusup di antara pahaku dan tiba-tiba aku merasakan telah telanjang bulat. Jemarinya membelai-belai selangkanganku dan mengucek klitorisku dengan cepat. Aku merasakan gairah yang semakin naik, dan tiba-tiba aku merasakan ada anak-anak kecil berlarian di antara kami. Aku melihat senyuman Pin-pin dan ketika aku meraih wajahnya aku merasakan sesuatu yang hangat mulai masuk perlahan-lahan ke dalam tubuhku melalui selangkanganku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Gairahku semakin naik seiring dengan masuknya batang kemaluannya itu. Dody meletakkan kedua sikunya di antara dadaku sehingga dadanya menghimpit payudaraku dan tiba-tiba kurasakan sesuatu yang keras menghentak masuk luabang kemaluanku dan aku merasakan sedikit rasa perih tepat ketika sesuatu menggelitik klitorisku. Tampaknya seluruh batangnya telah masuk. Dia mengangkat pahaku dan membukanya lebar-lebar sebelum dia menarik pinggulnya sehingga batangnya tertarik keluar perlahan-lahan. Rasanya mulai terasa nikmat. Aku merangkulkan tanganku ke lehernya dan tiba-tiba dia menghentakkan pinggulnya dengan kuat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ketika aku membuka mata aku akan menjerit tapi segera tertutupi sepasang bibir hangat. Tubuhku tergeletak sebagian di sofa, posisiku sedikit miring sehingga pinggulku berada di pinggiran sofa. Piyamaku terbuka lebar sehingga perut dan dadaku terbuka. Sepasang tangan merangkul punggungku dengan kuat di antara piyamaku yang terbuka. Paha kananku terbentang ke sandaran sofa, tertindih pinggul dan perutnya sementara paha kiriku berjuntai ke lantai tertahan sebentuk paha kokoh. Tapi bukan itu yang membuatku menjerit. Sesuatu yang keras dan hangat terasa mengganjal di dalam kemaluanku yang terasa seperti tertusuk-tusuk jarum tapi ada sedikit rasa enak ketika ditarik dan ditusukkan lagi perlahan-lahan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kesadaranku masih sedikit melayang antara mimpi dan kenyataan dan ketika mulai sadar penuh aku meronta. Dody menindihku dan sedang bergerak-gerak perlahan menusuk-nusukkan batang kemaluannya ke dalam liang kenikmatanku. Kedua tangannya merengkuh punggungku di antara piyamaku yang terbuka sehingga membuat kedua tanganku berada di antara lehernya. Dadaku terhimpit kuat di bawah dadanya yang telanjang. Pinggulnya terus bergerak-gerak dengan kuat. Aku meronta-ronta sambil menjerit tapi kembali bibirnya menutupi bibirku sehingga jeritanku seperti tertelan suara hujan yang masih saja deras.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku menjambak rambutnya dan meronta-rontakan kedua pahaku tapi himpitannya benar-benar kuat. Kedua tangannya mengelus-elus punggungku. Tapi tampaknya tenagaku tak cukup kuat melawan kehendaknya, apalagi kondisiku saat itu begitu lelahnya. Sehingga akhirnya yang terjadi aku menyerah, dan merasakan tubuhnya memompaku dengan cepat dan kuat. Gesekan-gesekan batang kemaluannya betul-betul mengkanvaskanku. Antara rasa nikmat yang kadang-kadang sempat muncul dan rasa perih yang juga bersamaan terasa, membuatku benar-benar di bawah kungkungan nafsunya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rasanya lama sekali dia melakukan itu, cukup lama untuk merubah rasa perih yang ada menjadi rasa nikmat yang aneh. Sampai suatu saat Dody melepaskan rangkulannya dan mulai bergerak cepat sekali menggesek-gesekkan batang kemaluannya. Meskipun tubuhku lepas dari kungkungan itu, tapi tubuhku sudah tidak sanggup lagi bereaksi terhadap perbuatannya dan membiarkannya menyelesaikannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Beberapa saat kemudian Dody seperti mengejang dan tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat di dalam liang kenikmatanku, sesuatu yang tiba-tiba mengalirkan rasa nyaman yang teramat sangat di tubuhku sebelum aku sadar apa yang terjadi dan bangkit sambil berteriak dan mendorong tubuhnya sehingga menekuk batang kemaluannya yang sedang menusuk-nusuk sangat cepat ke dalam tubuhku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Dod.. jangan di dalam..!" Tapi aku terlambat, Dody telah menyuntikkan sejumlah besar sperma ke dalam lubang kemaluanku. Dody berkeringat deras dan masih bergerak-gerak cepat ketika aku meronta dan menyebabkan batang kemaluannya terlepas dari dalam lubang kemaluanku. Aku melihatnya tampak berkilat, kokoh dan mendongak ke atas, kepala pelernya tampak penuh dan berkilat merah tua, ujung masih sempat menyemprotkan cairan spermanya dan jatuh bergerai-gerai di atas rambut kemaluanku, tampak setitik cairan putihnya menetes jatuh ke karpet.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dengan lemah aku bangkit dan menamparnya keras sekali, dan dengan sisa-sisa tenaga aku berlari masuk ke kamar dan membanting pintunya dengan kuat. Aku menangis sejadi-jadinya di atas ranjang. Kejadian di sore hari itu membuatku tak bisa berpikir sampai berhari-hari. Bayangkan adikku sendiri memperkosaku justru di saat aku mulai menganggapnya berubah. Meskipun aku sendiri tidak menganggapnya sepenuhnya salah. Aku merasa salah juga saat itu mengapa memberikannya peluang, di saat aku betul-betul lengah. Setidaknya aku berpikir masih untung dia bukanlah adik kandungku sendiri. Aku bahkan tidak bisa bercerita kepada siapa pun. Tidak kepada Papa dan Mama, apalagi kepada Pin-pin. Salah satu pikiran terberatku, bagaimana kalau aku hamil mengingat begitu banyak spermanya yang masuk ke dalam liang kenikmatanku. Justru bukan di persenggamaannya aku terbebani, malahan kadang-kadang aku masih sering memimpikan apa yang dilakukannya padaku itu. Juga aku bertanya-tanya kenapa tidak ada darah yang keluar, bukankah aku sendiri merasa belum pernah melakukan itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kelegaan aku alami ketika sampai sekian bulan aku tidak pernah telat mendapatkan haid. Tapi sampai berbulan-bulan kemudian aku jarang bertegur sapa dengan Dody, kami seperti dua orang di dua dunia yang berbeda. Dody sibuk dengan urusannya sendiri begitu juga aku. Juga hubunganku dengan Pin-pin jadi agak canggung, kami jadi jarang bercumbu. Aku takut ketahuan Pin-pin bahwa seseorang telah merasakanku sebelumnya. Sekarang Dody telah kuliah di Bandung dan kami jarang-jarang sekali ketemu. Setiap ketemu selalu ada rasa tertentu yang muncul setiap kali dia memandangku. Papa dan Mama selalu bangga pada kami berdua.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-25726423526715156122012-03-12T20:44:00.002-07:002012-03-14T05:26:50.498-07:00adikku<div style="color: lime;">Cerita ini melibatkan saya dan adik kandung saya. Nama saya Andy, saat ini saya pria berumur 26 tahun. Sedangkan adik saya bernama Rindy, berumur 23 tahun. Cerita ini berawal ketika saya berumur 10 tahun, dimana saya mulai menyukai cerita-cerita yang berhubungan dengan seks.</div><a name='more'></a><br />
<div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pada umur tersebut saya juga sudah terbiasa melakukan masturbasi. Pada suatu ketika, saya melihat berita di sebuah surat kabar tentang hubungan seks antara kakak-beradik. Saya telah sudah sering membaca tentang berbagai cerita seks, tetapi baru kali ini antara saudara sendiri. Ini merupakan cerita yang sangat menarik. Setiap mengingat cerita tersebut, saya menjadi semakin tertarik. Karena cerita tersebut, sepertinya dapat diwujudkan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pada saat itu, saya menempati ruangan tidur yang sama dengan adikku, Rindy. Hanya saja menempati ranjang yang berbeda, namun jaraknya hanya sekitar 2 meter. Suatu malam sekitar pukul 00.30, saya terbangun sementara tampaknya semua orang di rumah ini sudah tertidur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku lihat Rindy juga tertidur pulas. Selimutnya tersingkap sebagian pada bagian paha. Sementara kedua kakinya membentang, sehingga celana dalamnya terlihat. Hal ini membuat saya menjadi bernafsu, apalagi jika mengingat cerita tentang hubungan seks kakak-beradik.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Perlahan saya turun dari tempat tidur, dan mendekati ranjang Rindy. Saya ingin memastikan bahwa ia tertidur pulas, dengan menggelitik telapak kakinya. Dan ternyata ia tertidur pulas. Tak tahan lagi, saya sentuhkan jari-jari saya ke cd Rindy yang menutupi vaginanya. Semakin lama sentuhan yang saya berikan semakin keras menekan, dan rindy tetap tertidur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Merasa kurang puas, saya mencoba menyentuh langsung vagina Rindy dengan memasukkan tangan saya ke dalam cd-nya melalaui bagian perut. Tangan saya bergetar cukup keras.Saya tidak perduli, dan akhirnya saya dapat menggapai vagina Rindy secara langsung. Saya remas-remas. Dan jari-jari saya merasakan celah. Setelah beberapa saat, merasa kurang puas, saya keluarkan tangan saya dan bermaksud membuka cd yang dikenakan Rindy. Dengan kedua tangan, perlahan saya turunkan cd-nya. Ketika sebagian vagina mulai terlihat, usaha untuk menurunkan lebih jauh agak sulit.Dengan usaha lebih tekun akhirnya, saya berhasil menurunkan cd Rindy sampai seluruh bagian vagina terlihat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tak tahan lagi, saya ciumi vagina Rindy. Kemudian saya mencoba mencari lubang yang sering saya dengar, tempat</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">melakukan hubungan seks. Saya pikir ada di bagian depan, ternyata pikiran saya selama ini salah. ternyata posisi</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">yang sebenarnya ada di bagian bawah. Kembali saya ciumi dan jilati vagina rindy sampai pada bagian lubang. Saya</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">sudah benar-benar tidak tahan lagi. Saya lepaskan celana saya, dan perlahan naik ke ranjang Rindy. Sementara tangan kanan menahan tubuh, tangan kiri mengarahkan penis ke lubang vagina. Tampaknya tidak mungkin. Saya mencoba memasukkan dari depan, padahal lubang ada di bawah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sementara saya berusaha, tiba-tiba tubuh Rindy bergerak. Karena takut ketahuan, saya cepat-cepat bangun dan</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">merapihkan kembali cd Rindy. Mengenakan celana saya dan kembali ke ranjang. Dan kembali tidur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">*****</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Pengalaman pada malam tersebut, terkenang selalu. Bahkan pada saat belajar di sekolah. Membuat saya selalu</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">menunggu datangnya malam, saat dimana semua orang tertidur. Selama beberapa malam saya melakukan usaha serupa,</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">tapi selalu gagal ketika takut Rindy terbangun.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sampai suatu malam ketika saya benar-benar sangat bernafsu. Saya sudah melepaskan cd Rindy dan saya sudah tidak mengenakan celana dan baju. Benar-benar bugil. Saya sudah bulatkan tekad untuk melakukannya malam ini. Perlahan saya menaiki ranjang Rindy. Kedua kaki Rindy, saya rentangkan lebar-lebar. Saya ciumi vagina Rindy sepuas hati. Ketika bosan, saya mulai arahkan penis saya ke vagina Rindy. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Sulit sekali mengarahkan penis ke vagina. Ketika penis saya mulai memasuki vagina, saya semakin terangsang. Apapun yang terjadi saya harus berhasil malam ini. Saya dorong penis saya semakin memasuki vagina Rindy. Pada suatu saat terasa agak sulit, namun saya terus memaksa. Sampai seluruh penis saya masuk ke dalam vagina Rindy.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Semua usaha saya tersebut, membuat Rindy terbangun. Mungkin saya pikir membuat rasa sakit pada Rindy. Ia</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">bingung dengan apa yang terjadi. Ia merintih dan mulai memprotes apa yang saya lakukan. Namun saya berkata kepada Rindy, 'Sst..., jangan berisik dan dimarahin mami. Kalo malam-malam berisik nanti dijewer lho'. Mendengar komentar saya tersebut, ternyata Rindy langsung diam - hanya kadang-kadang merintih menahan sakit.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saya terus menggoyang pinggan saya, mendorong penis masuk dan keluar dari vagina Rindy. Karena baru pertama kali, permainan saya hanya berlangsung tidak sampai 2 menit. Saya istirahat sebentar. Dan Rindy pun karena lelah, juga kembali tertidur. Setelah beberapa saat, penis saya mulai bangkit lagi. Kembali aku peluk Rindy, dan aku arahkan penis saya ke vagina Rindy. Kembali vagina Rindy digesek oleh penis saya. Untuk permainan kedua, saya bisa bertahan sampai 3 menit - sampai akhirnya saya kelelahan lagi. Malam itu saya melakukan sampai 3 kali. Setelah itu saya rapihkan pakaian rindy dan juga pakaian saya. Dan kembali tidur di ranjang masing-masing.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sejak malam itu, hampir setiap malam saya melakukan hubungan seks dengan Rindy. Pada awalnya Rindy hanya</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">menerima apa yang saya lakukan, tetapi setelah setahun tampaknya Rindy mulai menyukainya. Karena ketika saya</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">tertidur, Rindy datang ke ranjang saya dan memegang penis saya. Selama 4 tahun, saya menyetubuhi Rindy dengan leluasa. Tapi ketika ia menginjak 11 tahun, saya tidak bisa leluasa seperti dulu, karena salah-salah bisa saja dapat mengakibatkan Rindy hamil.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ketika saya berumur 12 tahun (Rindy 9 tahun), kami sering mencari kesempatan selain pada malam hari. Ketika hari libur, dimana papi ke kantor dan mami ke pasar. Tapi yang paling kami sukai ketika hari libur, papi dan mami pergi mengunjungi saudara atau ada undangan. Karena bisa seharian kami memuaskan diri melakukan hubungan seks. Bahkan seharian itu, kami sama-sama tidak mengenakan pakaian.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ketika leluasa, kami melakukan seks di kamar kami (tapi sejak saya umur 12 tahun, kamar kami terpisah), kamar mami-papi, di ruang tamu, ruang keluarga atau bahkan di kebun belakang yang tertutup. Mungkin yang paling menggairahkan adalah ketika kami bercinta di kebun belakang. Di atas rumput jepang yang hijau rapih. Dengan atap langit, ditiup angin alami. Bahkan kami pernah melakukannya di saat hujan deras.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sampai saat ini kami tetap melakukannya secara kontinyu. Walau kami masing-masing mempunyai pacar, tetapi hubungan kami tetap berlangsung. Jika di rumah tidak ada kesempatan kami biasanya melakukannya di sebuah hotel. Rupanya hubungan antara saya dan Rindy, ada orang lain yang mengetahui, yaitu Melly, salah seorang adik saya. Pada saat itu saya berumur 24 tahun, Rindy 21 tahun dan Melly 19 tahun.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kejadiannya ketika saat kedua orang tua kami mengunjungi saudara di luar kota selama 3 hari. Di rumah saya dan kedua adik saya. Seperti biasa setiap ada kesempatan saya dan Rindy mempunyai keinginan untuk bercinta. Saat itu Melly hari Sabtu pukul 8.30 dan Melly masih tertidur. Saya dan Rindy saling berpelukan di ruang keluarga. Saya ciumi payudaranya, perut dan lehernya secara begantian. Sementara itu tangan saya melakukan gerilya di balik cd yang dikenakan Rindy, menelusuri gunung dan lembah di balik cd.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah beberapa lama melakukan pemanasan, saya mulai melepas daster dan cd yang dikenakan Rindy. Ia terlentang dalam posisi tanpa busana. Sementara saya membuka seluruh pakaian saya, Rindy merentangkan kakinya lebar-lebar dan menggosok-gosok vaginanya dengan tangannya. Saya segera peluk rindy dengan penuh nafsu, kami saling berpeluk erat dan meraba. Penis, saya gesek-gesekan pada bagian luar vagina Rindy. Dada saya menekan keras pada payudara. Bibir kami saling memagut, dan lidah kami saling merasakan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ketika cukup lelah kami bergulat, saya mulai arahkan penis saya yang berukuran 15 cm dan diameter 1,25 inch. Perlahan memasuki liang vagina Rindy. Tiba-tiba saja kaki Rindy melingkar dan menekan di pinggang saya. Dimulai dengan perlahan, saya menggerakan penis masuk dan keluar. Bunyi becek yang kami hasilkan membuat saya menjadi lebih bernafsu. Saya lebih percepat lagi gerakan masuk dan keluar. Hal ini membuat Rindy tambah bernafsu juga, sehingga ia mendesah dengan suara yang tidak bisa dibilang kecil. Kami saling berpelukan, kedua tangan kami masing-masing saling melingkar, menekan punggung. Kaki Rindy melingkar di pinggang saya. Sementara saya mengambil posisi bertumpu pada lutut yang menekuk. Setiap hentakan pinggul saya mendorong, selain menghasilkan bunyi becek juga menghasilnya bunyi hentakan karena paha saya dan bokong Rindy beradu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Namun saya berusaha menahan nafsu, karena saya tidak ingin orgasme lebih dulu sebelum rindy. Saya coba konsentrasi. Sementara bunyi desahan dan erangan rindy sudah mulai bermacam dan semakin keras. Ketika saya harus berkonsentrasi dan Rindy sudah hampir mencapai orgasme, saya menyadari ternyata dua meter dari posisi saya dan Rindy telah berdiri Melly. Tentu ia tahu apa yang sedang kami lakukan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tentu saja, saya kaget dan membuat konsentrasi saya pecah. Penis saya melemah, dan membuat gerakan masuk dan keluar terganggu. Hal ini membuat tanda tanya bagi Rindy yang sudah hampir mencapai orgasme. Rindy memperhatikan pandangan saya, dan ia baru menyadari bahwa ada yang memperhatikan aktifitas kami. Namun karena Rindy sedang pada puncak nafsunya, ia hanya berkata, 'Biarin aja, ayo dong terusin. Ngga tahan nih', sambil berusaha membangunkan kembali penis saya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mendengar ucapan Rindy, membuat saya kembali konsentrasi dan membangunkan kembali penis. Aktifitas kembali normal, saya terus menggoyang Rindy. Ketika Rindy benar-benar hapir orgasme, tiba-tiba saja ia mendorong tubuh saya sehingga saya terduduk. Sementara penis saya tetap di dalam vagina Rindy, ia juga mengambil posisi duduk dan tetap memeluk saya. Seperti kegilaan, Rindy mengangkat dan menjatuhkan tubuhnya di atas penis saya. Setelah beberapa detik, saya merasakan sesuatu yang panas mengalir menyelimuti penis saya. Rupanya Rindy sudah orgasme. Saya baringkan kembali tubuh Rindy, dan saya guncang tubuhnya lebih keras. Tubuhnya bergetar hebat karena hentakan yang saya berikan. Setelah satu menit, saya mulai merasa akan keluar. Saya benamkan penis saya dalam-dalam ke vagina Rindy. 'Mmmm ...', suara Rindy bersamaan dengan saat sperma saya membanjiri vaginanya. Saya tidak khawatir, karena Rindy sudah minum pil. Kami berpelukan beberapa saat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ketika permainan selesai, ternyata Melly masih tetap di tempat pada saat saya melihat dia. Ia masih memandangi kami. Ketika Rindy melihat dan menyapanya, tiba-tiba saja Melly lari ke kamarnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">*****</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku dan Rindy membawa pakaian kami masing-masing dan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih. Di kamar mandi pun, kami masih sempat saling memberi sentuhan. Selesai mandi, Rindy masuk ke kamarnya dan saya masuk ke kamar saya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Baru beberapa saat tiduran di kamar, saya merasa ada seseorang yang membangunkan saya. Ketika saya lihat ternyata Melly. Ia bertanya, 'Kak Andy, kenapa sih koq dengan Kak Rindy ?. Saya sebenarnya tahu persis apa yang dimaksud. Untuk memastikan saya bertanya, 'Apa maksud Melly ?'. 'Kenapa koq Kak Andy melakukan hubungan seks dengan Kak Rindy. Dia kan adik kandung sendiri. Koq tega sih.', Melly menjawab.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saya agak bingung untuk menjawab apa. 'Mel, Kak Andy sayang ke Kak Rindy dan begitu sebaliknya. Karena itu Kak Andy dan Rindy melakukan hal itu. Karena sama-sama suka. Kalo Kak Rindy ngga suka mana mungkin lah bakal terjadi kaya tadi. Iya kan.'.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Tapi kan ... tapi kan ...', Melly terdiam.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Mel, Melly ngga mau kan ada keributan di rumah. Jangan bilang mami papi ya. Andy yakin, Melly mengerti apa yang dilakukan Andy dengan Kak Rindy. Dan itu sudah berlangsung lebih dari 12 tahun.', saya mencoba menenangkan suasana.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Apa, 12 tahun ?', Melly tampak kaget dengan penjelasan saya. 'Jadi Kak Andy sudah melakukannya sejak kecil. Dan papi-mami ngga tahu.', enath mengapa hal ini membuat tampang Melly seperti orang bingung.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Kalo boleh Mel tahu, bercinta itu rasanya kaya apa sih ? Katanya kalo gituan yang untung cuma cowok. Tapi koq banyak cewek yang suka juga.', tiba-tiba saja Melly menanyakan suatu yang membuat saya cukup kaget.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Di sisi lain, entah mengapa tiba-tiba saja pertanyaan tersebut membuat penis saya mengeras. Dari segi pisik, Melly memang lebih menggairahkan dibandingkan Rindy. Melly pada usia 19 tahun memiliki tinggi 164 cm dengan payudara yang menantang dan tubuh yang padat berisi. Ditambah pertanyaan 'Bagaimana rasanya', membuat saya berkeinginan bercinta dengan Melly. 'Susah untuk diceritakan, bagaimana kalo langsung dicoba ?, saya memberanikan diri untuk menyatakan langsung. Melly hanya terdiam dan hanya tersenyum.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Entah apa yang terjadi dengan saya, langsung Melly saya peluk. Saya berikan ciuman di leher dengan penuh nafsu. Walaupun saya agak canggung begitu pula dengan Melly, tapi karena nafsu membuat segalanya berjalan lancar. Saya raba seluruh bagian tubuh yang sensitif. Saat itu saya tidak ingin berlama-lama. Segera saya buka seluruh pakaian yang dikenakan Melly. Ia malu-malu menutup payudaranya dengan kedua tangan dan menyilangkan kakinya untuk menutup vaginanya. Ternyata Melly benar-benar menggairahkan dalam posisi tanpa busana. Saya pun melepas seluruh pakaian saya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saya dekati Melly, saya usap keningnya, dan tangan saya turun perlahan ke tangannya. Saya genggam tanggannya, berusaha melepaskan tanggannya yang menutupi payudaranya. Walau pada awalnya melawan, namun akhirnya melepaskan juga. Saya ciumi payudaranya yang kanan, sementara yang kiri saya remas-remas. Saya nikmati payudaranya dari dasar bukit sampai ke puncaknya. Saya setengah duduk pada perut Melly. Dengan kedua tangan saya meremas payudara kanan dan kirinya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Hmm, Kak Andy sakit ih.', Melly berkomentar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Kalo gitu berhenti ya ?', saya tahu walaupun merasakan sedikit sakit Melly jug abisa menikmatinya. 'Jangan... jangan dong ...', tiba-tiba saja Melly setengah berteriak. Dan saat ia sadar dengan teriakannya mukanya memerah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saya teruskan menikmati tubuh Melly. Lidah saya bergerak dari celah antara kedua payudara turun menjelajah perut. Dan turun lagi mengarungi hutan yang menutupi vagina Melly. Saya ciumi rambut yang menutupi vaginanya, sambil sesekali saya tarik dengan bibir dan lidah saya. Tanpa sadar, Melly melemaskan kedua kakinya membuat saya dengan mudah merentangkan kakinya lebar-lebar. Saya segera mengambil posisi di antara kedua kakinya. Kedua tangan saya mencoba membuka celah vagina Melly sampai lubang vaginanya terlihat. Segera saya cium dan jilati vagina Melly dengan penuh nafsu. Sesekali saya menggigit bagian luar vagina Melly. Saya tahu ini membuat melly kegelian sehingga sesekali mendorong kepala saya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah lidah saya pusa bermain, penis saya sudah tidak sabar. Saya ambil posisi duduk dengan kedua kaki saya direntangkan. Dan kedua kaki Melly saya letakkan di atas paha saya. Penis saya sudah di mulut vagina Melly. Untuk menenangkan, saya mengatakan, 'Mel, untuk pertama mungkin sakit tetapi sesudahnya ngga koq. Tahan ya ?', dan Melly hanya terdiam.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kepala penis saya masukkan, perlahan namun pasti penis saya bergerak masuk. Samapi saat saya merasa ada yang menahan untuk maju lebih jauh. Saya tahu pasti itu selaput dara Melly. Tentu ia masih perawan. Waktu pertama dengan Rindy mungkin saya tidak mengerti, tapi pengalaman dengan pacar saya membuat saya tahu. Saya terus mendorong secara perlahan. Rasa sakit mulai mengganggu Melly, sesekali ia menggangkat tubuhnya dengan punggungnya. Tapi suatu kali karena sakit, ia menggerakan tubuhnya cukup keras. Hal ini membuat pinggulnya mendorong ke arah penis saya. Dan ... selaput dara Melly telah saya tembus. Ia merasakan sakit. Untuk sementara, saya diamkan sampai Melly tenang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ketika ia sudah tenang, saya masukan penis saya lebih jauh lagi. Sampai akhirnya seluruhnya masuk. Perlahan saya tari keluar dan dorong lagi ke dalam. Kalau saya perhatikan, setiap penis saya masuk dan keluar, ada bagian vagian Melly yang terdorong dan keluar. Itu karena vagina Melly masih sangat sempit. Sungguh sangat erotis melihatnya. Saya lihat Melly menyukainya, walaupun masih terlihat ekspresi rasa sakit di wajahnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sambil menggerakan penis saya keluar masuk vagina Melly, saya lumat payudaranya. Gerakan saya semakin bersemangat. Dorongan dan tarikan saya semakin cepat, mungkin karena sempitnya vagina Melly membuat saya lebih cepat orgasme. Tapi saya tidak berani menyebarkan sperma saya di dalam vagian Melly seperti saya lakukan pada Rindy. Ketika hampir saatnya, saya segera cabut dan saya gosok-gosokan pada bagian luar vaginanya sampai akhirnya meluap dan membanjiri permukaan vagina dan rambut-rambutnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saya sadar bahwa Melly belum merasa puas, segera saya masukan jari tengah saya ke dalam vaginanya. Saya gosok-gosokan sambil kepala saya rebahan di payudaranya. Setelah dua menit tubuh Melly seperti mengejang. Ia seperti meledak-ledak dan ia terdiam melepaskan kekejangan di ototnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Jari saya benar-benar basah dibanjiri cairan dari dalam vaginanya. Saya oleskan ke penis saya, ke pangkalnya ke kepalanya dan lubang penis saya. Hal ini membangkitkan kembali penis saya. Saya berniat memasukkan kembali penis saya ke vagina Melly.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba saya dengar suara Rindy, 'Ehh jangan, kamu kan ngga tahu jadwalnya Melly. Nanti bahaya'. Setelah itu ia melepaskan seluruh pakaiannya dan menyiapkan tubuhnya untuk saya. Sekali lagi saya bercinta dengan Rindy. Kali ini pertempuran berlangsung benar-benar lama. Setelah sama-sama sampai pada puncaknya saya terjatuh dan terlelap di atas tubuh Rindy, sementara penis saya masih di dalam vaginanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saat saya sadar, ternyata Melly juga tertidur di samping saya dan Rindy. Sore itu aktifitas kami hanya bercinta, mandi, makan dan bercinta. Hari itu saya bercinta dengan Rindy sebanyak 3 kali dan dengan Melly 4 kali. Sampai pukul 23.00, dan terbangun pada hari Minggu pukul 9.30.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sejak saat itu, selain dengan Rindy saya juga bercinta dengan Melly. Keduanya adik kandung saya. Kami saling menyayangi. Kami masing-masing mempunyai kehidupan di luar rumah, seperti adanya yang lain. Tapi juga punya kehidupan di dalam rumah yang tersendiri.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Jadi pada saat ini saya, mempunyai aktifitas seks dengan tiga orang, yaitu Rindy, Melly dan pacar saya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Melly mempunyai seorang teman akrab, teman sekolah. Namanya Lili, orangnya cantik, sexy dan menggairahkan. Mereka saling bercerita tentang rahasia mereka masing-masing. Hanya antara mereka. Suatu ketika, saat saya sedang bercinta dengan Melly, ia menceritakan bahwa ia telah menceritakan aktifitas seks antara say dan Melly atau Rindy kepada Lili. Tapi ia menjamin bahwa, Lili akan menyimpan rahasia.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Selain itu pada saat yang bersamaan, Melly juga mengatakan bahwa Lili punya rahasia. Yaitu Lili sering diminta ayahnya untuk melakukan hubugan seks. Cerita itu membuat saya semakin bernafsu menyetubuhi Melly. Dan Melly tampaknya tahu hal tersebut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-18894178057478917522012-03-12T20:29:00.003-07:002012-03-14T05:30:46.425-07:00adik iparku<div style="color: lime;">Aku masih ingat pada waktu itu tanggal 2 Maret 1998, aku mengantarkan adik iparku mengikuti test di sebuah perusahaan di Surabaya. Pada saat adik iparku sebut saja Novi memasuki ruangan test di perusahaan tersebut, aku dengan setia menunggu di ruang lobi perusahaan tersebut. Satu setengah jam sudah aku menunggu selesainya Novi mengerjakan test tersebut hingga jam menunjukkan pukul 11 siang, Novi mulai keluar dari ruangan dan menuju lobi. Aku tanya apakah Novi bisa menjawab semua pertanyaan, dia menjawab, "Bisa Mas.."</div><div style="color: lime;"></div><a name='more'></a><br />
<br />
<div style="color: lime;">"Kalau begitu mari kita pulang" pintaku. "E.. sebelum pulang kita makan dulu, kamu kan lapar Novi." Kemudian Novi menggangguk. Setelah beberapa saat Novi merasa badannya agak lemas, dia bilang, "Mas mungkin aku masuk angin nich, habis aku kecapekan belajar sih tadi malam." Aku bingung harus berbuat apa, lantas aku tanya biasanya diapakan atau minum obat apa, lantas dia bilang, "Biasanya dikerokin Mas.." "Wah.. gimana yach.." kataku. "Oke kalau begitu sekarang kita cari losmen yach untuk ngerokin kamu.." Novi hanya mengangguk saja.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lantas aku dan Novi mencari losmen sambil membeli minyak kayu putih untuk kerokan. Kebetulan ada losmen sederhana, itulah yang kupilih. Setelah pesan kamar, aku dan Novi masuk ke kamar 11 di ruang atas. "Terus gimana cara Mas untuk ngerokin kamu Nov", tanyaku. Tanpa malu-malu dia lantas tiduran di kasur, sebab si Novi sudah menganggapku seperti kakak kandungnya. Aku pun segera menghampirinya. "Sini dong, Mas kerokin.." Dan astaga si Novi buka bajunya, yang kelihatan BH-nya saja, jelas kelihatan putih dan payudaranya padat berisi. Lantas si Novi tengkurap dan aku mulai untuk menggosokkan minyak kayu puih ke punggungnya dan mulai mengeroki punggungnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Hanya beberapa kerokan saja.. Novi bilang, "Entar Mas.. BH-ku aku lepas sekalian yach.. entar mengganggu Mas ngerokin aku." Dan aku terbelalak.. betapa besar payudaranya dan putingnya masih memerah, sebab dia kan masih perawan. Tanpa malu-malu aku lanjutkan untuk mengeroki punggungnya. Setelah selesai semua aku bilang, "Sudah Nov.. sudah selesai." Tanpa kusadari Novi membalikkan badannya dengan telentang. "Sekarang bagian dadaku Mas tolong dikerik sekalian." Aku senang bukan main. Jelas buah dadanya yang ranum padat itu tersentuh tanganku. Aku berkali-kali berkata, "Maaf Dik yach.. aku nggak sengaja kok.." "Nggak apa-apa Mas.. teruskan saja."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Hampir selesai kerokan dadanya, aku sudah kehilangan akal sehatku. Aku pegang payudaranya, aku elus-elus. Si Novi hanya diam dan memejamkan matanya.. lantas aku ciumi buah dadanya dan kumainkan pentilnya. Novi mendesis, "Mas.. Mas.. ahh.., ah ah ahh.." Terus aku kulum putingnya, tanganku pun nggak mau ketinggalan bergerilnya di vaginanya. Pertama dia mengibaskan tanganku dia bilang, "Jangan Mas.. jangan Mas.." Tapi aku nggak peduli.. terus saja aku masukkan tanganku ke CD-nya, ternyata vaginanya sudah basah sekali. Lantas tanpa diperintah oleh Novi aku buka rok dan CD-nya, dia hanya memejamkan matanya dan berkata pelan, "Yach Mas.." Kini Novi sudah telanjang bulat tak pakai apa-apa lagi, wah.. putih mulus, bulunya masih jarang maklum dia baru umur 20 tahun tamat SMA. Lantas aku mulai menciumi vaginanya yang basah dan menjilati vaginanya sampai aku mainkan kelentitnya, dia mengerang keenakan, "Mas.. ahh.. uaa.. uaa.. Mas.."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dan mendesis-desis kegirangan, tangan Novi sudah gatal ingin pegang penisku saja. Lantas aku berdiri, kubuka baju dan celanaku kemudian langsung saja Novi memegang penisku dan mengocok penisku. Aku suruh dia untuk mengulum, dia nggak mau, "Nggak Mas jijik.. tuh, nggak ah.. Novi nggak mau." Lantas kupegang dan kuarahkan penisku ke mulutnya. "Jilatin saja coba.." pintaku. Lantas Novi menjilati penisku, lama-kelamaan dia mau untuk mengulum penisku, tapi pas pertama dia kulum penisku, dia mau muntah "Huk.. huk.. aku mau muntah Mas, habis penisnya besar dan panjang.. nggak muat tuh mulutku." katanya. "Isep lagi saja Nov.." Lantas dia mulai mengulum lagi dan aku menggerayangi vaginanya yang basah. Lantas aku rentangkan badan Novi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rasanya penisku sudah nggak tahan ingin merenggut keperawanan Novi. "Novi.. Mas masukkan yah.. penis Mas ke vaginamu", kataku. Novi bilang, "Jangan Mas.. aku kan masih perawan." katanya. Aku turuti saja kemauannya, aku tidurin dia dan kugesek-gesekkan penisku ke vaginanya. Dia merasakan ada benda tumpul menempel di vaginanya, "Mas.. Mas.. jangan.." Aku nggak peduli, terus kugesekkan penisku ke vaginanya, lama-kelamaan aku mencoba untuk memasukkan penisku ke vaginanya. Slep.. Novi menjerit, "Ahk.. Mas.. jangan.."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku tetap saja meneruskan makin kusodok dan slep.. bles.. Novi menggeliat-geliat dan meringis menahan sakitnya, "Mas.. Mas.. sakit tuh.. Mas.. jangan.." Lalu Novi menangis, "Mas.. jangan dong.." Aku sudah nggak mempedulikan lagi, sudah telanjur masuk penisku itu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Lantas aku mulai menggerakkan penisku maju mundur. "Ah.. Mas.. ah.. Mas.." Rupanya Novi sudah merasakan nikmat dan meringis-ringis kesenangan. "Mas.." Aku terus dengan cepatnya menggenjot penisku maju mundur. "Mas.. Mas.." Dan aku merasakan vagina Novi mengeluarkan cairan. Rupanya dia sudah klimaks, tapi aku belum. Aku mempercepat genjotanku. "Terus Mas.. terus Mas.. lebih cepat lagi.." pinta Novi. Tak lama aku merasakan penisku hampir mengeluarkan mani, aku cabut penisku (takut hamil sih) dan aku suruh untuk Novi mengisapnya. Novi mengulum lagi dan terus mengulum ke atas ke bawah. "Hem.. hem.. nikmat.. Mas.." Aku bilang, "Terus Nov.. aku mau keluar nich.." Novi mempercepat kulumnya dan.. cret.. cret.. maniku muncrat ke mulut Novi. Novi segera mencabut penisku dari mulutnya dan maniku menyemprot ke pipi dan rambutnya. "Ah.. ah.. Novi.. maafkan Mas.. yach.. aku khilaf Nov.. maaf.. yach!" "Nggak apa-apa Mas.. semuanya sudah telanjur kok Mas.." Lantas Novi bersandar di pangkuanku. Kuciumi lagi Novi dengan penuh kesayangan hingga akhirnya aku dan Novi pulang dan setelah itu aku pun masih menanam cinta diam-diam dengan Novi kalau istriku pas tidak ada di rumah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Novi.. Novi.. Novi sayangku, terima kasih.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-44870120806522032442012-03-12T20:28:00.001-07:002012-03-14T05:31:13.490-07:00adek iparku asti<div style="color: lime;">Cerita ini merupakan kejadian yang memalukan sekaligus menyenangkan tentang perselingkuhanku dengan adik iparku Asti.</div><a name='more'></a><br />
<div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Halo', kataku menyambut telepon.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Oh, kakak!!, Mbak Yuke mana kak', suara diseberang menyahut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Asti??, kapan balik ke Jakarta, mbakmu lagi piket, telepon aja ke HP-nya deh, sahutku sambil bertanya. 'Gak usah deh kak, sampaiin aja kalo aku pertengahan juni mo balik, aku kangen banget deh' jawabnya lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Oke, deh ntar aku sampaikan, take care ya' jawabku datar dan menutup telepon.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian ingatanku melayang beberapa tahun lalu, dimana saat itu dia banyak problem,.. cowok, drug, bahkan sempat pula berurusan dengan pihak berwajib karena tertangkap tangan atas kepemilikan Narkoba. Atas saranku Asti, adik kandung Yuke ke Jakarta dan sekarang telah bekerja di Singapura untuk memulai sesuatu yang baru.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Asti 30 th, seperti juga saudaranya berwajah cantik, kulitnya bersih, mata lebar, hidung mancung, rambut berombak di ujung dengan postur tubuh proporsional. Karena obsesi untuk mandiri dan sifatnya yang keras kepala itulah dia terperosok dalam problem berkepanjangan. Asti sebelumnya tinggal di Surabaya, disana dia bekerja sebagai penyanyi. Dari pekerjaannya itulah (yang sebenernya tidak kami sukai) Asti sempat ditahan polisi 1 malam karena narkoba, sebelum kami datang-dipanggil untuk memberi keterangan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sejak peristiwa ditahannya Asti 3 tahun lalu, Asti sering telepon aku dan bercerita tentang keadaannya, teman lelakinya dan biasanya cukup lama, minimal 30 menit. Asti lebih dekat denganku dan sering 'curhat' daripada kakaknya. Dalam setiap pembicaraan, Yuke selalu memberi tanda agar aku 'merayu' Asti untuk pindah ke Jakarta dan mencari pekerjaan di sini. Yuke tau kedekatan kami itu, bahkan mendorong untuk dapat mengontrolnya melalui aku, karena sejak kecil Asti memang susah nurut dan bandel. Awalnya aku hanya menganggapnya sebagai tanggung jawab seorang kakak terhadap adik, sebelum terjadi 'sesuatu' yang tidak semestinya kami lakukan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Awal maret 2000, Asti telepon memintaku untuk menjemputnya di stasiun Gambir, Yuke sangat gembira dengan berita itu dan segera mempersiapkan kamar untuknya. 13 maret 2000 aku jemput asti sendiri, karena anak bungsuku sakit, dan kami duga demam berdarah. Asti datang sendirian, padahal rencananya bersama Hendry 'cowoknya' yang keturunan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Kok, sendirian kak??' mana ponakan2ku, tanya asti saat aku sambut barang2 bawaannya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Andi lagi sakit, kayanya demam berdarah deh, terpaksa diisolasi dari sodaranya' jawabku ngeloyor menuju mobil. Sambil merokok dan berlari kecil Asti mengikuti aku, 'Kesian yah, aku kangen ama mereka' katanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Kak, tau nggak knapa aku kesini?? tanyanya di mobil.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Yah, loe mau refreshing, loe udah sadar dan mau kerja yang sesuai ama ijazahmu, khan?' jawabku sekenanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Yang lain donk' komentarnya manja.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Apa yaa, paling putus atau mo lari dari cowokmu, hahahaha' aku tertawa geli karena pinggangku digelitiknya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Sekarang bulan apa kak?'</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Maret' jawabku sambil terus nyetir</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Bulan maret ada apa ya??' Asti mengerling, tangannya meremas tanganku saat di persneling..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Asti,.. Apaan sih', kataku berusaha menepis tangannya yang kemudian bergerak mau gelitiki aku lagi. Tanganku ditangkapnya, digenggam kemudian dicium sambil bertanya manja 'Kakak sayang Asti nggak sih?'</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Asti.. aku kakakmu, aku sayang kamu seperti Yuke menyayangimu' kataku jengah dan menarik tangan .</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Kak,.. aku sayang dan mengagumi Kak rizky, lebih dari itu.., aku sayang ama kakak, karena bisa ngertiin aku, pahami aku, bisa ngemanjain aku dan..tau nggak, aku bisa orgasme kalo lagi teleponan ama kakak'..katanya sambil meraih tanganku lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Asti.. aku gak mau ngerusak semuanya dengan perbuatan bodohmu', jawabku marah namun sebenernya menahan gejolak. Asti terdiam dan melepas tanganku. Itulah 30 menit pembicaraan kami di perjalanan menuju ke rumah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sampai di rumah Yuke menyambutku dengan ciuman sambil bilang mo ke RS karna andi anak ke tiga ku panas udah lebih dari 2 hari. Aku segera ke kamar melihat keadaannya, sementara Asti dan Yuke menuju ke kamar di lantai 2 yang telah disiapkan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Maa, cepetan yah' aku beri isyarat agar Yuke segera bersiap.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Asti, mandi terus istirahat dulu yaa, ntar ngobrolnya deh' kata Yuke ama Asti..OK boss sahut Asti.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Singkatnya Andi harus segera dirawat di RS saat itu juga.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Andi maunya ditemenin ama mama aja yaa? pinta anakku lirih..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Iya sayang, mama akan temenin anak tersayang mama deh' Yuke menghibur.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Janji ya maa..'</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah Andi tidur aku rundingan ama Yuke, keputusannya adalah aku akan nungguin Andi malem dan langsung berangkat kerja dari RS.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Paa, sekarang jemput asti ya.. ajak dia kesini, sekalian bawain aku beberapa pakaian, aku pengen ngobrol disini'.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Oke sayang', jawabku setelah merasa semua beres.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sesampainya di rumah, aku siapkan beberapa pakaian yang pantas, termasuk pakaian dalemYuke. Aku naik ke lantai 2 (kamar Asti) mo ambil tas, kuketuk pintu dan memanggilnya.. Tapi gak ada sahutan, aku berasa gak enak dan telepon istriku</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Kalo gak dikunci masuk aja deh paa, soalnya semua tas ada disana'</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Tungguin si Bengal itu bangun, biarin dulu dia istirahat ntar kalo bangunin sekitar jam 12-an.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku manusia biasa, seorang lelaki mana yang tidak tergoda dengan keadaan ini ; gadis cantik tertidur pulas, tanpa selimut. Sangat menggairahkan dengan rambut setengah basah tidur terlentang hanya dengan CD kecil terikat di pinggul dan sepasang bukit indah bebas tanpa penutup, ada kesempatan lagi. Aku terpaku untuk sesaat.. bathinku sedang berperang.. dan.. akhirnya aku menyerah.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kuhampiri Asti (yang sedang tertidur??), aku ambil selimut yang terjatuh di lantai dan menutupi tubuh indah itu, tapi asti sepertinya gak mau di selimuti. Gerakan tangannya menolak diselimuti. Aku kembali terdiam.., kuberanikan diri menyentuh tangannya,.. gemetar aku rasakan saat itu,.. Asti masih terlelap bahkan mengeluarkan suara mendengkur. Nafsu sudah menguasai bathinku juga ragaku, penisku sangat2 tegang.. Asti lebih cantik, lebih putih lebih tinggi dari Yuke.. dengan jari tengahku, kutelusuri tangannya hingga ketiak..Asti menggeliat dan menyamping seakan memberiku ruang untuk duduk di sebelahnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Benar-benar kesempatan telah berpihak padaku,.. kuulangi sentuhan jariku, aku belai rambutnya yang lembab dan berombak, aku cium keningnya, aku belai wajahnya sambil memanggilnya pelahan,.. "Asti.., bangun sayang..mbakmu suruh kamu ke RS..", (dengar atau gak aku gak peduli) kuulangi kata-kata itu sambil terus membelai.., Asti malah melingkarkan tangannya kepinggangku. Tanpa kusadari tanganku telah membelai kedua bukitnya, mempermainkan putingnya, sambil mengecup perlahan bibirnya. Asti membuka matanya dan mendesah perlahan .. kakk, aku sayang kakak, aku ingin kakak sayang aku lebih dari seorang adik .. sebulan lebih aku meninggalkannya .. aku benci dia.. ternyata dia telah berkeluarga, dan sampai saat ini belum kutemukan figur yang aku cari, kak.. sayangi asti.. tangannya menuntun tanganku kedaerah yang paling intimnya yang telah lembab, ketika jariku sedikit menekannya.. Ditariknya tubuhku sehingga menindih tubuhnya.. Sepertinya Asti in the mood. Dalam keadaan masih berpakaian, aku peluk asti dan menindihnya, kami bergerak seirama seakan sedang bersenggama..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiba-tiba telepon berteriak nyaring, seakan menyadarkan agar tidak berbuat lebih lanjut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Pahh, udah bangun si Bengal tuh,.. Siram air aja kalo gak bisa, cepetan nih udah jam berapa sekarang? gerah nih, jangan lupa dasterku'.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">OK, jawabku dengan nafas masih memburu menahan nafsu. Permainan kami terhenti dengan un happy ending..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">14 maret, Di tempat kerja setelah mendapat ucapan selamat dan ciuman pipi dari rekan2 atas ulang tahunku, aku masih nggak abis pikir.. why it happen?? jahat amat aku,.. disaat usia bertambah tua, anak sedang sakit.. aku malah mengumbar nafsu.. IPARKU lagi.. Udahlah I wont do that again, biar Asti yang nunggu Andi .. pikirku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Jam 14.30 sepulang kerja, aku mampir ke Pizza Hut beliin makanan kesukaan Andi sebelum ke RS. Saat dikamar Asti menyambutku dengan ciuman mesra di bibir.. met ulang tahun sayang.., Gila nih anak pikirku.. 'Yuke', aku memanggil istriku.. Yuke keluar kamar mandi, langsung memelukku, 'Met ulang tahun pah.. hadiahnya ntar aja nunggu Andi sembuh, katanya main mata nakal. Sekitar jam 19.30 aku mo balik, pulang ganti baju. 'Pah, ntar aja pulangnya, jam 21 an aja soalnya Andi gak mau kalo gak ditungguin mama, papa dirumah aja deh..' biar mama yang tungguin Andi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Yah..gimana nih, ntar kamu ditemenin Asti ya, papa mo pulang urusin si rio ama intan'. 'Tadi Asti bilang tadi mo ktemuan ama temennya, mungkin dia mo keluar malem ini, pulang bareng ama papah aja ya, ntar kasi kunci cadangan rumah di laci lemari ya' jawab Yuke. Gawat..tapi ada rasa senang juga terbersit di pikiranku. Malaikat bathinku menyayangkan kenapa Yuke begitu percaya pada hubungan kami, sedang syaitan di jiwa-ragaku bersorak kegirangan sampai penisku berkedut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Singkatnya kami tinggalkan Yuke yang menjaga Andi. di perjalanan Asti bilang ingin memberiku sesuatu untuk melampiaskan apa yang terpendam di sanubarinya dan membohongi kakaknya sendiri. Seperti biasa Rio dan intan udah berada di kamarnya jam 21. (Yuke sangat disiplin dalam mendidik anak). Aku periksa tas mereka nge-cek PR. Setelah mencium pipi mereka, aku turun dan mandi, (Asti udah ke kamarnya). Jam 23 after I call Yuke 2 say good night, terdengar ketukan pintu, saat kubuka asti menerobos masuk dengan pakaian tidur cream.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">'Kak, .. Asti mau tidur ama kakak, pengen dipelukin dan dimanjain..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Saat itu yang pertama bereaksi adalah si Ucok di dalam sarung dan berteriak mengacung.. MERDEKA..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dapat dibayangkan 2 orang berlainan jenis dalam 1 kamar yang dingin..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Asti memelukku.. aku balas memeluknya erat. Sangat lama kami berpelukan.. Dalam posisi berdiri, kami berpelukan seakan berdansa.. setelah puas, aku gendong asti ke pembaringan.., kurebahkan dia, kutanggalkan pakaian tidurnya, Asti hanya menggunakan G string.,.. Asti pasrah, menikmati, badannya yang polos.. Asti memandangku saat aku buka sarung, satu2nya penutup bagian tubuhku.. Kurebahkan diriku disamping tubuhnya, aku cium dan rasakan tiap jengkal tubuhnya, bukitnya yang putih begitu indah mencuat, kontras dengan tanganku yang hitam.. Kak.. Aku sering mimpikan ini.. kak.. puaskan aku.., sayangi aku..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kuremas bukit indahnya sambil menciumi putingnya,.. Asti menggelinjang hebat.. tangannya meraih penisku.. Dikocoknya perlahan.., kumasukkan tanganku, ke dalam CD G string hitam asti, Asti mengangkat pinggulnya membantuku melepas satu2nya penutup tubuhnya. Lembab dan basah vagina asti oleh lendir hasrat, kutekan ujung jariku sedikit masuk, otomatis pinggulnya mengangkat dan berusaha agar jariku masuk lebih dalam.. beberapa lama aktifitas itu aku lakukan. Asti pengen hisap punya kakak.. pintanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku segera berdiri dengan penis masih teracung tegak, Asti bangkit mengulumnya.. woww hisapannya ruarr biasa, penisku seakan berada dalam vaginanya.., segera aku atur posisi 69 untuk menikmati lendir gairah yang udah disediakan, setelah beberapa menit Asti menggelinjang sambil berteriak, 'kak.. Asti pengen keluar, Kak ..gerakannya tambah liar. Kuhentikan jilatanku dan kuposisikan penisku penetrasi ke vaginanya yang benar-benar basah. Clepp, mudah sekali penisku menerobos masuk, aku berusaha mempertahankan very slow..kurasakan benar dinding-dinding vagina Asti, saat kutemukan g spotnya, (sedikit dibawah permukaan dalam di bawah clitnya) kuarahkan agar tetap menyentuh that area.. Asti benar2 tak dapat menguasai diri, dijepitnya pinggangku dengan kaki dan ditahannya pada posisi yang dikekehendaki.. Kakk.. kurasakan denyutan dahsyat otot vagina Asti, sangat kencang, lebih kencang dari denyutan Yuke.., God.. i'm cumming.. teriaknya. Saat kedutannya mengendor, kupercepat gerakanku, aku ingin menuntaskan semuanya.. beberapa genjotan sampai terasa telah hamper sampai, aku tarik penisku dan tumpahkan semua di luar.. Asti agak kecewa.. namun aku tak segila itu untuk mempunyai seorang anak lagi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Begitulah pengalamanku dengan adik iparku, Setelah Andi pulang, aku selalu berusaha mencari kesempatan untuk bersenggama dengannya, Asti sempat tinggal selama 6 bulan sebelum ada panggilan kerja di Singapura.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Juni nanti Asti akan kembali,.. aku takut.. tapi juga rindu bertemu dengannya..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9104023407529731322.post-61830745188741503362012-03-12T20:26:00.003-07:002012-03-14T05:34:22.322-07:00adek sepupu istriku<div style="color: lime;">Pertama kali aku mengenal dirinya, aku kagum dengan budi pekerti dan kesopanan bicaranya. Saat itu aku masih ingat, dia sudah duduk di bangku akhir SLTP dan usianya menginjak 15 tahun, namanya Eva, ya.. Eva, cantik sekali namanya secantik orangnya. Waktu itu aku sudah bertunangan dengan kakak sepupunya yang sekarang telah menjadi istri tercintaku dan dikaruniai seorang putra yang lucu.</div><a name='more'></a><br />
<div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tiga tahun kemudian adik sepupu istriku Eva datang ke rumahku dan memintaku untuk membantu mencarikan PTS di kotaku. Aku dan istriku jadi repot dibuatnya karena harus mengantarkan dia untuk daftar, test dan cari kost. Selama membantu dia, aku mendapatkan pengalaman yang sangat menarik dan membuatku bertanya-tanya dalam hati.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Selama aku membantunya mencarikan PTS di kotaku, dia sering mencuri pandang ke arahku dengan pandangan yang nakal, kemudian terseyum sambil memandang kejauhan. Hampir tanpa ekspresi, aku pun terdiam sampai dia berlalu. Aku terkejut bukan karena cara pandangannya kepadaku, tapi dia sendiri itu yang membuat jantungku berdetak lebih cepat. Aku kemudian berandai-andai, jika waktu berpihak kepadaku, jika keberuntungan mendukung, jika kesempatan mau sedikit saja berbaik hati. Mungkin juga aku yang terlalu berharap dibuatnya, sebenarnya batinku tidak setuju untuk menyebutnya begitu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sesungguhnya kita sering diganggu oleh ketidakpastian yang menghantui kotak pikiran, namun setelah kenyataan dihadapan mataku, maka baru sadar. Aku takut tidak dapat mengendalikan diriku lagi. Pada suatu hari dia datang ke rumahku, karena ada hari libur besoknya, dia mau menginap di rumahku. Hatiku jadi gelisah, aku ingin melakukan sesuatu, mengalirkan magma yang meledak-ledak dalam diriku. Tapi batin dan nuraniku melarangnya, tidak sepantasnya itu terjadi padaku dan sepupuku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kak, tolong aku dong!" Pandangannya menusuk, menembus dadaku hingga jantungku, serasa ingin meloncat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Jika Kakak tak keberatan, Eva minta diajarin naik motor bebek", matanya mengerling ke arahku serasa terseyum manis.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Belum pernah aku menerima tawaran seperti ini dari wanita. Kau telah menyentuh sisi paling rawan dalam hatiku. Aku mengangguk sambil tetap mencengkram wajahnya dengan tatapanku, sayang untuk dilepaskan. Wajahnya lembut, tenang dan dewasa, kalau saja tubuhnya setinggi minimal 175 cm, pastilah sudah menjadi bintang film sejak lama. Rambutnya sebahu, kulitnya kuning langsat, Pokoknya mantap!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Mengapa memilih Kakak? Mengapa tidak kepada pacarmu atau temanmu yang lain?" tanyaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Saya telah memilih Kakak", katanya manja. Aku mulai menggodanya..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Memilih Kakak?" Dia mengangguk lugu, tetapi semakin mempesona.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kalau begitu, jangan protes apa-apa, kamu Kakak terima menjadi murid, sederhana bukan?" kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kakak akan menyesal jika melewatkan kesempatan ini, sebab Kakak ingin tercatat dalam hati sanubari Eva yang paling dalam sebagai orang paling berjasa menumbuhkan dan menyemaikan bakat naik motor kepada Eva gadis yang manis, kandidat peraih Putri Indonesia." Tawanya meledak, matanya menyepit, bibirnya memerah. Pipinya juga, duhh..!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kapan Kak belajarnya?" tanya dia.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Sekarang", jawabku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian kami pamit kepada istriku, dan aku mengeluarkan motor bebek, kuhidupkan mesinnya. Aku duduk di depan dan dia di belakangku, aku mencari daerah yang sepi lalu lintasnya. Setelah sampai di daerah yang lalu lintasnya kurasa sepi, aku menghentikan dan turun dari motor. Kemudian aku memberikan beberapa petunjuk yang diperlukan dan mempersilakan dia untuk duduk di depan dan aku di belakangnya. Beberapa menit kemudian motor mulai jalan pelan dan bergoyang-goyang hingga mau jatuh. Terpaksa aku membantu memegang stang motor, aku tidak sempat memperhatikan lekuk tubuhnya. Badannya sangat indah jauh lebih indah dari yang aku bayangkan. Lehernya yang putih, pundaknya, buah dadanya.. Akh..!</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah aku membantu memegang stang, motor dapat berjalan dengan stabil, aku mulai dapat membagi konsentrasi. Aku merasakan kehangatan tangannya, telapak tanganku menumpuk pada telapak tangannya. Kuusap tangannya, dia nggak bereaksi, mungkin karena lagi konsentrasi dengan jalan. Kemudian aku merapatkan dudukku ke depan sehingga kemaluanku merapat pada punggung bagian bawah. Hidungku kudekatkan ke belakang telinganya, tercium bau wangi pada rambutnya. Aku mulai terangsang, kemaluanku mulai tegak di balik celana dalam yang kupakai.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena dia sudah mulai dapat menguasai motor, sementara aku masih dapat mengontrol diriku dengan baik, kutawarkan untuk latihan sendiri dan aku menunggu di warung saja. Tapi dia nggak mau, dia ingin aku tetap duduk di belakangnya. Aku jadi khawatir sendiri, kalau begini terus akan berbahaya, imanku kuat tapi barangku nggak mau diajak kompromi.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Akhirnya timbul dalam pikiranku untuk sekedar berbuat iseng saja. Kemudian aku pura-pura menjelaskan soal lalu lintas, aku merapatkan badanku sampai kemaluanku menempel di bawah punggungnya. Eva pasti juga dapat merasakan kemaluanku yang tegak. Tapi dia cuma diam saja, kubisikan di telinganya..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eva, kamu cantik sekali!" kataku dengan suara bergetar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tetapi dia tetap tidak bereaksi, kemudian aku meletakkan kedua tanganku di kedua pahanya. Rupanya dia tetap tidak bereaksi, aku jadi semakin berani mengusap-usap pahanya yang terbuka, karena dia memakai celana pendek.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Akh.. Kakak nakal! Entar dimarahi Kak Lina lho, kalau ketahuan!", katanya manja.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kalau Eva nggak cerita, ya.. Nggak ada yang tahu! Emang Eva mau cerita sama Kak Lina?" tanyaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ya.. Nggak sih", katanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kalau gitu kamu baik dech", kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Karena mendapat lampu hijau aku semakin berani, kukatakan bahwa payudaranya sangat bagus bentuknya, lebih bagus dari punya kakaknya, Lina. Dia tampak senang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kakak ingin sekali menyentuhnya, boleh nggak?" kataku meluncur dengan begitu saja.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Akh.. Kakak nakal", katanya manja.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku semakin nekat saja, sebab dari jawabannya aku yakin dia nggak keberatan. Kemudian tanganku pelan-pelan mulai menyentuhnya dan kemudian memegang penuh dengan telapak tanganku. Wah, rasanya keras sekali, kucoba meremasnya dan dia sedikit terkejut. Aku tidak dapat memegang lama-lama sebab harus membagi konsentrasi dengan jalan. Yang jelas kemaluanku semakin berdenyut-denyut.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku tersentak waktu dia mengerem motor dengan mendadak untuk menghindari lubang. Tubuhku menekan tubuhnya hingga membuat kesadaranku pulih, akhirnya aku memutuskan untuk mengajaknya pulang. Aku sempat melihat kekecewaan di matanya. Tapi mau bagaimana lagi itu jalan terbaik, agar aku tidak sampai terjebak pada posisi yang sulit nantinya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Besok paginya, waktu aku mau berangkat bekerja, istriku memintaku untuk mengantarkan Eva dulu ke tempat kostnya. Tentu saja aku bersedia, malah jantungku menjadi berdebar-debar. Nggak lama kemudian Eva mendekati kami.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kak, antarin Eva dulu dong? Eva ada kuliah pagi nich! Teman Eva nggak jadi menjemput", katanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ayo!" ajakku sambil masuk ke dalam mobil.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eva mau mandi dulu ya Kak!" katanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Nggak usah, nanti keburu macet di jalan, mandinya nanti aja di kost.", jawabku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Di dalam hatiku aku sudah berjanji bahwa aku harus dapat mengendalikan diri. Sehingga selama dalam perjalanan aku banyak diam. Akhirnya dia mulai membuka pembicaraan..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kak, kok diam aja sih? Marah ya? Anterin Eva pulang!" kata Eva.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kakak cuma lagi kurang enak badan saja", jawabku sekenanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah sampai di depan rumah kostnya, dia minta aku untuk ikut masuk, mengambil mainan yang telah dibelikannya untuk anakku. Mulanya aku menolaknya, tapi karena dia mau buru-buru berangkat kuliah dan juga belum mandi, sedangkan kamarnya di lantai 3. Aku jadi kasihan kalau dia harus naik turun tangga hanya untuk mengambilkan mainan saja. Akhirnya aku mengikutinya dari belakang, aku sempat heran dan tanya kepada dia..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kok sepi sekali?"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Ternyata kata Eva semua sudah pada berangkat kuliah. Kemudian aku disuruh menunggu di kamarnya, sementara dia mandi. Setelah selesai mandi dia masuk ke kamar, wajahnya kelihatan segar.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Lho kok nggak ganti pakaian?" tanyaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Iya, tadi temanku kasih tahu kalau dosennya nggak masuk, jadi Eva nggak perlu buru-buru lagi." katanya. Sementara aku duduk di tempat tidurnya, dia mengambilkan mainan yang akan diberikan pada anakku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Ini Kak", katanya sambil duduk di sampingku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Wah bagus sekali. Terima kasih ya!" kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sewaktu aku mau berpamitan keluar, pandangan mataku beradu dengannya, hati ini kembali berdebar-debar, pandangan matanya benar-benar meluluh-lantakan hatiku dan menghancurkan imanku. Aku tidak jadi berdiri, kupegang tangannya. Kuusap dengan penuh perasaan, dia diam saja, kemudian kupegang pundaknya, kubelai rambutnya..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eva kamu cantik sekali", kataku dengan suara bergetar, tapi Eva diam saja dengan muka semakin menunduk. Kemudian aku meletakkan tanganku di pundaknya. Dan karena dia diam saja, aku jadi semakin berani, kucium di bagian belakang telinganya dengan lembut, rupanya dia mulai terangsang. Dengan pelan-pelan badan Eva aku bimbing, kuangkat agar berada dalam pangkuanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sementara kemaluanku semakin menegang, usapan tanganku semakin turun ke arah payudaranya. Aku merasa nafas Eva sudah memburu seperti nafasku juga. Aku semakin nekat, tanganku kumasukan ke dalam kaosnya dari bawah. Pelan-pelan merayap naik ke atas mendekati panyudaranya, dan ketika tanganku sudah sampai ke pinggiran payudaranya yang masih tertutup dengan BH-nya, kuusap bagian bawahnya dengan penuh perasaan, dia menggelinjang dan menoleh ke arahku dengan mulut sedikit terbuka.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Aku jadi tidak tahan lagi, kutundukan muka kemudian mendekatkan bibirku ke bibirnya. Ketika bibir kita bersentuhan, aku merasakan sangat hangat, kenyal dan basah. Aku pun melumat bibirnya dengan perasaan sayang dan Eva membalas ciumanku, pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajahi ke dalam mulutnya dan mengkait-kaitkan lidahnya, membuat nafas Eva semakin memburu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Tanganku pun tidak tinggal diam, kusingkapkan BH-nya ke atas, sehingga aku dapat dengan leluasa memegang payudaranya. Aku belum melihat tapi aku sudah dapat membayangkan bentuknya, ukurannya tidak terlalu besar dan terlalu kecil, sehingga kalau dipegang rasanya pas dengan telapak tanganku. Payudaranya bulat dengan punting yang tegak bergetar seperti menantangku. Kuusap dan kuremas, Eva mulai merintih.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian Eva kurebahkan di kasur, kulepas kaosnya dan BH-nya sehingga tampak pemandangan yang sangat menakjubkan. Dua buah gundukan yang berdiri tegak menantang, kupandangi badannya yang setengah telanjang. Kemudian mulutku pelan-pelan kudekatkan ke buah dadanya, dan ketika mulutku menyentuh buah dadanya, Eva merintih lebih keras. Nafsuku semakin naik, kuciumi susunya dengan tidak sabar. Putingnya kukulum dengan lidahku, kuputar-putar di sekitar putingnya dan susunya yang sebelah kuremas dengan tanganku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aduuhh.. Ahh.. Ah", Eva semakin mengerang-erang dan dengan gemas putingnya kugigit-gigit sedikit.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Badannya menggelinjang membuatku semakin bernafsu untuk terus mencumbunya. Sekarang tanganku mulai beroperasi di daerah bawah, kubuka celana pendeknya hingga sekarang hanya mengenakan celana dalam saja, rupanya celana dalamnya sudah basah. Akhirnya kulepas sekalian, sehingga tampak vaginanya yang masih kencang dan ditumbuhi rambut yang tidak banyak, membuat kemaluanku semakin tegang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kubersihkan vaginanya dengan bekas celana dalamnya. Kemudian kupandangi dan kuusap-usap dengan penuh perasaan, Eva tampak sangat menikmati sekali, dan saat jariku menyentuh klitorisnya, Eva menggelinjang dengan keras. Sementara klitorisnya masih kuusap-usap dengan jariku, Eva semakin menggeliat-liat. Pada saat itu aku ingin sekali mencium vaginanya, karena sudah terangsang sekali. Saat aku mau menunduk untuk mencium, kuangkat tanganku tapi pada saat itu dia langsung merapatkan kedua pahanya dan badannya tegang sekali dan tersentak-sentak selama beberapa saat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aahhkk.. Oohh.. Kak, aahh!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Akhirnya Eva diam beberapa saat, kudiamkan saja, sebab dia baru saja merasakan orgasme. Tubuhnya terkulai lemas, aku jadi kasihan sehingga senjataku juga ikut-ikutan turun. Dengan penuh rasa kasih sayang aku menghampirinya, duduk di pembaringan sejajar dengan buah dadanya dan menghadap ke arah wajahnya. Tubuhnya kututupi dengan selimut. Kubelai rambutnya dan kucium keningnya, rupanya dia terharu dengan perilakuku. Baru saja aku mau berdiri, tanganku diraihnya, kemudian aku duduk lagi, tahu-tahu tangannya sudah ada di atas pahaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kak, baru kali ini Eva merasakan sensasi yang sangat luar biasa nikmatnya, sebab yang namanya disentuh oleh laki-laki Eva belum pernah, apalagi pacaran. Jadi Kakak adalah orang yang pertama yang menyentuh Eva, tapi Eva senang kok Kak. Tadi Eva merasakan nikmatnya sampai tiga kali Kak, Eva sangat puas Kak!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Dalam hatiku bertanya mengapa bisa sampai 3 kali, padahal aku kira cuma sekali. Pantas dia langsung KO. Mungkin karena dia tidak pernah dijamah laki-laki, jadi tubuhnya sangat sensitif sekali.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kok diam saja, Kak? Apa Kakak juga udah puas?" tanyanya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eva nggak usah pikirin Kakak, yang penting kamu sudah dapat merasakan nikmatnya orang bercumbu yang seharusnya belum boleh kamu rasakan. Sekarang Kakak mau berangkat bekerja dulu, oke!" kataku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kak gimana caranya biar Kakak juga bisa merasakan nikmat", katanya dengan lugu. Tangannya yang masih ada di atas pahaku tahu-tahu sudah melepas sabukku dan membuka celanaku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Biar Eva juga mau pegang punya Kakak seperti tadi Kakak pegang punya Eva, tadi waktu Kakak pegang memek Eva dan mengusap-usap, Eva mendapat kenikmatan luar biasa, berarti kalau punya Kakak Eva pegang dan diusap-usap pasti Kakak juga merasa nikmat", katanya sok tahu.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Sekarang celana dalamku sudah kelihatan dan Eva mulai memegang dan meremasnya dari luar. Kemaluanku jadi tegak dan menyembul keluar dari celana dalamku. Dia terkejut dan takjub, "Wuah besar sekali." Kalau sudah begini aku jadi lupa lagi dengan diriku, aku menurunkan celana dalamku agar dia dapat leluasa memainkannya. Kemaluanku yang sudah sangat tegak digenggamnya dengan telapak tangannya dan diremasnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Akh.. Eva, enaakk", dia tambah bersemangat. Jari-jarinya mengusap-usap kepala kemaluanku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eva, teruskan sayang.." kataku dengan ketegangan yang semakin menjadi-jadi. Aku merasa kemaluanku sudah keras sekali. Eva meremas dan mengurut kemaluanku semakin cepat.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eva!" seruku.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kakak akan terasa lebih nikmat kalau Eva mau menciumnya!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Kemudian kupindahkan kepalanya di pahaku dan susunya menempel dipunggungku, aku ajari dia, mulanya kusuruh cium batang kemaluanku kemudian kusuruh jilati dengan lidahnya. Aku merasakan sesuatu yang lain yang tidak kualami jika dengan istriku, mungkin karena Eva masih gadis, lugu dan tubuhnya belum pernah dijamah sedikitpun oleh laki-laki.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rupanya Eva juga menikmati dan mulai terangsang. Karena posisi kami kurang bebas, aku membimbing Eva bangun dari pembaring dan duduk di lantai sementara aku tetap duduk di pembaring, sehingga mukanya tepat di depan selangkanganku. Kini dengan leluasa dia dapat melihat kemaluanku yang semakin keras. Kemaluanku terus dipandangi tanpa berkedip, dan rupanya makin membuat nafsunya memuncak.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke arah kemaluanku dan bibirnya mengecup kepala kemaluanku, tangannya memegang pangkal kemaluanku. Mulutnya mulai ditempelkan pada kepala kemaluanku dan lidahnya kusuruh menjilati ujungnya. Dan aku mulai menyuruhnya untuk dikulum di dalam mulutnya, mulutnya mulai dibuka agak lebar dan kemaluanku bagian ujungnya mulai dikulum, aku semakin keenakan.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eva.. ennaak! Terus sayang, masukan terus lebih dalam lagi, nah.. Begitu sayang."</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Rambutnya kuusap-usap dan kepalanya pelan-pelan kutarik kemudian kudorong lagi ke arah kemaluanku. Rupanya dia tahu maksudku, kemudian dia maju mundurkan kemaluanku di dalam mulutnya. Aku merasa sudah nggak tahan, apalagi sewaktu Eva melakukannya semakin cepat. Ketika aku merasa spermaku mau keluar, pelan-pelan kutahan gerakan kepalanya, maksudku mau menarik kemaluanku keluar dari mulutnya. Tetapi dia malah melawan gerakanku, dengan memegang pangkal kemaluanku lebih kuat dan mempercepat gerakannya. Akhirnya aku tidak dapat menahan lebih lama lagi..</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Aahh, aahh, aahh..!"</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Spermaku keluar di dalam mulutnya dengan rasa nikmat luar biasa dan badanku sampai tersentak-sentak. Kemudian kemaluanku kutarik dari mulutnya. Aku melihat di mulutnya belepotan dengan spermaku, kuangkat dia dan kududukkan di pahaku, tanganku yang sebelah kiri menopang kepalanya, sedangkan tanganku yang kanan membersihkan mulutnya.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Kamu pintar sekali, Kakak mendapatkan kenikmatan yang luar biasa", kataku berbisik.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">"Eva.. Juga Kak, sekarang Eva merasakan tulang-tulang Eva seperti lepas!" Kemudian kuangkat tubuhnya yang masih telanjang, kurebahkan di pembaringan. Aku sendiri merapikan pakaian dan langsung pamit pulang.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">Setelah kejadian tersebut aku sangat merasa menyesal, tapi lagi-lagi sudah terlambat, tapi hatiku mengatakan tidak ada yang terlambat, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Aku kembali berjanji dalam hatiku cukup sampai di sini.</div><div style="color: lime;"><br />
</div><div style="color: lime;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0